Tematik (125)
---------------------
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
DIANTARA PEMBATAL-PEMBATAL KEISLAMAN
Ahlus Sunnah wal Jama’ah meyakini adanya perkara-perkara yang dapat membatalkan keislaman seseorang. Berikut ini akan kami sebutkan sebagi'annya:
1. Menyekutukan Allah ﷻ (syirik). Yai'tu menjadikan sekutu atau menjadikannya sebagai perantara antara dirinya dengan Allah ﷻ. Misalnya berdo’a, memohon syafa’at, bertawakkal, beristighatsah, bernadzar, menyembelih yang ditujukan kepada sela'in Allah ﷻ, seperti menyembelih untuk jin atau untuk penghuni kubur, dengan keyakinan bahwa para sesembahan sela'in Allah ﷻ itu dapat menolak bahaya atau dapat mendatangkan manfa'at. Allah Ta’ala berfirman:
إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَ لِمَن يَشَاءُ
“Sesungguhnya Allah ﷻ tidak akan mengampuni dosa syirik dan Dia mengampuni segala dosa yang sela'in dari (syirik) itu, bagi si'apa yang dikehendaki-Nya…” [an-Nisaa’: 48] Dan Allah Ta’ala berfirman:
إِنَّهُ مَن يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ ۖ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنصَارٍ “
… Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesu'atu dengan) Allah ﷻ, maka pasti Allah ﷻ mengharamkan kepadanya Surga, dan tempatnya adalah Neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zhalim itu seorang penolong pun.” [al-Maa-idah: 72]
2. Orang yang membu'at perantara antara dirinya dengan Allah ﷻ, yai'tu dengan berdo’a, memohon syafa’at, serta bertawakkal kepada mereka. Perbu'atan-perbu'atan tersebut termasuk amalan kekufuran menurut ijma’ (kesepakatan para ulama). Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
قُلِ ادْعُوا الَّذِينَ زَعَمْتُم مِّن دُونِهِ فَلَا يَمْلِكُونَ كَشْفَ الضُّرِّ عَنكُمْ وَلَا تَحْوِيلًا أُولَٰئِكَ الَّذِينَ يَدْعُونَ يَبْتَغُونَ إِلَىٰ رَبِّهِمُ الْوَسِيلَةَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ وَيَرْجُونَ رَحْمَتَهُ وَيَخَافُونَ عَذَابَهُ ۚ إِنَّ عَذَابَ رَبِّكَ كَانَ مَحْذُورًا
“Katakanlah: ‘Panggillah mereka yang kamu anggap (sekutu) sela'in Allah ﷻ, maka tidaklah mereka memiliki keku'asa'an untuk menghilangkan bahaya darimu dan tidak pula dapat memindahkannya.’ Yang mereka seru itu mencari sendiri jalan yang lebih dekat menuju Rabb-nya, dan mereka mengharapkan rahmat serta takut akan adzab-Nya. Sesungguhnya adzab Rabb-mu adalah sesu'atu yang (harus) ditakuti.” [Al-Israa’: 56-57]
3. Tidak mengkafirkan orang-orang musyrik, atau meragukan kekafiran mereka, atau membenarkan pendapat me-reka. Yai'tu orang yang tidak mengkafirkan orang-orang kafir ba'ik dari Yahudi, Nasrani maupun Majusi-, orang-orang musyrik, atau orang-orang mulhid (Athe'is), atau sela'in itu dari berbagai macam kekufuran, atau ia meragukan kekufuran mereka, atau ia membenarkan pendapat mereka, maka ia telah kafir. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
إِنَّ الدِّينَ عِندَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ
“Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah ﷻ hanyalah Islam…” [Ali ‘Imran: 19] Termasuk juga seseorang yang memilih kepercaya'an sela'in Islam, seperti Yahudi, Nasrani, Majusi, Komunis, sekularisme, Masuni, Ba’ats atau keyakinan (kepercaya'an) la'innya yang jelas kufur, maka ia telah kafir. Juga firman-Nya:
وَمَن يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَن يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
“Barang si'apa mencari agama sela'in agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) darinya, dan di akhirat ia termasuk orang-orang yang rugi.” [Ali ‘Imran: 85]
Hal ini dikarenakan Allah Ta’ala telah mengkafirkan mereka, namun ia menyelisihi Allah ﷻ dan Rasul-Nya, ia tidak mau mengkafirkan mereka, atau meragukan kekufuran mereka, atau ia membenarkan pendapat mereka, sedangkan kekufuran mereka itu telah menentang Allah Subhanahu wa Ta’ala. Allah Ta’ala berfirman:
إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِينَ فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا ۚ أُولَٰئِكَ هُمْ شَرُّ الْبَرِيَّةِ
“Sesungguhnya orang-orang kafir, yakni Ahli Kitab dan orang-orang musyrik (akan masuk) ke Neraka Jahannam; mereka kekal di dalamnya. Mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk.” [al-Bayyinah: 6]
Yang dimaksud ahlul Kitab adalah orang-orang Yahudi dan Nasrani, sedangkan ka'um musyrikin adalah orang-orang yang menyembah ilah yang la'in bersama Allah ﷻ.
4. Meyakini adanya petunjuk yang lebih sempurna dari Sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Orang yang meyakini bahwa ada petunjuk la'in yang lebih sempurna dari petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, atau orang meyakini bahwa ada hukum la'in yang lebih ba'ik daripada hukum Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, seperti orang-orang yang lebih memilih hukum-hukum Thaghut daripada hukum Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka ia telah kafir. Termasuk juga di dalamnya adalah orang-orang yang meyakini bahwa peraturan dan undang-undang yang dibu'at manusia lebih afdhal (utama) daripada sya’riat Islam, atau orang meyakini bahwa hukum Islam tidak relevan (sesuai) lagi untuk diterapkan di dzaman sekarang ini, atau orang meyakini bahwa Islam sebagai sebab ketertinggalan ummat. Termasuk juga orang-orang yang berpendapat bahwa pelaksana'an hukum potong tangan bagi pencuri, atau hukum rajam bagi orang yang (sudah menikah lalu) berdzina sudah tidak sesuai lagi di dzaman sekarang. Juga orang-orang yang menghalalkan hal-hal yang telah diharamkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam berdasarkan dalil-dalil syar’i yang telah tetap, seperti dzina, riba, meminum khamr, dan berhukum dengan sela'in hukum Allah ﷻ atau sela'in itu, maka ia telah kafir berdasarkan ijma’ para ulama. Allah Ta’ala berfirman:
أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ ۚ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِّقَوْمٍ يُوقِنُونَ
Apakah hukum Jahiliyyah yang mereka kehendaki? Dan (hukum) si'apakah yang lebih daripada (hukum) Allah ﷻ bagi orang-orang yang yakin?” [al-Maa-idah: 50] Allah Ta’ala berfirman:
وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَا أَنزَلَ اللَّهُ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ “…
Barang si'apa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah ﷻ, maka mereka itulah orang-orang yang kafir.” [al-Maa-idah: 44] Allah Ta’ala berfirman:
وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَا أَنزَلَ اللَّهُ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ “…
Barang si'apa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah ﷻ, maka mereka itu adalah orang-orang yang zhalim.” [al-Maa-idah: 45] Allah Ta’ala berfirman:
وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَا أَنزَلَ اللَّهُ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ “…
Barang si'apa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah ﷻ, maka mereka itu adalah orang-orang yang fasik.” [al-Maa-idah: 47]
5.Tidak senang dan membenci hal-hal yang dibawa oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, meskipun ia melaksanakannya, maka ia telah kafir. Yai'tu orang yang marah, murka, atau benci terhadap apa-apa yang dibawa oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, walaupun ia melakukannya, maka ia telah kafir. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَالَّذِينَ كَفَرُوا فَتَعْسًا لَّهُمْ وَأَضَلَّ أَعْمَالَهُمْ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ كَرِهُوا مَا أَنزَلَ اللَّهُ فَأَحْبَطَ أَعْمَالَهُمْ
“Dan orang-orang yang kafir, maka kecelaka'anlah bagi mereka dan Allah ﷻ menghapus amal-amal mereka. Yang demiki'an itu adalah karena sesungguhnya mereka benci kepada apa yang di-turunkan Allah ﷻ (al-Qur-an), lalu Allah ﷻ menghapuskan (pahala-pahala) amal-amal mereka.” [Muhammad: 8-9] Juga firman-Nya:
إِنَّ الَّذِينَ ارْتَدُّوا عَلَىٰ أَدْبَارِهِم مِّن بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمُ الْهُدَى ۙ الشَّيْطَانُ سَوَّلَ لَهُمْ وَأَمْلَىٰ لَهُمْ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا لِلَّذِينَ كَرِهُوا مَا نَزَّلَ اللَّهُ سَنُطِيعُكُمْ فِي بَعْضِ الْأَمْرِ ۖ وَاللَّهُ يَعْلَمُ إِسْرَارَهُمْ فَكَيْفَ إِذَا تَوَفَّتْهُمُ الْمَلَائِكَةُ يَضْرِبُونَ وُجُوهَهُمْ وَأَدْبَارَهُمْ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمُ اتَّبَعُوا مَا أَسْخَطَ اللَّهَ وَكَرِهُوا رِضْوَانَهُ فَأَحْبَطَ أَعْمَالَهُمْ
“Sesungguhnya orang-orang yang kembali ke belakang (murtad) setelah jelas petunjuk bagi mereka, syaithan telah menjadikan mereka mudah (berbu'at dosa) dan memanjangkan angan-angan mereka. Yang demiki'an itu karena sesungguhnya mereka (orang-orang munafik) itu berkata kepada orang-orang yang benci kepada apa yang diturunkan Allah ﷻ (orang-orang Yahudi): ‘Kami akan mematuhimu dalam beberapa urusan,’ sedangkan Allah ﷻ mengetahui rahasia mereka. Bagaimanakah (ke'ada'an mereka) apabila Mala'ikat (ma'ut) mencabut nyawa mereka seraya memukul muka dan punggung mereka. Yang demiki'an itu karena sesungguhnya mereka mengikuti apa yang menimbulkan kemurka'an Allah ﷻ dan (karena) mereka membenci (apa yang menimbulkan) keridha'an-Nya; sebab itu Allah ﷻ menghapus (pahala) amal-amal mereka.” [Muhammad: 25-28]
6. Menghina Islam Yai'tu orang yang mengolok-olok (menghina) Allah ﷻ dan Rasul-Nya, al-Qur-an, agama Islam, Mala'ikat atau para ulama karena ilmu yang mereka miliki. Atau menghina salah satu syi’ar dari syi’ar-syi’ar Islam, seperti shalat, dzakat, pu'asa, haji, thawaf di Ka’bah, wukuf di ‘Arafah atau menghina masjid, adzan, memelihara jenggot atau Sunnah-Sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam la'innya, dan syi’ar-syi’ar agama Allah ﷻ pada tempat-tempat yang disucikan dalam keyakinan Islam serta terdapat keberkahan padanya, maka dia telah kafir. Allah Ta’ala berfirman:
وَلَئِن سَأَلْتَهُمْ لَيَقُولُنَّ إِنَّمَا كُنَّا نَخُوضُ وَنَلْعَبُ ۚ قُلْ أَبِاللَّهِ وَآيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنتُمْ تَسْتَهْزِئُونَ لَا تَعْتَذِرُوا قَدْ كَفَرْتُم بَعْدَ إِيمَانِكُمْ ۚ إِن نَّعْفُ عَن طَائِفَةٍ مِّنكُمْ نُعَذِّبْ طَائِفَةً بِأَنَّهُمْ كَانُوا مُجْرِمِينَ “…
Katakanlah: ‘Apakah dengan Allah ﷻ, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?’ Tidak usah kamu minta ma'af, karena kamu kafir sesudah beriman. Jika Kami mema'afkan segolongan dari kamu (lantaran mereka taubat), niscaya Kami akan mengadzab golongan (yang la'in) di sebabkan mereka adalah orang-orang yang selalu berbu'at dosa.” [at-Taubah: 65-66] Dan firman Allah Ta’ala:
وَإِذَا رَأَيْتَ الَّذِينَ يَخُوضُونَ فِي آيَاتِنَا فَأَعْرِضْ عَنْهُمْ حَتَّىٰ يَخُوضُوا فِي حَدِيثٍ غَيْرِهِ ۚ وَإِمَّا يُنسِيَنَّكَ الشَّيْطَانُ فَلَا تَقْعُدْ بَعْدَ الذِّكْرَىٰ مَعَ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ
“Dan apabila kamu melihat orang-orang memperolok-olokkan ayat-ayat Kami, maka tinggalkanlah mereka sehingga mereka membicarakan pembicara'an yang la'in. Dan jika syaithan menjadikan kamu lupa (akan larangan ini), janganlah kamu duduk bersama orang-orang yang zhalim itu sesudah teringat (akan larangan itu).” [al-An’aam: 68]
7. Melakukan Sihir Yai'tu melakukan praktek-praktek sihir, termasuk di dalamnya ash-sharfu dan al-‘athfu. Ash-sharfu adalah perbu'atan sihir yang dimaksudkan dengannya untuk merubah ke'ada'an seseorang dari apa yang dicintainya, seperti memalingkan kecinta'an seorang su'ami terhadap isterinya menjadi kebenci'an terhadapnya. Adapun al-‘athfu adalah amalan sihir yang dimaksudkan untuk memacu dan mendorong seseorang dari apa yang tidak dicintainya sehingga ia mencintainya dengan cara-cara syaithan. Allah Ta’ala berfirman:
وَمَا يُعَلِّمَانِ مِنْ أَحَدٍ حَتَّىٰ يَقُولَا إِنَّمَا نَحْنُ فِتْنَةٌ فَلَا تَكْفُرْ
“…Sedang keduanya tidak mengajarkan (sesu'atu) kepada seorang pun sebelum mengatakan: ‘Sesungguhnya kami hanya coba'an (bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir…’” [al-Baqarah: 102] Dari ‘Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu anhu, ia berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ الرُّقَى وَالتَّمَائِمَ وَالتِّوَلَةَ شِرْكٌ.
‘Sesungguhnya jampi, jimat dan tiwalah (pelet) adalah perbu'atan syirik.’”
8. Memberikan pertolongan kepada orang kafir dan membantu mereka dalam rangka memerangi ka'um Muslimin. Allah Ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَىٰ أَوْلِيَاءَ ۘ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ ۚ وَمَن يَتَوَلَّهُم مِّنكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menjadikan orang-orang Yahudi dan Nasrani sebagai pemimpin bagimu; sebagi'an mereka adalah pemimpin bagi sebagi'an yang la'in. Barang si'apa di antara kamu yang menjadikan mereka sebagai pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah ﷻ tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zhalim.” [al-Maa-idah: 51] Juga firman Allah Ta’ala:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الَّذِينَ اتَّخَذُوا دِينَكُمْ هُزُوًا وَلَعِبًا مِّنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِن قَبْلِكُمْ وَالْكُفَّارَ أَوْلِيَاءَ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menjadikan orang-orang yang membu'at agamamu menjadi bu'ah ejekan dan permainan sebagai pemimpin, (yai'tu) di antara orang-orang yang telah diberi Kitab sebelummu dan dari orang-orang yang kafir (orang-orang musyrik). Dan bertawakkallah kepada Allah ﷻ jika kamu benar-benar orang yang beriman.” [al-Maa-idah: 57]
9. Meyakini bahwa manusia bebas kelu'ar dari syari’at Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Yai'tu orang yang mempunyai keyakinan bahwa sebagi'an manusia diberikan kelelu'asa'an untuk kelu'ar dari syari'at (ajaran) Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana Nabi Khidir dibolehkan kelu'ar dari syari'at Nabi Musa alaihis sallam, maka ia telah kafir. Karena seorang Nabi diutus secara khusus kepada ka'umnya, maka tidak wajib bagi seluruh menusia untuk mengikutinya. Adapun Nabi ﷺ kita, Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam diutus kepada seluruh manusia secara kaffah (menyeluruh), maka tidak halal bagi manusia untuk menyelisihi dan kelu'ar dari syari’at beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah Ta’ala berfirman:
قُلْ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنِّي رَسُولُ اللَّهِ إِلَيْكُمْ جَمِيعًا
“Katakanlah: ‘Hai manusia, sesungguhnya aku adalah utusan Allah ﷻ kepadamu semua…’” [al-A’raaf: 158] Dan Allah Ta’ala berfirman:
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا كَافَّةً لِّلنَّاسِ بَشِيرًا وَنَذِيرًا وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ
“Dan Kami tidak mengutus kamu, mela'inkan kepada ummat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” [Saba’: 28] Juga firman-Nya:
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِّلْعَالَمِينَ
“Dan tidaklah Kami mengutusmu, mela'inkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” [al-Anbiyaa’: 107] Allah Ta’ala berfirman:
أَفَغَيْرَ دِينِ اللَّهِ يَبْغُونَ وَلَهُ أَسْلَمَ مَن فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ طَوْعًا وَكَرْهًا وَإِلَيْهِ يُرْجَعُونَ
“Maka apakah mereka mencari agama yang la'in dari agama Allah ﷻ, padahal kepada-Nya-lah berserah diri segala apa yang di langit dan di bumi, ba'ik dengan suka maupun terpaksa dan hanya kepada Allah-lah mereka dikembalikan.” [Ali ‘Imran: 83] Dan dalam hadits disebutkan:
وَاللهِ، لَوْ أَنَّ مُوْسَى حَيًّا لَمَا وَسِعَهُ إِلاَّ اتِّبَاعِيْ.
“Demi Allah, jika seandainya Musa hidup di tengah-tengah kali'an, niscaya tidak ada kelelu'asa'an baginya kecu'ali ia wajib mengikuti syari’atku.”
10. Berpaling dari agama Allah Ta’ala, ia tidak mempelajarinya dan tidak beramal dengannya. Yang dimaksud dari berpaling yang termasuk pembatal dari pembatal-pembatal keislaman adalah berpaling dari mempelajari pokok agama yang seseorang dapat dikatakan Muslim dengannya, meskipun ia jahil (bodoh) terhadap perkara-perkara agama yang sifatnya terperinci. Karena ilmu terhadap agama secara terperinci terkadang tidak ada yang sanggup melaksanakannya kecu'ali para ulama dan para penuntut ilmu. Firman Allah Ta’ala:
وَالَّذِينَ كَفَرُوا عَمَّا أُنذِرُوا مُعْرِضُونَ
“… Dan orang-orang yang kafir berpaling dari apa yang diperingatkan kepada mereka.” [Al-Ahqaaf: 3] Firman Allah Ta’ala:
وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّن ذُكِّرَ بِآيَاتِ رَبِّهِ ثُمَّ أَعْرَضَ عَنْهَا ۚ إِنَّا مِنَ الْمُجْرِمِينَ مُنتَقِمُونَ
“Dan si'apakah yang lebih dzhalim daripada orang yang telah diperingatkan dengan ayat-ayat Rabb-nya, kemudi'an ia berpaling daripadanya. Sesungguhnya Kami akan memberikan pembalasan kepada orang-orang yang berdosa.” [as-Sajdah: 22] Firman Allah Ta’ala:
وَمَنْ أَعْرَضَ عَن ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَىٰ
“Dan barang si'apa yang berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari Ki'amat dalam ke'ada'an buta.” [Thaahaa: 124] Yang mulia ‘Allamah asy-Sya'ikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah Alusy Sya'ikh ketika memulai Syarah Nawaaqidhil Islaam, beliau berkata: “Seti'ap Muslim harus mengetahui bahwa membicarakan pembatal-pembatal keislaman dan hal-hal yang menyebabkan kufur dan kesesatan termasuk dari perkara-perkara yang besar dan penting yang harus dijalani sesuai dengan al-Qur-an dan as-Sunnah. Tidak boleh berbicara tentang takfir dengan mengikuti hawa nafsu dan syahwat, karena bahayanya yang sangat besar. Sesungguhnya seorang Muslim tidak boleh dikafirkan dan dihukumi sebagai kafir kecu'ali sesudah ditegakkan dalil syar’i dari al-Qur-an dan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebab jika tidak demiki'an orang akan mudah mengkafirkan manusia, fulan dan fulan, dan menghukuminya dengan kafir atau fasiq dengan mengikuti hawa nafsu dan apa yang diinginkan oleh hatinya. Sesungguhnya yang demiki'an termasuk perkara yang diharamkan. Allah ﷻ berfirman:
فَضْلًا مِّنَ اللَّهِ وَنِعْمَةً ۚ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
“Sebagai karunia dan nikmat dari Allah ﷻ. Dan Allah ﷻ Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” [al-Hujuraat: 8] Maka, wajib bagi seti'ap Muslim untuk berhati-hati, tidak boleh melafazhkan ucapan atau menuduh seseorang dengan kafir atau fasiq kecu'ali apa yang telah ada dalilnya dari al-Qur-an dan as-Sunnah. Sesungguhnya perkara takfir (menghukumi seseorang sebagai kafir) dan tafsiq (menghukumi seseorang sebagai fasiq) telah banyak membu'at orang tergelincir dan mengikuti pemahaman yang sesat. Sesungguhnya ada sebagi'an hamba Allah ﷻ yang dengan mudahnya mengkafirkan ka'um Muslimin hanya dengan su'atu perbu'atan dosa yang mereka lakukan atau kesalahan yang mereka terjatuh padanya, maka pemahaman takfir ini telah membu'at mereka sesat dan kelu'ar dari jalan yang lurus. Imam asy-Syaukani (Muhammad bin ‘Ali asy-Syaukani, hidup tahun 1173-1250 H) rahimahullah berkata: “Menghukumi seorang Muslim kelu'ar dari agama Islam dan masuk dalam kekufuran tidak layak dilakukan oleh seorang Muslim yang beriman kepada Allah ﷻ dan hari Akhir, mela'inkan dengan bukti dan keterangan yang sangat jelas -lebih jelas daripada terangnya sinar matahari di si'ang hari-. Karena sesungguhnya telah ada hadits-hadits yang shahih yang diriwayatkan dari beberapa Sahabat, bahwa apabila seseorang berkata kepada saudaranya: ‘Wahai kafir,’ maka (ucapan itu) akan kembali kepada salah seorang dari keduanya. Dan pada lafazh la'in dalam Shahiihul Bukhari dan Shahiih Muslim dan sela'in keduanya disebutkan, ‘Barang si'apa yang memanggil seseorang dengan kekufuran, atau berkata musuh Allah ﷻ padahal ia tidak demiki'an maka akan kembali kepadanya.’ Hadits-hadits tersebut menunjukkan tentang besarnya ancaman dan nasihat yang besar, agar kita tidak terburu-buru dalam masalah kafir mengkafirkan. Pembatal-pembatal keislaman yang disebutkan di atas adalah hukum yang bersifat umum. Maka, tidak diperbolehkan bagi seseorang tergesa-gesa dalam menetapkan bahwa orang yang melakukannya langsung kelu'ar dari Islam.
Sebagaimana Sya'ikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata: “Sesungguhnya pengkafiran secara umum sama dengan ancaman secara umum. Wajib bagi kita untuk berpegang kepada kemutlakan dan keumumannya. Adapun hukum kepada orang tertentu bahwa ia kafir atau dia masuk Neraka, maka harus diketahui dalil yang jelas atas orang tersebut, karena dalam menghukumi seseorang harus terpenuhi dahulu syarat-syaratnya serta tidak adanya penghalang. Sya'ikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata, “Syarat-syarat seseorang dapat dihukumi sebagai kafir adalah:
1. Mengetahui (dengan jelas),
2. Dilakukan dengan sengaja, dan 3. Tidak ada paksa'an. Sedangkan intifaa-ul mawaani’ (penghalang-penghalang yang menjadikan seseorang dihukumi kafir ) yai'tu kebalikan dari syarat tersebut di atas:
(1) Tidak mengetahui,
(2) tidak disengaja, dan
(3) karena dipaksa.
[Disalin dari kitab Syarah Aqidah ahlus Sunnah Wal Jama’ah, Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka Imam asy-Syafi'ie, Po Box 7803/JACC 13340A Jakarta, Cetakan Ketiga 1427H/Juni 2006M] _______ Footnote. Pembahasan ini dinukil dari Silsilah Syarhil Rasaa-il lil Imaam al-Mujaddid Sya'ikh Muhammad bin ‘Abdul Wahhab v (hal. 209-238) oleh Dr. Shalih bin Fauzan bin ‘Abdillah al-Fauzan, cet. I, th. 1424 H; Majmuu’ Fataawaa wa Maqaalaat Mutanawwi’ah lisy Sya'ikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin ‘Abdirrahman bin Baaz v (I/130-132) dikumpulkan oleh Dr. Muhammad bin Sa’d asy-Syuwai’ir, cet. I/ Darul Qasim, th. 1420 H; al-Qaulul Mufiid fii Adillatit Tauhiid (hal. 45-53) oleh Sya'ikh Muhammad bin ‘Abdul Wahhab bin ‘Ali al-Yamani al-Washabi al-‘Abdali, cet. VII/ Maktabah al-Irsyad Shan’a, th. 1422 H; dan at-Tanbiihatul Mukhtasharah Syarhil Waajibaat al-Mutahattimaat al-Ma’rifah ‘alaa Kulli Muslim wa Muslimah (hal. 63-82) oleh Ibrahim bin asy-Sya'ikh Shalih bin Ahmad al-Khurasyi, cet. I/ Daar ash-Shuma’i, th. 1417 H. Lihat juga QS. Saba’: 22-23 dan az-Zumar: 3. Lihat juga QS. al-Baqarah: 217, al-Maa-idah: 54, Muhammad: 25-30. Lihat QS. al-Maa-idah: 17, al-Maa-dah: 54, al-Maa-idah: 72-73, an-Nisaa’: 140, al-Baqarah: 217, Muhammad: 25-30. Diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 3883) dan dishahihkan oleh Sya'ikh al-Albani dalam Shahiihul Jaami’ (no. 1632) dan Silsilah ash-Shohiihah (no. 331). Hadits ini juga diriwayatkan oleh al-Hakim (IV/217), Ibnu Majah (no. 3530), Ahmad (I/381), ath-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Kabiir (X/262), Ibnu Hibban (XIII/456) dan al-Baihaqi (IX/350). Lihat QS. Ali ‘Imran: 100-101 dan QS. Mumtahanah: 13. Dihasankan oleh Sya'ikh al-Albani dalam al-Irwaa’ (VI/34, no. 1589) dan ia menyebutkan delapan jalan dari hadits tersebut. Dan jalan ini telah disebutkan oleh Ibnu Katsir dalam Tafsiirnya pada ayat 81 dan 82 dari surah Ali ‘Imran. Dinukil dari at-Tabshiir bi Qawaa-idit Takfiir (hal. 42-44) oleh Sya'ikh ‘Ali bin Hasan bin ‘Ali ‘Abdul Hamid al-Halabi. Sailul Jarraar al-Mutadaffiq ‘alaa Hadaa-iqil az-haar (IV/578). Majmuu’ Fataawaa (XII/498) oleh Sya'ikhul Islam Ibnu Taimiyyah. Lihat Majmuu’ Fataawaa (XII/498), Mujmal Masaa-ilil Iimaan wal Kufr al-‘Ilmiy-yah fii Ushuulil ‘Aqiidah as-Salafiyyah (hal. 28-35, cet. II, th. 1424 H) dan at-Tab-shiir bi Qawaa-idit Takfiir (hal. 42-44).