بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

Sabtu, 30 Desember 2023

Tadabbur Al-Quran Hal. 352

Tadabbur Al-Quran Hal. 352
----------------------------------------------
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

- Al Qur'an Indonesia Tajwid.

- An-Nur ayat 23 :

اِنَّ الَّذِيْنَ يَرْمُوْنَ الْمُحْصَنٰتِ الْغٰفِلٰتِ الْمُؤْمِنٰتِ لُعِنُوْا فِى الدُّنْيَا وَالْاٰخِرَةِۖ وَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيْمٌ ۙ

Sungguh, orang-orang yang menuduh perempuan-perempuan baik, yang lengah [561] dan beriman (dengan tuduhan berzina), mereka dilaknat di dunia dan di akhirat, dan mereka akan mendapat azab yang besar,

- [561] Yang dimaksud dengan perempuan-perempuan yang lengah ialah perempuan-perempuan yang tidak pernah sekalipun terpikir oleh mereka untuk melakukan perbuatan yang keji itu.

- Asbabun Nuzul An-Nur ayat 23 :

Ath-Thabrani meriwayatkan dari Khashif, dia berkata, "Aku bertanya kepada Sa'id ibnuz-Zubair,"Mana yang lebih berat: zina atau qadzaf" Ia menjawab, 'Zina.' Aku berkata, 'Allah berfirman, 'Sesungguhnya orang-orang yang menuduh wanita yang baik-baik." Ia berkata,"Ini turun khusus tentang urusan Aisyah." Dalam sanad riwayat ini terdapat Yahya al-Hamaani, seorang yang lemah. Ia meriwayatkan pula dari adh-Dhahhak bin Muzahim bahwa ayat ini turun tentang para istri Nabi saw. secara khusus.

Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Sa'id ibnuz-Zubair dari Ibnu Abbas bahwa ayat ini turun tentang Aisyah secara khusus.

lbnu Jarir meriwayatkan dari Aisyah, dia berkata, "Aku difitnah tanpa aku menyadarinya. Kemudian aku mendengarnya. Dan ketika Rasulullah berada bersamaku, beliau menerima wahyu. lalu beliau duduk tegak dan mengusap wajahnya. Kemudian beliau bersabda, 'Hai Aisyah, bergembiralah!' Aku menyahut, 'Aku memuji Allah, bukan memujimu!' Lalu beliau membaca, 'Sesungguhnya orang-orang yang menuduh wanita yang baik-baik,"sampai ayat,"Mereka itu bersih dari apa yang dituduhkan orang....".

- Tafsir Al Muyassar An-Nur ayat 23 :

Sesungguhnya orang-orang yang menuduh wanita yang baik-baik, yang lengah dan beriman, yakni para wanita yang tidak pernah terbersit dalam hatinya untuk berbuat zina, maka mereka akan dijauhkan dari rahmat Allah baik di dunia maupun di akhirat. Dan mereka akan ditimpa azab yang dahsyat di dalam Neraka Jahanam. Ayat ini merupakan dalil yang jelas tentang kufurnya seseorang yang mencela atau menuduh para istri Nabi dengan tuduhan yang buruk.

- Asmā'ul Husnā :

Allah Swt. berfirman, Di hari itu, Allah akan memberi mereka balasan yang setimpal menurut semestinya, dan mereka mengetahui bahwa Allah-lah Yang Benar, lagi Yang Menjelaskan (segala sesuatu menurut hakikat yang sebenarnya). (QS. An-Nür, 24: 25).

Al Mubiin bagi Allah Yang Esa dengan sifat-Nya, yang berbeda dari setiap makhluk-Nya, Dialah Sang Raja yang bersemayam di atas 'arsy-Nya, Yang Maha Memperhatikan di atas kerajaan-Nya, Maha dekat dengan hamba yang menyembah-Nya, Maha Mendengar segala ucapan, Maha Mendengar segala macam tingkah laku, Maha Mengetahui segala macam rahasia, kepunyaan-Nya segala macam ketinggian. Dialah yang telah membedakan segala macam makhluk dengan sebab keberadaan dan tujuannya, membedakan mereka dengan kebesaran kekuasaan dengan segala hikmah-Nya, menjelaskan kepada para hamba bukti yang sangat jelas atas keesaan-Nya, menjelaskan kepada mereka agama-Nya dengan hukum-hukum syariat-Nya, tidak sesekali menyiksa para hamba
kecuali setelah dijelaskan kepada mereka hujjah. Dialah yang telah berbicara kepada para hamba-Nya dengan segala macam penjelasan dan menjelaskan hujah dengan segala macam bukti. (Dr. Mahmūd Abdurrazāk Ar-Ridwāni, Ad-Du'ầu bil Asmāii Husnā, 2005: 104).

- Riyādus şälihin :

Dari Abu Hurairah Ra., Rasulullah Saw. bersabda, "Cukuplah seseorang (dianggap) berbohong apabila dia menceritakan semua yang didengar." (HR Muslim).

Hadis di atas memberikan beberapa faedah:

(a) Keharusan menjaga dalam menerima dan menyampaikan berita dan tidak membenarkan semua yang dikatakan.
(b) lbnu 'Alä'an berkata, "Makna hadiš ini dan pengaruh yang diterangkan dalam masalah ini ialah larangan untuk membicarakan setiap yang didengar karena bisa jadi benar atau salah. Jika ia membicarakan setiap yang didengar, maka ia telah berdusta terhadap berita yang tidak terjadi."
(Dr. Muştafā Sa'id Al-Khin, Nuzhatul Muttaqina Syarhu Riyādis Şālihina, Juz 2, 1407 H/1987 M: 1065).

- Hadiš Nabawi :

Dari Abu Salamah, ia berkata, "Saya bertanya kepada Aisyah Ra., Dengan apakah NabibSaw. membuka salatnya apabila beliau melakukan salat malam? la berkata, 'Beliau apabila melakukan salat malam membuka salatnya dan mengucapkan, Allähumma Rabba Jibril wa Mikail wa lsrāfil, Fātiras Samāwāti wal Ardi 'Alimal Gaibi wasy Syahādah Anta Tahkumu baina lbādika fimā Kānū fihi Yakhtalifün. Ihdini limakhtulifa fihi minal Haqqi biiznika Innaka Tahdi Man Tasyāu ilã Şirātin Mustaqim. (Ya Allah Tuhan Jibril, Mikail, dan Israfil, Pencipta langit dan bumi, Yang Maha Mengetahui perkara yang tersembunyi dan yang tampak, Engkau memberikan keputusan di antara para hamba-Mu dalam perkara yang mereka perselisihkan. Berilah aku petunjuk agar mendapatkan kebenaran yang diperselisihkan dengan izin-Mu, sesungguhnya Engkau memberikan petunjuk kepada orang yang Engkau kehendaki ke jalan yang lurus.)" Abu Isa berkata, Hadis ini hasan garib." (HR At-Timizi, Sunan At-Tirmiži, Juz 5, No. Hadis, 3420, 1397 H/1977 M: 421).

- Penjelasan Surah An-Nur Ayat 21-27

Ayat 21-27 menjelaskan beberapa kaidah kehidupan sosial kaum mukminin agar kuat dan solid : 

Harus ada keinginan kuat untuk menjauhi langkah-langkah setan. Kalau tidak, akan sulit terhindar dari godaannya. Kemudian mintalah karunia dan rahmat Allah agar  kesucian diri terjaga dari maksiat.

Orang-orang yang memiliki kelapangan ekonomi hendaklah membantu karib kerabat, orang-orang miskin dan orang-orang berhijrah di jalan Allah dan menjadi  pemaaf serta berlapang dada. Itulah salah satu cara meraih ampunan Allah.  

Dilarang menuduh wanita-wanita Mukminah yang bersih berbuat zina. Orang-orang yang melakukannya akan mendapat laknat di dunia dan azab yang besar di akhirat. Ingatlah di akhirat nanti yang akan menjadi saksi itu adalah lidah, tangan dan kaki masing-masing. Allah akan sempurnakan pembalasan-Nya. 

Perempuan yang keji untuk pasangan lelaki yang keji dan begitu sebaliknya. Wanita yang baik  untuk pasangan lelaki yang baik dan begitu sebaliknya. 

Hendaklah meminta izin dan memberi salam sebelum masuk ke rumah orang lain. Itu adalah adab yang terbaik dalam berkunjung ke rumah orang lain.

Rabu, 27 Desember 2023

Macam-Macam Sesembahan selain Allah Ta’ala

Tematik (181)
---------------------
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
 
Macam-Macam Sesembahan selain Allah Ta’ala

Terdapat berbagai macam sesembahan selain Allah Ta’ala. Sesembahan selain Allah Ta’ala dapat dikelompokkan menjadi dua macam.

A. Kelompok sesembahan yang memiliki akal.

Kelompok pertama adalah sesembahan yang memilki akal (‘aaqilah), seperti manusia, malaikat, dan jin. Mereka terbagi dalam dua jenis.

Mereka yang rida disembah
Jenis pertama adalah mereka yang rida dengan penyembahan tersebut. Misalnya, Fir’aun, iblis, dan selain keduanya yang termasuk dalam thaghut. Mereka kekal di neraka bersama dengan para penyembahnya. Hal ini sebagaimana firman Allah Ta’ala,

إِذْ تَبَرَّأَ الَّذِينَ اتُّبِعُواْ مِنَ الَّذِينَ اتَّبَعُواْ وَرَأَوُاْ الْعَذَابَ وَتَقَطَّعَتْ بِهِمُ الأَسْبَابُ وَقَالَ الَّذِينَ اتَّبَعُواْ لَوْ أَنَّ لَنَا كَرَّةً فَنَتَبَرَّأَ مِنْهُمْ كَمَا تَبَرَّؤُواْ مِنَّا كَذَلِكَ يُرِيهِمُ اللّهُ أَعْمَالَهُمْ حَسَرَاتٍ عَلَيْهِمْ وَمَا هُم بِخَارِجِينَ مِنَ النَّارِ

“(Yaitu) ketika orang-orang yang diikuti itu berlepas diri dari orang-orang yang mengikutinya, dan mereka melihat siksa; dan (ketika) segala hubungan antara mereka terputus sama sekali. Dan berkatalah orang-orang yang mengikuti, “Seandainya kami dapat kembali (ke dunia), pasti kami akan berlepas diri dari mereka, sebagaimana mereka berlepas diri dari kami.” Demikianlah Allah memperlihatkan kepada mereka amal perbuatannya menjadi sesalan bagi mereka, dan sekali-kali mereka tidak akan keluar dari api neraka.” (QS. Al-Baqarah: 166-167)

Allah Ta’ala berfirman,

لَأَمْلَأَنَّ جَهَنَّمَ مِنكَ وَمِمَّن تَبِعَكَ مِنْهُمْ أَجْمَعِينَ

“Sesungguhnya Aku pasti akan memenuhi neraka Jahannam dengan jenis kamu dan dengan orang-orang yang mengikuti kamu di antara mereka kesemuanya.” (QS. Shaad: 85)

Allah Ta’ala berfirman berkaitan dengan Fir’aun,

يَقْدُمُ قَوْمَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَأَوْرَدَهُمُ النَّارَ وَبِئْسَ الْوِرْدُ الْمَوْرُودُ

“Dia berjalan di muka kaumnya di hari kiamat, lalu memasukkan mereka ke dalam neraka. Neraka itu seburuk-buruk tempat yang didatangi.” (QS. Huud: 98)

Mereka yang tidak rida disembah
Jenis kedua adalah mereka yang tidak rida dengan penyembahan tersebut, bahkan berlepas diri dari orang-orang yang menyembah mereka, baik ketika di dunia maupun di akhirat. Misalnya, ‘Isa, Maryam, ‘Uzair, dan malaikat ‘alaihimus salaam.

Sebagaimana firman Allah Ta’ala tentang ‘Isa ‘Alaihis salaam,

وَإِذْ قَالَ اللّهُ يَا عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ أَأَنتَ قُلتَ لِلنَّاسِ اتَّخِذُونِي وَأُمِّيَ إِلَـهَيْنِ مِن دُونِ اللّهِ قَالَ سُبْحَانَكَ مَا يَكُونُ لِي أَنْ أَقُولَ مَا لَيْسَ لِي بِحَقٍّ إِن كُنتُ قُلْتُهُ فَقَدْ عَلِمْتَهُ تَعْلَمُ مَا فِي نَفْسِي وَلاَ أَعْلَمُ مَا فِي نَفْسِكَ إِنَّكَ أَنتَ عَلاَّمُ الْغُيُوبِ

“Dan (ingatlah) ketika Allah berfirman, “Hai ‘Isa putera Maryam, adakah kamu mengatakan kepada manusia, ‘Jadikanlah aku dan ibuku sebagai dua orang tuhan selain Allah?’ ‘Isa menjawab, ‘Maha Suci Engkau, tidaklah patut bagiku mengatakan apa yang bukan hakku (mengatakannya). Jika aku pernah mengatakan, maka tentulah Engkau mengetahui apa yang ada pada diriku dan aku tidak mengetahui apa yang ada pada diri Engkau. Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui perkara yang ghaib-ghaib.’” (QS. Al-maidah: 116)

Allah Ta’ala berfirman berkaitan dengan malaikat,

وَيَوْمَ يَحْشُرُهُمْ جَمِيعاً ثُمَّ يَقُولُ لِلْمَلَائِكَةِ أَهَؤُلَاء إِيَّاكُمْ كَانُوا يَعْبُدُونَ قَالُوا سُبْحَانَكَ أَنتَ وَلِيُّنَا مِن دُونِهِم بَلْ كَانُوا يَعْبُدُونَ الْجِنَّ أَكْثَرُهُم بِهِم مُّؤْمِنُونَ

“Dan (ingatlah) hari (yang di waktu itu) Allah mengumpulkan mereka semuanya, kemudian Allah berfirman kepada malaikat, “Apakah mereka ini dahulu menyembah kamu?’ Malaikat-malaikat itu menjawab, ‘Maha Suci Engkau. Engkaulah pelindung kami, bukan mereka. Bahkan mereka telah menyembah jin, kebanyakan mereka beriman kepada jin itu.’” (QS. Saba’: 40-41)

B. Kelompok sesembahan yang tidak memiliki akal.

Kelompok kedua adalah sesembahan yang tidak memiliki akal (ghairu ‘aaqilah). Misalnya, pohon, batu, matahari, bulan, dan sesembahan selain Allah Ta’ala lainnya yang tidak memiliki akal.

Dalil yang menunjukkan matahari dan bulan sebagai sesembahan orang musyrik adalah firman Allah Ta’ala,

وَمِنْ آيَاتِهِ اللَّيْلُ وَالنَّهَارُ وَالشَّمْسُ وَالْقَمَرُ لَا تَسْجُدُوا لِلشَّمْسِ وَلَا لِلْقَمَرِ

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah malam, siang, matahari, dan bulan. Janganlah menyembah matahari maupun bulan.” (QS. Fushilat: 37)

Syekh Shalih Fauzan Hafidzahullah menjelaskan, ”(Ayat tersebut) menunjukkan bahwa ada orang yang menyembah matahari dan bulan. Oleh karena itu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam melarang untuk melaksanakan salat ketika matahari terbit atau tenggelam dalam rangka menutup sarana menuju kesyirikan. Karena ada orang yang menyembah matahari ketika terbit atau tenggelam, maka Rasulullah melarang kita untuk melaksanakan salat pada kedua waktu tersebut, meskipun salatnya tersebut ditujukan kepada Allah. Akan tetapi, ketika salat dalam kedua waktu tersebut menyerupai perbuatan orang-orang musyrik, maka hal tersebut dilarang dalam rangka menutup sarana yang dapat mengantarkan kepada kesyirikan. Dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam melarang perbuatan syirik dan menutup sarana yang dapat mengantarkan kepada syirik tersebut” (Syarh Al-Qawa’idul Arba’, hal. 28-29).

Semua sesembahan selain Allah Ta’ala yang tidak memiliki akal itu tercakup dalam firman Allah Ta’ala,

لَوْ كَانَ هَؤُلَاء آلِهَةً مَّا وَرَدُوهَا وَكُلٌّ فِيهَا خَالِدُونَ

“Sesungguhnya kamu dan apa yang kamu sembah selain Allah adalah umpan Jahannam, kamu pasti masuk ke dalamnya. Andaikata berhala-berhala itu Tuhan, tentulah mereka tidak masuk neraka. Dan semuanya akan kekal di dalamnya.” (QS. Al-Anbiya’: 98-99)

Referensi:

Al-Maqshadul Ma’muul min Ma’aarijil Qabuul bi Syarhi Sullamil Wushuul, hal. 114-115.

Syarh Al-Qawa’idul Arba’, hal. 28-29

Rabu, 20 Desember 2023

Juairiyah binti Harist

Kisah Istri Rasulullah SAW (8)
---------------------
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

Juairiyah binti Harist

Telah kita ketahui bahwa setiap istri Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam itu memiliki suatu kelebihan. Demikian juga halnya dengan Juwairiyah yang telah membawa berkah besar bagi kaumnya, Bani al-Musthaliq. Bagaimana tidak, setelah dia memeluk Islam, Bani al-Musthaliq mengikrarkan diri menjadi pengikut Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam. Hal ini pernah diungkapkan Aisyah, “Aku tidak mengetahui jika ada seorang wanita yang lebih banyak berkahnya terhadap kaumnya daripada Juwairiyah.”

Juwairiyah adalah putri seorang pemimpin Bani al-Musthaliq yang bernama al-Harits bin Abi Dhiraar yang sangat memusuhi Islam. Rasulullah memerangi mereka sehingga banyak kalangan mereka yang terbunuh dan wanita-wanitanya menjadi tawanan perang. Di antara tawanan tersebut terdapat Juwairiyah yang kemudian memeluk Islam, dan keislamannya itu merupakan awal kebaikan bagi kaumnya.

Kelahiran dan Masa Pertumbuhannya
Juwairiyah dilahirkan empat belas tahun sebelum Nabi hijrah ke Madinah. Semula namanya adalah Burrah, yang kemudian diganti menjadi Juwairiyah. Nama lengkapnya adalah Juwairiyah binti al-Harits bin Abi Dhiraar bin Habib bin Aid bin Malik bin Judzaimah bin Musthaliq bin Khuzaah. Ayahnya, al-Harits, adalah pemimpin kaumnya yang masih musyrik dan menyembah berhala sehingga Juwairiyah dibesarkan dalam kondisi keluarga seperti itu. Tentunya dia memiliki sifat dan kehormatan sebagai keluarga seorang pemimpin. Dia adalah gadis cantik yang paling luas ilmunya dan paling baik budi pekertinya di antara kaumnya. Kemudian dia menikah dengan seorang pemuda yang bernama Musafi’ bin Shafwan.

Berada dalam Tawanan Rasulullah
Di bawah komando al-Harits bin Abi Dhiraar, orang-orang munafik berniat menghancurkan kaum muslimin. Al-Harits sudah mengetahui kekalahan orang-orang Quraisy yang berturut-turut oleh kaum muslimin. Al-Harits beranggapan, jika pasukannya berhasil mengalahkan kaum muslimin, mereka dapat menjadi penguasa suku-suku Arab setelah kekuasaan bangsa Quraisy. Al-Harits menghasut pengikutnya untuk memerangi Rasulullah dan kaum muslimin. Akan tetapi, kabar tentang persiapan penyerangan tersebut terdengar oleh Rasulullah, sehingga beliau berinisiatif untuk mendahului menyerang mereka. Dalam penyerangan tersebut, Aisyah Radhiyallahu ‘anha turut bersama Rasulullah, yang kemudian meriwayatkan pertemuan Rasulullah dengan Juwairiyah setelah dia menjadi tawanan. Perang antara pasukan kaum muslimin dengan Bani al-Musthaliq pun pecah, dan akhirnya dimenangkan oleh pasukan muslim. Pemimpin mereka, al-Harist, melarikan diri, dan putrinya, Juwairiyah, tertawan di tangan Tsabit bin Qais al-Anshari. Juwairiyah mendatangi Rasulullah dan mengadukan kehinaan dan kemalangan yang menimpanya, terutama tentang suaminya yang terbunuh dalam peperangan.

Tentang Juwairiyah, Aisyah mengemukakan cerita sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnu Saad dalam Thabaqatnya, “Rasulullah menawan wanita-wanita Bani Musthaliq, kemudian beliau menyisihkan seperlima dari antara mereka dan membagikannya kepada kaum muslimin. Bagi penunggang kuda mendapat dua bagian, dan lelaki yang lain mendapat satu bagian. Juwairiyah jatuh ke tangan Tsabit bin Qais bin Samas al-Anshari. Sebelumnya, Juwairiyah menikah dengan anak pamannya, yaitu Musafi bin Shafwan bin Malik bin Juzaimah, yang tewas dalam pertempuran melawan kaum muslimin. Ketika Rasulullah tengah berkumpul denganku, Juwairiyah datang menanyakan tentang penjanjian pembebasannya. Aku sangat membencinya ketika dia menemui beliau. Kemudian dia benkata, ‘Ya Rasulullah, aku Juwairiyah binti al-Harits, pemimpin kaumnya. Sekarang ini aku tengah berada dalam kekuasaan Tsabit bin Qais. Dia membebaniku dengan sembilan keping emas, padahal aku sangat menginginkan kebebasanku.’ Beliau bertanya, ‘Apakah engkau menginginkan sesuatu yang lebih dari itu?’ Dia balik bertanya, ‘Apakah gerangan itu?’ Beliau menjawab, ‘Aku penuhi permintaanmu dalam membayar sembilan keping emas dan aku akan menikahimu.’ Dia menjawab, ‘Baiklah, ya Rasulullah!” Beliau bersabda, ‘Aku akan melaksanakannya.’ Lalu tersebarlah kabar itu, dan para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam berkata, ‘Ipar-ipar Rasulullah tidak layak menjadi budak-budak.’ Mereka membebaskan tawanan Bani al-Musthaliq yang jumlahnya hingga seratus keluarga karena perkawinan Juwairiyah dengan Rasulullah. Aku tidak pernah menemukan seorang wanita yang lebih banyak memiliki berkah daripada Juwairiyah.”

Selain itu, Aisyah sangat memperhatikan kecantikan Juwairiyah, dan itulah di antaranya yang menyebabkan Rasulullah menawarkan untuk menikahinya. Aisyah sangat cemburu dengan keadaan seperti itu. Padahal Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam berbuat baik kepada Juwairiyah bukan semata karena wajahnya yang cantik, melainkan karena rasa belas kasih beliau kepadanya. Juwairiyah adalah wanita yang ditinggal mati suaminya dan saat itu dia telah menjadi tawanan rampasan perang kaum muslimin.

Mendengar putrinya berada dalam tawanan kaum muslimin, al-Harits bin Abi Dhiraar mengumpulkan puluhan unta dan dibawanya ke Madinah untuk menebus putrinya. Sebelum sampai di Madinah dia berpendapat untuk tidak membawa seluruh untanya, namun dia hanya membawa dua ekor unta yang terbaik, yang kemudian dibawa ke al-Haqiq di bawah pengawasan para pengawalnya. Lalu dia pergi ke Madinah dan menemui Rasulullah di masjid. Terdapat dua riwayat yang menerangkan pertemuan al-Harits dengan Rasulullah. Dalam riwayat pertama, seperti yang diungkapkan Ibnu Saad dalam Thabaqat-nya, dikatakan bahwa Rasulullah menyerahkan keputusan kepada Juwairiyah.

Juwairiyah berkata, “Aku telah memilih Rasulullah ..” Ayahnya berkata, “Demi Allah, kau telah menghinakan kami.” Dalam riwayat kedua seperti yang disebutkan Ibnu Hisyam bahwa al-Harits menemui Rasulullah dan berkata, “Ya Muhammad, engkau telah menawan putriku. Ini adalah tebusan untuk kebebasannya.” Rasulullah menjawab, “Di manakah kedua unta yang engkau sembunyikan di al-Haqiq? Di tempat anu dan anu?” Al-Harits menjawab, “Aku bersaksi tiada Tuhan selain Allah, dan engkau adalah utusanNya. Tiada yang mengetahui hal itu selain Allah.” Al-Harits memeluk Islam dan diikuti sebagian kaumnya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam meminang Juwairiyah dengan mas kawin 400 dirham.

Berada di Rumah Rasulullah
Ketika Juwairiyah menikah dengan Rasulullah, beliau mengubah namanya, yang asalnya Burrah menjadi Juwairiyah, sebagaimana disebutkan dalam Thabaqat-nya Ibnu Saad, “Nama Juwairiyah binti al-Harits merupakan perubahan dari Burrah. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menggantinya menjadi Juwairiyah, karena khawatir disebut bahwa beliau keluar dari rumah burrah.”

Juwairiyah telah memeluk Islam dan keimanan di hatinya telah kuat. Semata-mata dia mengikhlaskan diri untuk Allah dan Rasul-Nya. Ibnu Abbas banyak meriwayatkan shalat dan ibadahnya, di antaranya, “Ketika itu Rasulullah hendak melakukan shalat fajar dan keluar dari tempatnya. Setelah shalat fajar dan duduk hingga matahani meninggi, beliau pulang, sementara Juwairiyah tetap dalam shalatnya. Juwairiah berkata, ‘Aku tetap giat shalat setelahmu, ya Rasulullah.’ Nabi bersabda, ‘Aku akan mengatakan sebuah kalimat setelahmu. Jika engkau kerjakan, niscaya akan lebih berat dalam timbangan, ‘Maha Suci Allah, sebanyak yang Dia ciptakan. Maha Suci Allah Penghias Arsy-Nya. Maha Suci Allah, unsur seluruh kalimat-Nya.”

Setelah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam meninggal dunia, Juwairiyah mengasingkan diri serta memperbanyak ibadah dan bersedekah di jalan Allah dengan harta yang diterimanya dari Baitul-Mal. Ketika terjadi fitnah besar berkaitan dengan Aisyah, dia banyak berdiam diri, tidak berpihak ke mana pun.

Wafat
Juwairiyah wafat pada masa kekhalifahan Mu’awiyah bin Abu Sufyan, pada usianya yang keenam puluh. Dia dikuburkan di Baqi’, bersebelahan dengan kuburan istri-istri Rasulullah yang lain. Semoga Allah rela kepadanya dan kepada semua istri Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam Semoga Allah memberikan kemuliaan kepadanya di akhirat dan ditempatkan bersama hamba-hamba yang saleh. Amin.

Selasa, 12 Desember 2023

Tadabbur Al-Quran Hal. 351

Tadabbur Al-Quran Hal. 351
----------------------------------------------
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

- Al Qur'an Indonesia Tajwid.
- An-Nur ayat 11 :

اِنَّ الَّذِيْنَ جَاۤءُوْ بِالْاِفْكِ عُصْبَةٌ مِّنْكُمْۗ  لَا تَحْسَبُوْهُ شَرًّا لَّكُمْۗ بَلْ هُوَ خَيْرٌ لَّكُمْۗ لِكُلِّ امْرِئٍ مِّنْهُمْ مَّا اكْتَسَبَ مِنَ الْاِثْمِۚ وَالَّذِيْ تَوَلّٰى كِبْرَهٗ مِنْهُمْ لَهٗ عَذَابٌ عَظِيْمٌ

Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu (juga). Janganlah kamu mengira berita itu buruk bagi kamu bahkan itu baik bagi kamu. Setiap orang dari mereka akan mendapat balasan dari dosa yang diperbuatnya. Dan barangsiapa di antara mereka yang mengambil bagian terbesar (dari dosa yang diperbuatnya), dia mendapat azab yang besar (pula). [560]

- [560] Berita bohong ini mengenai Aisyah radhiallahu anha, sehabis berperang dengan Bani Mushthaligq di bulan Sya'ban tahun ke 5 Hijrah. Peperangan itu dikuti oleh kaum munafik, dan turut pula Aisyah bersama Nabi Muhammad dengan undian yang diadakan diantara isteri-isteri beliau. Dalam perjalanan mereka ketika kembali dari peperangan, mereka berhenti pada suatu tempat. Aisyah keluar dari sekedupnya untuk suatu keperluan, dan ketika kembali ke sekedupnya dia merasa bahwa kalungnya hilang, lalu dia kenmbali lagi mencarinya. Sementara itu, rombongan berangkat membawa sekedup itu dengan persangkaan bahwa Aisyah masih berada di dalam sekedupnya. Setelah Aisyah mengetahui bahwa sekedupnya telah berangkat, maka dia duduk di tempatnya dan berharap orang-orang akan kembali menjemputnya. Kebetulan, lewat di tempat itu seorang sahabat Nabi yaitu Shafwan bin Mu'aththal. Dia terkejut melihat seseorang yang sedang tidur sendirian seraya mengucapkan "Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un, istri Rasulullah!". Maka Aisyah pun terbangun. Lalu dia dipersilakan oleh Shafwan untuk mengendarai untanya sedangkan Shafwan berjalan di depan menuntun untanya hingga mereka sampai di Madinah. Orang-orang yang melihat mereka., membicarakan hal ini menurut pendapat mereka masing-masing. Maka mulailah timbul desas-desus lalu kemudian kaum munafik membesar-besarkannya sehingga tuduhan atas Aisyah semakin menyebar dan menimbulkan kegoncangan di kalangan kaum muslimin.

- Tafsir Al Muyassar An-Nur ayat 11 :

Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita terbohong. yakni tuduhan terhadap Ummul Mukminin Aisyah dengan perbuatan zina, mereka adalah dari golongan yang dinisbatkan kepada kalian (wahai kaum muslimin). Janganlah kalian mengira bahwa perkataan mereka itu buruk bagi kalian, bahkan ia adalah baik bagi kalian. Karena dalam peristiwa itu terdapat penetapan tentang bebasnya Ummul Mukminin dari tuduhan tersebut, kesuciannya, diagungkan penyebutannya, mengangkat derajatnya, dan menghapus keburukannya.

Setiap orang dari mereka yang mengabarkan kabar dusta tersebut akan mendapat balasan dari dosa yang mereka kerjakan. Yang paling besar tanggungannya adalah Abdullah bin Ubay bin Salul, mudah-mudahan Allah melaknatnya. la merupakan pembesar kaum munafik. Dia akan mendapatkan azab yang sangat pedih nanti di akhirat. Yaitu berada di kerak neraka yang paling dalam selama-lamanya.

- Asmā'ul Husnā :

Allah Swt. mempunyai nama Ar-Rouf artinya, hanya Dia yang Maha lemah-lembut terhadap hamba-hamba-Nya yang beriman. Dialah yang menjaga pendengaran, penglihatan, gerak, dan diam mereka dalam bertauhid dan taat kepada-Nya. Inilah kesempurnaan kasih sayang terhadap orang-orang yang benar. Juga mengandung makna Maha lemah-lembut terhadap orang-orang yang durhaka kepada-Nya. Dia membukakan bagi mereka kesempatan untuk bertobat selama nyawa belum terlepas dari kerongkongannya atau matahari terbit dari sebelah barat.

Seorang muslim yang mengesakan Allah dengan nama ini, hatinya penuh dengan belas kasih terhadap sesama muslim secara umum dan khusus. Namun belas kasih ini ditempatkan pada tempatnya karena ia merupakan salah satu akhlak terpuji dan sifat yang agung. Walaupun kadang bersikap keras dan tegas bermanfaat di sebagian kondisi-seperti diberlakukannya hukum had, serta memerangi orang-orang yang berbuat kerusakan dan aniaya di saat nasehat dan lemah lembut tidak berlaku dan tidak bermanfaat bagi mereka. (Dr. Mahmūd Abdurrazāk Ar-Ridwāni, Ad-Du äu bil Asmāil Husnā, 2005 M: 104).

- Riyāduş Şālihin :

Dari lbnu 'Umar Ra., Rasulullah Saw. bersabda, "Seorang muslim adalah saudara bagi muslim lainnya, dia tidak menzaliminya dan tidak membiarkannya untuk disakiti. Siapa yang membantu kebutuhan saudaranya, maka Allah akan membantu memenuhi kebutuhannya. Siapa yang menghilangkan satu kesusahan seorang muslim, maka Allah akan menghilangkan satu kesusahan baginya dari kesusahan-kesusahan hari kiamat. Siapa yang menutupi (aib) seorang muslim, maka Allah akan menutupi aibnya pada hari kiamat." (HR AI-Bukhāri-Muslim).

Hadis di atas memberikan beberapa faedah:

(a) Melapangkan kesulitan dan menutupi aib orang lain merupakan kebaikan di antara makhluk Allah dan Allah Swt. mencintai kebaikan yang dimiliki keluarganya.

(b) Haram menzalimi muslim dan membiarkannya dizalimi orang lain.

(c) Berikhtiar untuk menutupi kebutuhan hidup muslim dan melapangkan kegelisahannya.

(Dr. Muştafā Sa'lid Al-Khin, Nuzhatul Muttaqina Syarhu Riyādis Salihina, Juz 1, 1407H/1987 M: 250).

- Hadiš Nabawi :

Dari Al-Bara' Ra., sesungguhnya Rasulullah Saw. salat dengan menghadap ke Baitul Magdis selama enam belas atau tujuh belas bulan. Beliau menyukai jika kiblatnya menghadap ke arah Ka'bah. Kemudian beliau pun Salat asar bersama sekelompok sahabat dengan menghadap ke arah kiblat. Setelah itu salah seorang dari sahabat tersebut keluar dan melewati kaum muslimin di sebuah masjid yang pada waktu itu mereka sedang rukuk. Sahabat tadi berkata, "Aku bersaksi kepada Allah, sungguh aku telah salat bersama Nabi Saw. dengan menghadap kiblat." Mereka pun segera berputar dalam keadaan salat menghadap ke arah kiblat.

Ada beberapa orang yang telah meninggal dengan menghadap ke arah kiblat pertama yang kami tidak tahu apa yang harus kami katakan mengenai hukumnya bagi mereka tersebut. Maka Allah pun menurunkan ayat {..Dan Allah tidak akan menyia-nyiakan ke imanan kalian, sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia. } (QS Al-Baqarah, 2: 143). (HR A Bukhārí, Sahihu'l Bukhāri, Juz 6, No. Hadis 4486, 1400 H: 25).

- Penjelasan Surah An-Nur Ayat 11-20 :

Ayat 11-20 terkait dengan peristiwa yang menimpa keluarga Rasul Saw. sehingga sempat menggoncangkan kehidupan rumah tangga Rasul Saw. Kisahnya bermula dari kaum munafik yang diketuai Abdullah Bin Ubai Bin Salul menuduh Aisyah berzina dengan sahabat Shafwan dan menyebarkan berita bohong itu sampai tersebar di kalangan masyarakat Madinah. Sebagian kaum muslimin sempat terpengaruh saking dahsyatnya berita bohong yang disebarkan kaum munafikin itu. Ini adalah cobaan berat bagi Rasul saw. 

Berita bohong tersebut beredar dikalangan masyarakat Madinah selama satu bulan sampai  Allah turunkan ayat-ayat ini untuk menjelaskan Aisyah bersih dari tuduhan itu. Berita bohong itu tidak akan berdampak buruk kepada Rasulullah saw. dan keluarganya, melainkan mengandung kebaikan. Dengan demikian terbuka tabir siapa sebenarnya Abdullah Bin Ubai Bin Salu dan kawan-kawanya dan pada waktu yang sama menambah kecintaan para sahabat terhadap Rasul saw. dan keluarganya.

Sungguh tipu daya kaum munafik itu sangat dahsyat. Kalaulah bukan karena karunia dan rahmat Allah, kehidupan  kaum mukmin saat itu kacau. Allah mengancam orang yang menyebarkan berita keji itu dengan azab yang pedih di dunia dan akhirat.

Sabtu, 02 Desember 2023

5 Amalan Berpahala Haji

Tematik (180)
---------------------
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
 
5 Amalan Berpahala Haji

Ada lima amalan yang jika diamalkan bisa berpahala haji. Amalan ini ada yang ringan bahkan kita bisa melakukannya setiap waktu. Walau ringan, namun pahalanya sangat luar biasa.

1. Shalat lima waktu berjama’ah di masjid.

Dari Abu Umamah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ مَشَى إِلَى صَلاَةٍ مَكْتُوْبَةٍ فِي الجَمَاعَةِ فَهِيَ كَحَجَّةٍ وَ مَنْ مَشَى إِلَى صَلاَةٍ تَطَوُّعٍ فَهِيَ كَعُمْرَةٍ نَافِلَةٍ

“Siapa yang berjalan menuju shalat wajib berjama’ah, maka ia seperti berhaji. Siapa yang berjalan menuju shalat sunnah, maka ia seperti melakukan umrah yang sunnah.” (HR. Thabrani dalam Al-Mu’jam Al-Kabir, 8: 127. Syaikh Al-Albani dalam Shahih wa Dha’if Al-Jami’ Ash-Shagir, no. 11502 menyatakan bahwa hadits ini hasan)

2. Melakukan shalat isyraq.
 
Cara melakukannya:

a. Shalat shubuh berjamaah di masjid.
b. Berdiam untuk berdzikir dan melakukan kegiatan yang manfaat.
c. Ketika matahari setinggi tombak (15 menit setelah matahari terbit) melakukan shalat dua raka’at (disebut shalat isyraq atau shalat Dhuha di awal waktu).

Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ صَلَّى الْغَدَاةَ فِى جَمَاعَةٍ ثُمَّ قَعَدَ يَذْكُرُ اللَّهَ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ كَانَتْ لَهُ كَأَجْرِ حَجَّةٍ وَعُمْرَةٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- تَامَّةٍ تَامَّةٍ تَامَّةٍ

“Barangsiapa yang melaksanakan shalat shubuh secara berjama’ah lalu ia duduk sambil berdzikir pada Allah hingga matahari terbit, kemudian ia melaksanakan shalat dua raka’at, maka ia seperti memperoleh pahala haji dan umroh.” Beliau pun bersabda, “Pahala yang sempurna, sempurna dan sempurna.” (HR. Tirmidzi, no. 586. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan)

3. Menghadiri majelis ilmu di masjid.
 
Dari Abu Umamah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ غَدَا إِلَى الْمَسْجِدِ لا يُرِيدُ إِلا أَنْ يَتَعَلَّمَ خَيْرًا أَوْ يُعَلِّمَهُ، كَانَ لَهُ كَأَجْرِ حَاجٍّ تَامًّا حَجَّتُهُ

“Siapa yang berangkat ke masjid yang ia inginkan hanyalah untuk belajar kebaikan atau mengajarkan kebaikan, ia akan mendapatkan pahala haji yang sempurna hajinya.” (HR. Thabrani dalam Al-Mu’jam Al-Kabir, 8: 94. Syaikh Al-Albani dalam Shahih At-Targhib wa At-Tarhib, no. 86 menyatakan bahwa hadits ini hasan shahih)

4. Membaca tasbih, tahmid dan takbir setelah shalat.
 
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,

جَاءَ الْفُقَرَاءُ إِلَى النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – فَقَالُوا ذَهَبَ أَهْلُ الدُّثُورِ مِنَ الأَمْوَالِ بِالدَّرَجَاتِ الْعُلاَ وَالنَّعِيمِ الْمُقِيمِ ، يُصَلُّونَ كَمَا نُصَلِّى ، وَيَصُومُونَ كَمَا نَصُومُ ، وَلَهُمْ فَضْلٌ مِنْ أَمْوَالٍ يَحُجُّونَ بِهَا ، وَيَعْتَمِرُونَ ، وَيُجَاهِدُونَ ، وَيَتَصَدَّقُونَ قَالَ « أَلاَ أُحَدِّثُكُمْ بِأَمْرٍ إِنْ أَخَذْتُمْ بِهِ أَدْرَكْتُمْ مَنْ سَبَقَكُمْ وَلَمْ يُدْرِكْكُمْ أَحَدٌ بَعْدَكُمْ ، وَكُنْتُمْ خَيْرَ مَنْ أَنْتُمْ بَيْنَ ظَهْرَانَيْهِ ، إِلاَّ مَنْ عَمِلَ مِثْلَهُ تُسَبِّحُونَ وَتَحْمَدُونَ ، وَتُكَبِّرُونَ خَلْفَ كُلِّ صَلاَةٍ ثَلاَثًا وَثَلاَثِينَ » . فَاخْتَلَفْنَا بَيْنَنَا فَقَالَ بَعْضُنَا نُسَبِّحُ ثَلاَثًا وَثَلاَثِينَ ، وَنَحْمَدُ ثَلاَثًا وَثَلاَثِينَ ، وَنُكَبِّرُ أَرْبَعًا وَثَلاَثِينَ . فَرَجَعْتُ إِلَيْهِ فَقَالَ « تَقُولُ سُبْحَانَ اللَّهِ ، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ ، وَاللَّهُ أَكْبَرُ ، حَتَّى يَكُونَ مِنْهُنَّ كُلِّهِنَّ ثَلاَثًا وَثَلاَثِينَ »

“Ada orang-orang miskin datang menghadap Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka berkata, orang-orang kaya itu pergi membawa derajat yang tinggi dan kenikmatan yang kekal. Mereka shalat sebagaimana kami shalat. Mereka puasa sebagaimana kami berpuasa. Namun mereka memiliki kelebihan harta sehingga bisa berhaji, berumrah, berjihad serta bersedekah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas bersabda, “Maukah kalian aku ajarkan suatu amalan yang dengan amalan tersebut kalian akan mengejar orang yang mendahului kalian dan dengannya dapat terdepan dari orang yang setelah kalian. Dan tidak ada seorang pun yang lebih utama daripada kalian, kecuali orang yang melakukan hal yang sama seperti yang kalian lakukan. Kalian bertasbih, bertahmid, dan bertakbir di setiap akhir shalat sebanyak tiga puluh tiga kali.”

Kami pun berselisih. Sebagian kami bertasbih tiga puluh tiga kali, bertahmid tiga puluh tiga kali, bertakbir tiga puluh empat kali. Aku pun kembali padanya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ucapkanlah subhanallah wal hamdulillah wallahu akbar, sampai tiga puluh tiga kali.” (HR. Bukhari, no. 843)

5. Umrah di bulan Ramadhan.

Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bertanya pada seorang wanita,

مَا مَنَعَكِ أَنْ تَحُجِّى مَعَنَا

“Apa alasanmu sehingga tidak ikut berhaji bersama kami?”

Wanita itu menjawab, “Aku punya tugas untuk memberi minum pada seekor unta di mana unta tersebut ditunggangi oleh ayah fulan dan anaknya –ditunggangi suami dan anaknya-. Ia meninggalkan unta tadi tanpa diberi minum, lantas kamilah yang bertugas membawakan air pada unta tersebut". Lantas Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

فَإِذَا كَانَ رَمَضَانُ اعْتَمِرِى فِيهِ فَإِنَّ عُمْرَةً فِى رَمَضَانَ حَجَّةٌ

“Jika Ramadhan tiba, berumrahlah saat itu karena umrah Ramadhan senilai dengan haji.” (HR. Bukhari, no. 1782; Muslim, no. 1256)

Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Yang dimaksud adalah umrah Ramadhan mendapati pahala seperti pahala haji. Namun bukan berarti umrah Ramadhan sama dengan haji secara keseluruhan. Sehingga jika seseorang punya kewajiban haji, lalu ia berumrah di bulan Ramadhan, maka umrah tersebut tidak bisa menggantikan haji tadi.” (Syarh Shahih Muslim, 9:2)

Semoga Allah memudahkan kita mengamalkan amalan di atas. Moga kita pun dimudahkan untuk mengamalkan haji yang sebenarnya.

Jumat, 24 November 2023

Tadabbur Al-Quran Hal. 350

Tadabbur Al-Quran Hal. 350
----------------------------------------------
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

- Al Qur'an Indonesia Tajwid.

- An-Nur ayat 3 :

اَلزَّانِيْ لَا يَنْكِحُ اِلَّا زَانِيَةً اَوْ مُشْرِكَةً ۖوَّالزَّانِيَةُ لَا يَنْكِحُهَآ اِلَّا زَانٍ اَوْ مُشْرِكٌۚ وَحُرِّمَ ذٰلِكَ عَلَى الْمُؤْمِنِيْنَ

Pezina laki-laki tidak boleh menikah kecuali dengan pezina perempuan, atau dengan perempuan musyrik; dan pezina perempuan tidak boleh menikah kecuali dengan pezina laki-laki atau dengan laki-laki musyrik; dan yang demikian itu diharamkan bagi orang-orang mukmin. [558]

- [558] Tidak pantas bagi orang yang beriman menikah dengan yang berzina, demikian juga sebaliknya.

- Tafsir Al Muyassar An-Nur ayat 3 :

Laki-laki pezina tidak akan rela menikah melainkan dengan perempuan yang berzina atau perempuan musyrik yang tidak menetapkan keharaman berzina. Dan perempuan pezina tidak akan rela dinikahi melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik yang tidak menetapkan keharaman berzina. Adapun lelaki dan perempuan yang terhormat maka mereka tidak akan rela melaksanakan perbuatan terzebut. Pernikahan semacam ini haram bagi orang-orang yang beriman. Ayat ini merupakan dalil yang jelas tentang keharaman menikahi wanita pezina hingga dia bertaubat. Begitu juga ayat ini menjelaskan keharaman menikahkan lelaki pezina hingga ia bertaubat.

- Asbabun Nuzul :

Diriwayatkan oleh an-Nasa-i yang bersumber dari Abdullah bin Umar bahwa Ummu Mahzul, seorang wanita pezina, akan dinikahi oleh seorang sahabat Nabi sallallahu alaihi wa sallam Maka turunlah ayat ini yang menjelaskan bahwa seorang wanita pezina haram dinikah kecuali oleh pezina atau orang yang musyrik.

Diriwayatkan oleh Abu Dawud, At Tirmidzi, an-Nasa-i, dan Al Hakim, dari hadits Amr bin Syư'aib, dari bapaknya, yang bersumber dari datuknya bahwa Mazid biasa mengangkut barang dagangannya dari al-Anbar ke Mekah untuk dijual disana. la bertemu kembali dengan kawannya, seorang wanita bernama Anag (wanita pezina). Mazid meminta izin kepada Nabi sallallahu alaihi wa sallam untuk menikahinya. Akan tetapi beliau tidak menjawab, sehingga turun ayat ini. Rasulullah bersabda: "Hai Mazid, seorang pezina tidak akan menikahi kecuali pezina juga. Oleh karena itu janganlah engkau menikah dengannya."

Diriwayatkan oleh Sa'id bin Manshur yang bersumber dari Mujahid bahwa ketika Allah mengharamkan zina, disekitar mereka banyak wanita pezina yang cantik-cantik.

Berkatalah orang-orang pada saat itu: "Jangan biarkan mereka pergi, dan biarkanlah mereka kawin."  Maka turunlah ayat ini yang menegaskan bahwa wanita pezina hanyalah dikawini oleh laki-laki pezina atau laki-laki musyrik.

- Tafsir lbnu Kasir :

Allah berfirman, { Pezina perempuan dan pezina laki-laki, deralah masing-masing dari keduanya seratus kali.. } Ayat yang mulia ini menetapkan hukuman Had (sanksi) bagi pezina. Orang yang berzina ada dua keadaan, yaitu yang belum menikah dan yang pernah berhubungan badan melalui pernikahan yang sah, orang merdeka, balig, dan berakal. Bila yang berzina itu seorang yang belum menikah, maka hukumannya didera seratus kali, sebagaimana dijelaskan dalam ayat. Selain itu, menurut jumhur ulama, diasingkan dari daerahnya selama satu tahun. Sedangkan menurut Hanafiyah, pengasingan tersebut diserahkan kepada keputusan pemimpin. Landasan jumhur ulama ialah hadis yang tercantum dalam kitab Sahihain dari sahabat Abu Hurairah dan Zaid bin Khalid Al-Juhani tentang peristiwa dua orang Arab Baduy yang datang kepada Nabi Saw., salah seorang dari mereka berkata, "Sesungguhnya anakku adalah buruh yang bekerja pada orang ini lalu dia berzina dengan istrinya, maka aku diberi tahu bahwa anakku harus dirajam.

Kemudian, aku tebus anakku dengan seratus ekor kambing dan seorang budak wanita. Kemudian aku bertanya kepada ahli ilmu, lalu mereka memberi tahuku bahwa hukuman atas anakku cukup dicambuk seratus kali dan diasingkan selama setahun, sedangkan istri orang itu dirajam." Maka Rasulullah Saw. bersabda, "Demi Zat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh aku akan putuskan bagi kalian berdua dengan menggunakan Kitab Allah. Adapun seorang budak dan kambing seharusnya dikembalikan dan untuk anakmu dikenakan hukum cambuk sebanyak seratus kali danbdiasingkan selama setahun. Adapun kamu, wahai Unais, besok pagi datangilah istri orang ini. Jika dia mengaku, maka rajamlah." Kemudian Unais mendatangi wanita itu dan dia pun mengakuinya. Maka, Rasulullah Saw. memerintahkan agar wanita itu dirajam. Hadis ini menunjukkan bahwa hukuman bagi pezina yang belum menikah ialah didera seratus kali dan diasingkan dari daerahnya selama satu tahun. Adapun hukuman bagi pezina yang pernah menikah ialah dirajam. (lbnu Kaśir, Tafsirul Qur'ānil Azimi, Jilid 10, 1421 H/2000 M: 159-160).

- Riyāduş Şālihin :

Dari Abu Nujayid "Imran bin Huşain Ra., bahwa seorang wanita dari Juhainah datang menghadap kepada Nabi Saw. padahal dia sedang hamil akibat melakukan zina.

Wanita itu berkata, "Wahai Rasulullah, aku telah melanggar hukum. Oleh karena itu, tegakkanlah hukuman itu atasku." Lalu Nabi Allah memanggil wali perempuan itu dan bersabda kepadanya, 'Rawatlah wanita ini sebaik-baiknya, apabila dia telah melahirkan, bawalah dia ke hadapanku. Lalu walinya melakukan pesan tersebut. Setelah itu Nabi Saw. memerintahkan untuk merajam wanita tersebut, maka pakaian wanita tersebut dirapikan (agar auratnyatidak terbuka saat dirajam). Kemudian beliau memerintahkan agar ia dirajam. Setelah dirajam, beliau mensalatkan jenazahnya, namun hal itu membuat Umar Ra. bertanya kepada beliau, Wahai Nabi Allah, perlukah dia disalatkan? Bukankah dia telah berzina?" Beliau menjawab, "Sungguh, dia telah bertobat. Kalau sekiranya tobatnya itu dibagi-bagikan kepada tujuh puuh orang penduduk Madinah, pasti tobatnya akan mencukupi mereka semua. Adakah tobat yang lebih utama daripada menyerahkan nyawa kepada Allah Swt. secara ikhlas?" (HR Muslim).

Hadiš di atas memberikan faedah:

(a) Seorang mukmin yang telah melakukan dosa lalu merasakan kepedihan dan menyesali perbuatannya, serta berantusias untuk menyucikan diri dari noda dosa meskipun cara penyuciannya itu akan menyebabkan kematian dirinya, niscaya ia akan bertemu dengan Allah Swt. dalam keadaan Allah meridainya.

(b) Sanksi di dunia yang sesuai dengan syariat Islam akan menghapus dosa maksiat apabila disertai penyesalan dan tobat.

(c) Sanksi zina tidak diberlakukan terhadap wanita yang hamil sehingga ia melahirkan. Jika sanksinya berupa cambuk, maka diberlakukan setelah ia bersih dari nifas. Jika sanksinya berupa rajam, maka diberlakukan setelah ia melahirkan.

(Dr. Muştafā Sa'id Al-Khin, Nuzhatul Muttaqina Syarhu Riyādis Şālihina, Juz 1, 1407 H/1987 M: 53-54).

- Hadis Nabawi :

Imam Al-Bukhāri berkata, "Telah bercerita kepada kami Malik bin Isma'il, telah bercerita kepada kami Abdul 'Aziz, telah mengabarkan kepada kami lbnu Syihab dari Ubaidillah bin "Abdillah bin Utbah dari Zaid bin Khalid Al-Juhani, ia berkata, Aku mendengar Nabi Saw. menyuruh untuk menghukum orang yang berzina yang belum menikah dengan dera seratus kali deraan dan diasingkan selama setahun. lbnu Syihab berkata, "Telah mengabarkan kepadaku "Urwah bin Zubair bahwa Umar bin Khattab pernah mengasingkan (pelaku zina), dan yang demikian menjadi sunnah." (HR AI-Bukhāri, Sahihu'l Bukhāri, Juz 8, No. Hadiš, 6831, 1400 H: 171).

- Hadis Qudsi :

Imam Muslim berkata, "Telah bercerita kepada kami Abdullah bin Amir bin Zurarah Al-Hadrami, telah bercerita kepada kamu Muhammad bin Fudail, dari Mukhtar bin Fulful, dari Anas bin Malik, dari Rasulullah Saw., beliau bersabda, "Allah berfirman, Sesungguhnya umatmu senantiasa berkata apa ini dan apa itu hingga mereka mengatakan, tni Allah yang menciptakan makhuk, lalu siapakah yang menciptakan Allah?." (HR Muslim). (Syaikh Mustafa Al-Adawy, Şahihu'l Ahādisil Qudsiyyati, t.t: 220).

- Penjelasan Surah An-Nur Ayat 1-10 :

Ayat 1-10 dari surah An-Nur ini menjelaskan hukum terkait tindak kejahatan zina dan pernikahan.
 
1. Wanita dan lelaki yang belum menikah berzina, hukumannya 100 kali cambuk. Penerapan hukum Allah ini tidak boleh diabaikan atau dieliminir dalam kehidupan. Pelaksanaannya harus disaksikan segolongan kaum mukmin. 

2. Lelaki mukmin tidak boleh menikahi wanita penzina dan begitu juga sebaliknya. 

3. Orang yang menuduh wanita atau lelaki yang baik berzina dan tidak bisa mendatangkan saksi 4 orang, maka hukumannya 80 kali cambuk dan tidak boleh dijadikan saksi selamanya kecuali ia bertobat dan memperbaiki dirinya. 

4. Suami yang  menuduh istrinya berzina, namun tidak ada  saksi, maka sebagai ganti 4 saksi adalah bersumpah atas nama Allah 4 kali untuk membuktikan tuduhannya benar. Sumpah yang kelima sebagi bukti ia siap dilaknat Allah jika ia berbohong. Kalau istri bersumpah 4 kali sebagai  bukti suaminya yang berbohong dan sumpah yang kelima ia (istri) siap dilaknat Allah jika suaminya benar, maka istri tersebut dibebaskan dari hukuman. Itulah sistem Allah yang penuh kasih sayang. Dia Maha Penerima Tobat dan Maha Bijaksana.

Minggu, 19 November 2023

Dibangunkan Rumah di Surga

Tematik (179)
---------------------
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
 
Dibangunkan Rumah di Surga

Ini ada beberapa amalan sederhana yang bila diamalkan akan dibangunkan rumah atau istana di surga. Amalan-amalan tersebut adalah:

Pertama: Membangun masjid dengan ikhlas karena Allah
Dari Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ بَنَى مَسْجِدًا لِلَّهِ كَمَفْحَصِ قَطَاةٍ أَوْ أَصْغَرَ بَنَى اللَّهُ لَهُ بَيْتًا فِى الْجَنَّةِ

“Siapa yang membangun masjid karena Allah walaupun hanya selubang tempat burung bertelur atau lebih kecil, maka Allah bangunkan baginya (rumah) seperti itu pula di surga.” (HR. Ibnu Majah, no. 738. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih)

Mafhash qathaah dalam hadits artinya lubang yang dipakai burung menaruh telurnya dan menderum di tempat tesebut. Dan qathah adalah sejenis burung.

Hadits tentang keutamaan membangun masjid juga disebutkan dari hadits ‘Utsman bin ‘Affan. Di masa Utsman yaitu tahun 30 Hijriyah hingga khilafah beliau berakhir karena terbunuhnya beliau, dibangunlah masjid Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam. Utsman katakan pada mereka yang membangun sebagai bentuk pengingkaran bahwa mereka terlalu bermegah-megahan. Lalu Utsman membawakan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

مَنْ بَنَى مَسْجِدًا لِلَّهِ بَنَى اللَّهُ لَهُ فِى الْجَنَّةِ مِثْلَهُ

“Siapa yang membangun masjid karena Allah, maka Allah akan membangun baginya semisal itu di surga.” (HR. Bukhari, no. 450; Muslim, no. 533).

Kata Imam Nawawi rahimahullah, maksud akan dibangun baginya semisal itu di surga ada dua tafsiran:

1- Allah akan membangunkan semisal itu dengan bangunan yang disebut bait (rumah). Namun sifatnya dalam hal luasnya dan lainnya, tentu punya keutamaan tersendiri. Bangunan di surga tentu tidak pernah dilihat oleh mata, tak pernah didengar oleh telinga, dan tak pernah terbetik dalam hati akan indahnya.

2- Keutamaan bangunan yang diperoleh di surga dibanding dengan rumah di surga lainnya adalah seperti keutamaan masjid di dunia dibanding dengan rumah-rumah di dunia. (Syarh Shahih Muslim, 5: 14)

Kedua: Membaca surat Al-Ikhlas sepuluh kali
Dari Mu’adz bin Anas Al-Juhaniy radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ قَرَأَ (قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ) حَتَّى يَخْتِمَهَا عَشْرَ مَرَّاتٍ بَنَى اللَّهُ لَهُ قَصْراً فِى الْجَنَّةِ

“Siapa yang membaca qul huwallahu ahad sampai ia merampungkannya (surat Al-Ikhlas, pen.) sebanyak sepuluh kali, maka akan dibangunkan baginya rumah di surga.” (HR. Ahmad, 3: 437. Syaikh Al-Albani dalam Ash-Shahihah mengatakan bahwa hadits ini hasan dengan berbagai penguat)

Ketiga: Mengerjakan shalat dhuha empat raka’at dan shalat sebelum Zhuhur empat raka’at
Dari Abu Musa radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ صَلَّى الضُّحَى أَرْبَعًا، وَقَبْلَ الأُولَى أَرْبَعًا بنيَ لَهُ بِهَا بَيْتٌ فِي الْجَنَّةِ

“Siapa yang shalat Dhuha empat raka’at dan shalat sebelum Zhuhur empat raka’at, maka dibangunkan baginya rumah di surga.” (HR. Ath-Thabrani dalam Al-Awsath. Dalam Ash-Shahihah no. 2349 disebutkan oleh Syaikh Al-Albani bahwa hadits ini hasan)

Keempat: Mengerjakan 12 raka’at shalat rawatib dalam sehari
Dari Ummu Habibah –istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam-, Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ صَلَّى اثْنَتَىْ عَشْرَةَ رَكْعَةً فِى يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ بُنِىَ لَهُ بِهِنَّ بَيْتٌ فِى الْجَنَّةِ

“Barangsiapa mengerjakan shalat sunnah dalam sehari-semalam sebanyak 12 raka’at, maka karena sebab amalan tersebut, ia akan dibangun sebuah rumah di surga.” (HR. Muslim, no. 728)

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ ثَابَرَ عَلَى ثِنْتَىْ عَشْرَةَ رَكْعَةً مِنَ السُّنَّةِ بَنَى اللَّهُ لَهُ بَيْتًا فِى الْجَنَّةِ أَرْبَعِ رَكَعَاتٍ قَبْلَ الظُّهْرِ وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَهَا وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ الْمَغْرِبِ وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ الْعِشَاءِ وَرَكْعَتَيْنِ قَبْلَ الْفَجْرِ

“Barangsiapa merutinkan shalat sunnah dua belas raka’at dalam sehari, maka Allah akan membangunkan bagi dia sebuah rumah di surga. Dua belas raka’at tersebut adalah empat raka’at sebelum  zhuhur, dua raka’at sesudah zhuhur, dua raka’at sesudah maghrib, dua raka’at sesudah ‘Isya, dan dua raka’at sebelum shubuh.” (HR. Tirmidzi, no. 414; Ibnu Majah, no. 1140; An-Nasa’i, no. 1795. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini hasan)

Kelima: Meninggalkan perdebatan
Keenam: Meninggalkan dusta
Ketujuh: Berakhlak mulia
Dari Abu Umamah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَنَا زَعِيمٌ بِبَيْتٍ فِى رَبَضِ الْجَنَّةِ لِمَنْ تَرَكَ الْمِرَاءَ وَإِنْ كَانَ مُحِقًّا وَبِبَيْتٍ فِى وَسَطِ الْجَنَّةِ لِمَنْ تَرَكَ الْكَذِبَ وَإِنْ كَانَ مَازِحًا وَبِبَيْتٍ فِى أَعْلَى الْجَنَّةِ لِمَنْ حَسَّنَ خُلُقَهُ

“Aku memberikan jaminan rumah di pinggiran surga bagi orang yang meninggalkan perdebatan walaupun dia orang yang benar. Aku memberikan jaminan rumah di tengah surga bagi orang yang meninggalkan kedustaan walaupun dalam bentuk candaan. Aku memberikan jaminan rumah di surga yang tinggi bagi orang yang bagus akhlaknya.” (HR. Abu Daud, no. 4800. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan)

Kedelapan: Mengucapkan alhamdulillah dan istirja’ (inna ilaihi wa innaa ilaihi raaji’’un) ketika anak kita wafat
Dari Abu Musa Al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا مَاتَ وَلَدُ الْعَبْدِ قَالَ اللَّهُ لِمَلاَئِكَتِهِ قَبَضْتُمْ وَلَدَ عَبْدِى. فَيَقُولُونَ نَعَمْ. فَيَقُولُ قَبَضْتُمْ ثَمَرَةَ فُؤَادِهِ. فَيَقُولُونَ نَعَمْ. فَيَقُولُ مَاذَا قَالَ عَبْدِى فَيَقُولُونَ حَمِدَكَ وَاسْتَرْجَعَ. فَيَقُولُ اللَّهُ ابْنُوا لِعَبْدِى بَيْتًا فِى الْجَنَّةِ وَسَمُّوهُ بَيْتَ الْحَمْدِ

“Apabila anak seorang hamba meninggal dunia, Allah berfirman kepada malaikat-Nya, “Kalian telah mencabut nyawa anak hamba-Ku?” Mereka berkata, “Benar.” Allah berfirman, “Kalian telah mencabut nyawa buah hatinya?” Mereka menjawab, “Benar.” Allah berfirman, “Apa yang diucapkan oleh hamba-Ku saat itu?” Mereka berkata, “Ia memujimu dan mengucapkan istirja’ (innaa lilaahi wa innaa ilaihi raaji’uun).” Allah berfirman, “Bangunkan untuk hamba-Ku di surga, dan namai ia dengan nama baitul hamdi (rumah pujian).” (HR. Tirmidzi, no. 1021; Ahmad, 4: 415. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan).

Kesembilan: Membaca doa masuk pasar
Dari Salim bin ‘Abdillah bin ‘Umar, dari bapaknya Ibnu ‘Umar, dari kakeknya (‘Umar bin Al-Khattab), ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ دَخَلَ السُّوقَ فَقَالَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكُ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ يُحْيِى وَيُمِيتُ وَهُوَ حَىٌّ لاَ يَمُوتُ بِيَدِهِ الْخَيْرُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ كَتَبَ اللَّهُ لَهُ أَلْفَ أَلْفِ حَسَنَةٍ وَمَحَا عَنْهُ أَلْفَ أَلْفِ سَيِّئَةٍ وَرَفَعَ لَهُ أَلْفَ أَلْفِ دَرَجَةٍ

“Siapa yang masuk pasar lalu mengucapkan, “Laa ilaaha illallah wahdahu laa syariika lahu, lahul mulku walahul hamdu yuhyii wayumiit wa huwa hayyun laa yamuut biyadihil khoir wahuwa ‘alaa kulli syain qodiir (tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah, tidak ada sekutu bagi-Nya. Allah yang memiliki kekuasaan dan segala pujian untuk-Nya.” Allah akan menuliskan untuknya sejuta kebaikan, menghapus darinya sejuta kejelekan, mengangkat untuknya sejuta derajat, dan membangunkan untuknya sebuah rumah di surga.” (HR. Tirmidzi, no. 3428. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini dha’if).

Dalam riwayat lain disebutkan, dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ دَخَلَ السُّوْقَ فَبَاعَ فِيْهَا وَاشْتَرَى ، فَقَالَ : لاَ إِلَه َإِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ ، لَهُ الملْكُ ، وَلَهُ الحَمْدُ ، يُحْيِي وَيُمِيْتُ ، وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْر ، كَتَبَ اللهُ لَهُ أَلْفَ أَلْفِ حَسَنَةٍ ، وَمَحَا عَنْهُ أَلْفَ أَلْفِ سَيِّئَةٍ ، وَبَنَى لَهُ بَيْتًا فِي الجَنَّةِ

“Siapa yang memasuki pasar lalu ia melakukan jual beli di dalamnya, lantas mengucapkan: Laa ilaha illallah wahdahu laa syarika lah, lahul mulku wa lahul hamdu, yuhyi wa yumiit wa huwa ‘ala kulli syai’in qadir; maka Allah akan mencatat baginya sejuta kebaikan, akan menghapus darinya sejuta kejelekan dan akan membangunkan baginya rumah di surga.” (HR. Al-Hakim dalam Mustadrak, 1: 722)

Meskipun riwayatnya dha’if atau lemah namun karena kita diperintahkan berdzikir ketika orang itu lalai seperti kala di pasar, maka dzikir di atas masih boleh diamalkan. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,

“إذا تضمنت أحاديث الفضائل الضعيفة تقديراً وتحديداً ؛ مثل صلاة في وقت معين ، بقراءة معينة ، أو على صفة معينة ؛ لم يجز ذلك – أي العمل بها – لأن استحباب هذا الوصف المعين لم يثبت بدليل شرعي ، بخلاف ما لو روي فيه : (مَن دخل السوق فقال : لا إله إلا الله كان له كذا وكذا) فإن ذكر الله في السوق مستحب ، لما فيه من ذكر الله بين الغافلين ، فأما تقدير الثواب المروي فيه فلا يضر ثبوته ولا عدم ثبوته

“Jika suatu hadits yang menerangkan fadhilah atau keutamaan suatu amalan dari sisi jumlah atau pembatasan tertentu seperti shalat di waktu tertentu, membaca bacaan tertentu, atau ada tata cara tertentu, tidak boleh diamalkan jika haditsnya berasal dari hadits dha’if. Karena menetapkan tata cara yang khusus dalam ibadah haruslah ditetapkan dengan dalil.

Adapun mengenai doa masuk pasar yaitu haditsnya berbunyi, siapa yang masuk pasar lantas membaca laa ilaha illallah dan seterusnya, maka perlu dipahami bahwa secara umum berdzikir ketika masuk pasar itu disunnahkan. Karena kita diperintahkan berdzikir saat orang-orang itu lalai. Besarnya pahala yang disebutkan dalam hadits tersebut (hingga disebutkan sejuta, pen.) tidaklah menimbulkan problema ketika bacaan tersebut diamalkan, baik nantinya hadits tersebut dihukumi shahih ataukah tidak. ” (Majmu’ Al-Fatawa, 18: 67)

Dalil umum yang memerintahkan kita banyak dzikir termasuk di pasar adalah hadits berikut.

Dari ‘Abdullah bin Busr, ia berkata,

جَاءَ أَعْرَابِيَّانِ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَقَالَ أَحَدُهُمَا يَا رَسُولَ اللَّهِ أَىُّ النَّاسِ خَيْرٌ قَالَ « مَنْ طَالَ عُمُرُهُ وَحَسُنَ عَمَلُهُ ». وَقَالَ الآخَرُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ شَرَائِعَ الإِسْلاَمِ قَدْ كَثُرَتْ عَلَىَّ فَمُرْنِى بِأَمْرٍ أَتَشَبَّثُ بِهِ. فَقَالَ لاَ يَزَالُ لِسَانُكَ رَطْباً مِنْ ذِكْرِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ

“Ada dua orang Arab (badui) mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, lantas salah satu dari mereka bertanya, “Wahai Rasulullah, manusia bagaimanakah yang baik?” “Yang panjang umurnya dan baik amalannya,” jawab beliau. Salah satunya lagi bertanya, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya syari’at Islam amat banyak. Perintahkanlah padaku suatu amalan yang bisa kubergantung padanya.” “Hendaklah lisanmu selalu basah untuk berdzikir pada Allah,” jawab beliau. (HR. Ahmad 4: 188, sanad shahih kata Syaikh Syu’aib Al-Arnauth). Hadits ini menunjukkan bahwa dzikir itu dilakukan setiap saat, bukan hanya di masjid, sampai di sekitar orang-orang yang lalai dari dzikir, kita pun diperintahkan untuk tetap berdzikir.

Abu ‘Ubaidah bin ‘Abdullah bin Mas’ud berkata, “Ketika hati seseorang terus berdzikir pada Allah maka ia seperti berada dalam shalat. Jika ia berada di pasar lalu ia menggerakkan kedua bibirnya untuk berdzikir, maka itu lebih baik.” (Lihat Jami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam, 2: 524)

Kesepuluh: Menutup celah dalam shaf shalat
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ سَدَّ فُرْجَةً بَنَى اللهُ لَهُ بَيْتًا فِي الجَنَّةِ وَرَفَعَهُ بِهَا دَرَجَةً

“Barang siapa yang menutupi suatu celah (dalam shaf), niscaya Allah akan mengangkat derajatnya karena hal tersebut dan akan dibangunkan untuknya sebuah rumah di dalam surga.” (HR. Al-Muhamili dalam Al-Amali, 2: 36. Disebutkan dalam Ash-Shahihah, no. 1892)

Kesebelas: Beriman pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
Dari Fadhalah bin ‘Ubaid radhiyallahu ‘anhu, ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَنَا زَعِيمٌ وَالزَّعِيمُ الْحَمِيلُ لِمَنْ آمَنَ بِي وَأَسْلَمَ وَهَاجَرَ بِبَيْتٍ فِي رَبَضِ الْجَنَّةِ وَبِبَيْتٍ فِي وَسَطِ الْجَنَّةِ وَأَنَا زَعِيمٌ لِمَنْ آمَنَ بِي وَأَسْلَمَ وَجَاهَدَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ بِبَيْتٍ فِي رَبَضِ الْجَنَّةِ وَبِبَيْتٍ فِي وَسَطِ الْجَنَّةِ وَبِبَيْتٍ فِي أَعْلَى غُرَفِ الْجَنَّةِ مَنْ فَعَلَ ذَلِكَ فَلَمْ يَدَعْ لِلْخَيْرِ مَطْلَبًا وَلَا مِنْ الشَّرِّ مَهْرَبًا يَمُوتُ حَيْثُ شَاءَ أَنْ يَمُوتَ

“Aku menjamin orang yang beriman kepadaku, masuk islam dan berhijrah dengan sebuah rumah di pinggir surga, di tengah surga, dan surga yang paling tingggi. Aku menjamin orang yang beriman kepadaku, masuk islam dan berjihad dengan rumah di pinggir surga, di tengah surga dan di surga yang paling tinggi. Barangsiapa yang melakukan itu, maka ia tidak membiarkan satu pun kebaikan, dan ia lari dari setiap keburukan, ia pun akan meninggal, di mana saja Allah kehendaki untuk meninggal.” (HR. An-Nasa’i, no. 3135. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan)

Moga kita dimudahkan mendapatkan kaveling rumah atau istana di surga. Hanya Allah yang memberi taufik dan hidayah.

Jumat, 17 November 2023

Tadabbur Al-Quran Hal. 349

Tadabbur Al-Quran Hal. 349
----------------------------------------------
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

- Al Qur'an Indonesia Tajwid.

- Al-Mu'minun ayat 115 :

اَفَحَسِبْتُمْ اَنَّمَا خَلَقْنٰكُمْ عَبَثًا وَّاَنَّكُمْ اِلَيْنَا لَا تُرْجَعُوْنَ

Maka apakah kamu mengira, bahwa Kami menciptakan kamu main-main (tanpa ada maksud) dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami?

- Tafsir Al Muyassar Al-Mu'minun ayat 115 :

Apakah kalian mengira wahai para makhluk, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kalian secara main-main saja, tanpa ada perintah, larangan, pahala dan azab. Dan bahwa kalian tidak akan dikembalikan kepada Kami diakhirat untuk dihisab dan diberi basalan?

- Asmā'ul Husnā :

Allah Sang Raja adalah yang mempunyai kerajaan. Dialah yang mempunyai perintah dan larangan di kerajaan-Nya, bebas berbuat dikerajaan-Nya dengan perintah dan perbuatan-Nya. Tidak ada yang mempunyai kelebihan untuk menandingi dan ikut mengurusi perihal kerajaan-Nya. Tidak ada pencipta di alam semesta ini kecuali Allah. Tidak ada Sang Pengurus kecuali Dia. Dialah Sang Raja yang sebenarnya, dan yang berdiri sendiri. Sang Raja yang kerajaan-Nya berada di genggaman kekuasaan-Nya yang mutlak dan sempurna, serta tidak bekerjasama dengan siapa pun. Allah Swt. berfirman: <Mahasuci Allah yang di tangan-Nyalah segala kerajaan, dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu. (QS Al-Mulk, 67: 1).

Di antara dampak pengesaan Allah pada nama Al Malik adalah mengagungkan Sang Raja Yang Maha Esa, mencintai-Nya, mematuhi-Nya, menaati-Nya, mengesakan peribadatan untuk-Nya, menyambut panggilan-Nya, berusaha mendekati-Nya dalam kesunyian dan keramaian, mengembalikan segala urusan kepada-Nya, dan bertawakal secara baik kepada-Nya, serta senantiasa selalu merendah dihadapan-Nya.

Dosa dan kejahatan yang paling besar tentang hak Allah ini adalah menentang dihadapan-Nya, menentang kekuasaan kerajaan-Nya, atau menyandarkan sesuatu yang lain kepada-Nya. Karena di antara kezaliman yang paling besar ialah ketika seseorang berdoa kepada sesuatu yang tidak layak dan tidak berhak untuk diberikan arti ketuhanan, atau menyandarkan kerajaan-Nya bagi dirinya. Kemusyrikan tidak pernah berhenti menjadi sumber kezaliman dan akhir yang buruk. Karena itu, kemusyrikan adalah hal terburuk yang ada dalam hati seorang hamba. Hanya pengesaan Allah sajalah yang menjadi penghias hati setiap manusia. (Dr. Mahmūd Abdurrazāk Ar-Ridwāni, Ad-Du' ãubil Asmāil Husnā, 2005: 20)

- Riyāduş Şālihin :

Dari lbnu Mas'ūd Ra., Rasulullah Saw. bersabda, "Sungguh aku mengetahui penghuni neraka yang terakhir kali keluar dari neraka dan penghuni surga yang terakhir kali masuk surga, yaitu seseorang yang keluar dari neraka dengan cara merayap, Allah Swt. berfirman, Pergilah kamu dan masuklah ke dalam surga!" Maka orang tersebut mendatanginya dan melihat surga telah penuh sesak. Orang itu kembali dan berkata, Wahai Tuhanku, kutemukan surga telah penuh sesak. Allah Swt. berfirman lagi, Pergi dan masuklah surga.' Maka ia kembali dan terlihat olehnya bahwa surga telah penuh sesak. Lalu ia kembali dan mengatakan, 'Ya Tuhanku, kutemukan surga telah penuh sesak. Allah Swt. berfirman lagi, 'Pergi dan masuklah surga, dan bagimu surga seluas dunia dan bahkan sepuluh kali -atau- bagimu seperti sepuluh kali dunia. Hamba tadi lantas mengatakan, Tuhan, Apakah Engkau menghinaku ataukah mengejekku, sedang Engkau adalah Maharaja?

Dan kulihat Rasulullah Saw. tertawa hingga gigi gerahamnya kelihatan seraya bersabda, "Itulah penghuni surga yang ingkatannya paling rendah." (HR A-Bukhāri-Muslim) Hadis di atas memberikan faedah bahwa kenikmatan yang paling rendah bagi ahli surga adalah sebanding dengan sepuluh kali kenikmatan yang ada di dunia. (Dr. Mahmūd Abdurrazāk Ar-Ridwāni, Ad-Du'ầubi'l Asmail Husnā, Juz 2, 1407 H/1987 M:1287-1288).

- Hadiš Nabawi :

Dari Abu Hurairah Ra., Rasulullah Saw. bersabda, "Allah Swt. turun ke langit dunia setiap malam saat sepertiga malam pertama telah berlalu, kemudian Dia berfirman, Akulah Sang Raja, siapa pun yang berdoa kepada-Ku, maka Aku akan kabulkan permintaannya.." (Sahih Muslim, 758).

- Tadabbur Surah Al-Mukminun Ayat 105-118 :

Ayat 105-118 dari surah Al-Mu’minun ini masih meneruskan azab neraka yang dirasakan kaum kafir, surga bagi yang beriman dan beberapa hal lainnya :

1. Menolak kebenaran Al-Qur’an yang telah disampaikan dan dibacakan pada mereka dengan jelas. Mereka menolaknya karena mereka dikuasai sifat-sifat kejahatan.  

2. Mereka meminta dikeluarkan dari neraka agar tidak menjadi orang-orang zalim lagi. Permintaan mereka ditolak Allah dan Allah tidak mau berbicara degan mereka. 

3. Di dunia mereka memperolok-olokkan sekelompok kaum Mukmin yang meminta ampun dan rahmat-Nya. Di akhirat nanti, Allah akan balas kesabaran orang-orang yang taat pada pada-Nya dengan surga. Mereka adalah orang-orang yang sukses.  

4. Orang-orang kafir di akhirat nanti mengakui mereka hidup di dunia terasa satu atau setengah hari saja setelah mengetahui mereka akan kekal di dalam neraka. Padahal mereka hidup beberapa tahun. Mereka mengira diciptakan untuk main-main dan tidak akan dikembalikan kepada Allah. Mahasuci Allah dari bermain-main. Dia adalah Raja yang Hak. Tidak ada tuhan selain Dia. Pencipta Arasy yang Mulia. 

5. Siapa yang menyembah tuhan lain bersama Allah, maka  hal itu tidak berdasar. Allah akan putuskan orang-orang kafir tidak akan dapat pertolongan. 

6. Allah memerintahkan Rasul Saw. untuk berdoa, “Ya Rabb! Berilah aku ampunan dan rahmat-Mu dan Engkau sebaik-baik Pemberi rahmat”.

Tadabbur Al-Quran Hal.348

Tadabbur Al-Quran Hal. 348
----------------------------------------------
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

- Al Qur'an Indonesia Tajwid.

- Al-Mu'minun ayat 100 :

لَعَلِّيْٓ اَعْمَلُ صَالِحًا فِيْمَا تَرَكْتُ كَلَّاۗ اِنَّهَا كَلِمَةٌ هُوَ قَاۤىِٕلُهَاۗ وَمِنْ وَّرَاۤىِٕهِمْ بَرْزَخٌ اِلٰى يَوْمِ يُبْعَثُوْنَ

agar aku dapat berbuat kebajikan yang telah aku tinggalkan.” Sekali-kali tidak! Sesungguhnya itu adalah dalih yang diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada barzakh [557] sampai pada hari mereka dibangkitkan.

- [557] Barzakh yaitu tempat atau keadaan orang setelah mati sampai dia dibangkitkan pada hari kiamat.

- Tafsir Al Muyassar Al-Mu'minun ayat 100 :

Agar aku melaksanakan apa yang telah aku tinggalkan, yakni iman dan taat. Dia tidak akan bisa berbuat seperti yang dia inginkan, dan permintaannya tidak akan dikabulkan dan juga tidak ditunda. Namun hal itu adalah perkataan yang diucapkannya saja dan tidak akan bermanfaat. Dan ia adalah orang yang tidak bisa dipercaya. Meskipun ia dikembalikan ke dunia niscaya, ia akan kembali kepada perkara-perkara yang dilarang. Orang-orang yang sudah meninggal akan selalu berada dalam barzakh, yakni dinding pemisah antara dunia dan akhirat hingga hari kebangkitan dan hari perhimpunan.

- Tafsir bnu Kasir :

Allah Swt. menyucikan diri-Nya dari memiliki anak atau sekutu, Dia berfirman, { Allah tidak mempunyai anak dan tidak ada Tuhan (yang lain) bersama-Nya, (sekiranya tuhan banyak), maka masing-masing Tuhan itu akan membawa apa (makhluk) yang diciptakan-Nya, dan sebagian dari Tuhan-tuhan itu akan mengalahkan sebagian yang lain.., } Artinya, kalaulah jumlah Tuhan itu lebih dari satu, maka masing-masing akan menyendiri dengan apa yang telah diciptakannya sehingga kondisi ini tidak akan teratur. Tetapi kenyataan menunjukkan bahwa wujud (alam semesta) itu tersusun dengan rapi, setiap bagian dari alam, bagian atas maupun bagian bawah, saling terkait dengan penuh kesempurnaan. ..{ Tidak akan kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pengasih...} (Q5 A-Mulk, 67: 3) (Jika Tuhan itu lebih dari satu), maka setiap Tuhan akan berusaha mengalahkan Tuhan yang lain sehingga sebagian Tuhan lebih berkuasa dibanding sebagian lain. Para ahli ilmu kalam menerangkan makna ini dan mereka menyebutnya dengan dalil Tamānu' (saling berlawanan). Yaitu, kalau memang pencipta badan itu ada dua atau lebih, pencipta yang satu ingin menggerakkan badan dan pencipta yang lain ingin mendiamkannya.

Jika kedua-duanya tidak bisa mencapai keinginannya, kedua-duanya tak berdaya. Padahal, Tuhan tidak boleh lemah. Tapi juga tidak mungkin juga maksud keduanya tercapai karena saling berlawanan. Hal yang mustahil ini terjadi, karena pencipta seimbang pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pengasih... (Q5 Al-Mulk, 67: 3) Jika Tuhan itu lebih dari satu), maka setiap Tuhan akan berusaha mengalahkan Tuhan yang lain sehingga sebagian Tuhan lebih berkuasa dibanding sebagian lain. Para ahli ilmu kalam menerangkan makna ini dan mereka menyebutnya dengan dalil Tamānu' (saling berlawanan). Yaitu, kalau memang pencipta badan itu ada dua atau lebih, pencipta yang satu ingin menggerakkan badan dan pencipta yang lain ingin mendiamkannya. Jika kedua-duanya tidak bisa mencapai keinginannya, kedua-duanya tak berdaya.

Padahal, Tuhan tidak boleh lemah. Tapi juga tidak mungkin juga maksud keduanya tercapai karena saling berlawanan. Hal yang mustahil ini terjadi, karena pencipta lebih dari satu, maka mustahil juga adanya lebih dari satu pencipta. Namun, jika yang tercapai hanyalah maksud salah satu dari keduanya saja, maka yang berhak menjadi pencipta hanyalah yang tercapai maksudnya saja, sedangkan yang kalah adalah yang diciptakan karena tidak mungkin yang disembah terkalahkan.

Dengan demikian, Allah Swt. berfirman, { ..Sebagian dari tuhan-tuhan itu akan mengalahkan sebagian yang lain. Mahasuci Allah dari apa yang mereka sifatkan itu. }, yaitu benar-benar terlepas setinggi-tingginya dari apa yang telah dikatakan oleh orang-orang yang zalim, yang berlebihan dalam pengakuannya mengenai anak dan sekutu (bagi Tuhannya). (Ibnu Kašir, Tafsirul Qurānil Azimi, Jilid 10, 1421 H/2000 M: 143).

- Riyāduş şālihin :

Dari Abu Hurairah Ra., Rasulullah Saw. bersabda, "Barangsiapa yang mengucapkan Lã llāha illalLāh wahdahū Lã Syarika Lahu Lahu' Mulku wa Lahu'l Hamdu wahuwa alā Kulli Syai'in Qadir (Tiada tuhan selain Allah, Dialah Tuhan Yang Maha Esa. Tidak ada sekutu bagi-Nya, Dialah yang memiliki alam semesta dan segala puji hanya bagi-Nya. Allah adalah Mahakuasa atas segala sesuatu) dalam sehari seratus kali, maka orang tersebut akan mendapat pahala sama seperti orang yang memerdekakan sepuluh hamba sahaya. Dicatat baginya seratus kebaikan dan dihapus seratus keburukan.

Pada hari itu ia akan terjaga dari godaan setan sampai sore hari dan tidak ada orang lain yang melebihi pahalanya, kecuali orang yang membaca lebih banyak dari itu.

Barangsiapa membaca SubhânalLāhi wa bihamdihi (Mahasuci Allah dan segala puji bagi-Nya) seratus kali dalam sehari, maka dosanya akan dihapus, meskipun sebanyak buih lautan." (HR A-Bukhari-Muslim).

Hadiš di atas memberikan faedah keutamaan zikir, keluasan rahmat Allah Swt. dan magfirah-Nya. (Faisal bin Abdul Aziz Ali Mubārak, Tatrizu Riyādis Sālihina, Juz 2, t.t.: 255).

- Penjelasan Surah Al-Mukminun Ayat 90-104 :

 Ayat 90-100 meneruskan perilaku kaum kafir Mekah sebelumnya. Kebenaran Al-Qur’an dan Rasulullah Saw. mereka tolak dan menuduhnya sebagai kebohongan dan menuduh Allah memiliki anak wanita. Allah itu tidak beranak, tidak ada tuhan lain bersama-Nya. Jika ada tuhan-tuhan  lain selain Allah, pasti tuhan-tuhan itu saling memperebutkan ciptaan mereka dan pasti ada yang menang dan ada yang dikalahkan. Akibatnya, alam ini tidak akan aman dan teratur seperti ini. Allah itu Maha Mengetahui yang ghaib dan  yang nyata. Mahasuci Allah dari apa yang mereka sifati dan sekutukan. 

 Nabi Muhammad Saw. diperintahkan Allah meminta keselamatan sekiranya Allah menimpakan azab kepada kaum yang zalim itu, menolak keburukan dengan cara yang baik dan  minta perlindungan kepada-Nya dari bisikan  dan kehadiran setan. Orang-orang kafir itu akan menyesal saat sakaratul maut. Ketika itu  mereka akan meminta dikembalikan lagi ke dunia agar dapat beramal saleh. Mustahil... Mereka akan tinggal di alam Barzakh sampai hari kebangkitan atau hari kiamat.

 Ayat 100-104 menjelaskan pada hari kiamat tidak berguna lagi hubungan keluarga dan tidak akan saling bertanya diantara mereka.  Siapa yang lebih berat timbangan amal kebaikannya, maka ia akan sukses. Yang ringan timbangan kebaikannya akan tersiksa dalam neraka, kekal di dalamnya dan bermuka cacat.

Ummu Salamah

Kisah Istri Rasulullah SAW (6)
---------------------
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

Ummu Salamah

Ummu Salamah adalah seorang Ummul-Mukminin yang berkepribadian kuat, cantik, dan menawan, serta memiliki semangat jihad dan kesabaran dalam menghadapi cobaan, lebih-lebih setelah berpisah dengan suami dan anak-anaknya. Berkat kematangan berpikir dan ketepatan dalam mengambil keputusan, dia mendapatkan kedudukan mulia di sisi Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Di dalam sirah Ummahatul Mukminin dijelaskan tentang banyaknya sikap mulia dan peristiwa penting darinya yang dapat diteladani kaum muslimin, baik sikapnya sebagai istri yang selalu menjaga kehormatan keluarga maupun sebagai pejuang di jalan Allah.

Nama dan Nasabnya
Nama sebenarnya Ummu Salamah adalah Hindun binti Suhail, dikenal dengan nama Ummu Salamah. Beliau dibesarkan di lingkungan bangsawan dari Suku Quraisy. Ayahnya bernama Suhail bin Mughirah bin Makhzum. Di kalangan kaumnya, Suhail dikenal sebagai seorang dermawan sehingga dijuluki Dzadur-Rakib (penjamu para musafir) karena dia selalu menjamu setiap orang yang menyertainya dalam perjalanan. Dia adalah pemimpin kaumnya, terkaya, dan terbesar wibawanya. Ibu dari Ummu Salamah bernama Atikah binti Amir bin Rabi’ah bin Malik bin Jazimah bin Alqamah al-Kan’aniyah yang berasal dari Bani Faras.

Demikianlah, Hindun dibesarkan di dalam lingkungan bangsawan yang dihormati dan disegani. Kecantikannya meluluhkan setiap orang yang melihatnya dan kebaikan pribadinya telah tertanam sejak kecil.

Pernikahan dan Perjuangannya
Banyak pemuda Mekah yang ingin mempersunting Hindun, dan yang berhasil menikahinya adalah Abdullah bin Abdul Asad bin Hilal bin Abdullah bin Umar bin Makhzum, seorang penunggang kuda terkenal dari pahlawan-pahlawan suku Bani Quraisy yang gagah berani. Ibunya bernama Barrah binti Abdul-Muththalib bin Hasyim, bibi Nabi Shallallahu Alaihi Wassalam. Abdullah adalah saudara sesusuan Nabi dari Tsuwaibah, budak Abu Lahab. Mereka hidup bahagia, dan rumah tangga mereka diliputi kerukunan dan kesejahteraan.

Tidak lama setelah itu, dakwah Islam menarik hati mereka sehingga mereka memeluk Islam dan menjadi orang-orang pertama yang masuk Islam. Begitu pula dengan Hindun, dia tergolong orang-orang yang pertama masuk Islam, dan bersama suaminya memulai perjuangan dalam hidup mereka.

Orang-orang Quraisy selalu mengganggu dan menyiksa kaum muslimin agar mereka meninggalkan agama Islam dan kembali ke agama nenek moyang mereka. Melihat kondisi seperti itu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam mengizinkan mereka untuk hijrah ke Habasyah, sehingga mereka disebut sebagai kaum muhajirin yang pertama. Mereka menetap di Habasyah, dan di sana Hindun melahirkan anak-anaknya: Zainab, Salamah, Umar, dan Durrah.

Setelah beberapa lama, mereka berniat kembali ke Mekah, terutama setelah mendengar keislaman dua tokoh penting Quraisy, Umar bin Khaththab dan Hamzah bin Abdul-Muththalib. Akan tetapi, ternyata penyiksaan masih terus berlangsung, bahkan bertambah dahsyat. Untuk menjaga kehormatan diri dan keluarganya, Abu Salamah meminta perlindungan dari Abu Thalib (paman Nabi) dari siksaan kaumnya, yaitu Bani Makhzum, dan Abu Thalib menyatakan perlindungannya.

Cobaan Datang
Karena orang-orang Quraisy masih saja menyiksa kaum muslimin, akhirnya Allah membuka hati penduduk Madinah untuk menerima Islam. Kemudian Rasulullah mengizinkan kaum muslimin untuk hijrah ke sana, baik secara kelompok maupun perorangan. Abu Salamah, istri, dan anaknya (Salamah) hijrah ke sana. Di tengah perjalanan mereka dihadang oleh kaum Bani Makhzum (kaumnya Ummu Salamah) yang kemudian merampas serta menyandera Ummu Salamah. Keluarga Abu Salamah (Bani Asad) ikut campur tangan dan mereka menolak menyerahkan Salamah, bahkan si anak dirampas dan dijauhkan dari ibunya. Sedangkan Bani Makhzum menculik Ummu Salamah dan dipenjara. Adapun Abu Salamah dibiarkan ke Yatsrib dengan hati penuh kesedihan karena harus berpisah dengan istri dan anaknya.

Keadaan demikian berjalan kurang lebih setahun lamanya. Ummu Salamah terus-menerus menangis karena kecewa atas perbuatan kaumnya, sehingga akhirnya ada seorang laki-laki dari kaumnya yang merasa iba dan membiarkan Ummu Salamah menyusul suaminya di Madinah. Adapun Bani Asad menyerahkan kembali putranya, Salamah, kepadanya. Akan tetapi, banyak rintangan yang harus dia hadapi, dan berkat keimanan dan keinginan yang kuat, dia mampu mengatasi semua itu dan tiba di Madinah.

Pesan Abu Salamah untuk Istrinya
Dalam membela Islam, peran Abu Salamah sangat besar. Dia dikenal berani dalam berperang. Rasulullah menghargainya dengan mengangkatnya sebagai wakil Rasulullah di Madinah ketika beliau pergi memimpin pasukan dalam perang Dzil Asyirah pada tahun kedua hijriah. Abu Salamah ikut dalam Perang Badar dan Uhud. Ketika dalam perang Uhud, Abu Salamah mengalami luka yang cukup parah dan nyaris meninggal, namun beberapa saat kemudian dia sembuh.

Setelah Perang Uhud, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menerima berita bahwa Bani Asad hendak menyerang kaum muslimin di Madinah. Sebelum mereka menyerang, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam. berinisiatif mendahului mereka. Dalam misi ini, beliau menunjuk Abu Salamah untuk memimpin pasukan yang berjumlah seratus lima puluh orang dan di dalamnya terdapat Saad bin Abi Waqqash, Abu Ubaidah bin Jarrah, Amir bin Jarrah, dan yang lainnya. Pasukan diarahkan ke Bukit Quthn, tempat mata air Bani Asad. Kemenangan gemilang diraih oleh pasukan Abu Salamah, dan mereka kembali ke Madinah dengan membawa banyak harta rampasan perang. Di Madinah, luka-luka Abu Salamah kambuh sehingga dia harus beristirahat beberapa waktu. Ketika sakit, Rasulullah selalu menjenguk dan mendoakannya.

Ummu Salamah selalu mendampingi suaminya yang sedang dalam keadaan sakit sehingga dia merawat dan menjaganya siang dan malam. Suatu hari, demam Abu Salamah menghebat, kemudian Ummu Salamah berkata kepada suaminya, “Aku mendapat berita bahwa seorang perempuan yang ditinggal mati suaminya, kemudian suaminya masuk surga, istrinya pun akan masuk surga, jika setelah itu istrinya tidak menikah lagi, dan Allah akan mengumpulkan mereka nanti di surga. Demikian pula jika si istri yang meninggal, dan suaminya tidak menikah lagi sepeninggalnya. Untuk itu, mari kita berjanji bahwa engkau tidak akan menikah lagi sepeninggalku, dan aku berjanji untukmu untuk tidak menikah lagi sepeninggalmu.” Abu Salamah berkata, “Maukah engkau menaati perintahku?” Dia menjawab, “Adapun saya bermusyawarah hanya untuk taat.” Abu Salamah berkata, “Seandainya aku mati, maka menikahlah.” Lalu dia berdoa kepada Allah ”Ya Allah, kurniakanlah kepada Ummu Salamah sesudahku seseorang yang lebih baik dariku, yang tidak akan menyengsarakan dan menyakitinya.”

Pada detik-detik akhir hidupnya, RasulullahShallallahu ‘Alaihi Wasallam selalu berada di samping Abu Salamah dan senantiasa memohon kesembuhannya kepada Allah. Akan tetapi, Allah berkehendak lain. Beberapa saat kemudian maut datang menjemput. Rasulullah menutupkan kedua mata Abu Salamah dengan tangannya yang mulia dan bertakbir sembilan kali. Di antara yang hadir ada yang berkata, “Ya Rasulullah, apakah engkau sedang dalam keadaan lupa?” Beliau menjawab, “Aku sama sekali tidak dalam keadaan lupa, sekalipun bertakbir untuknya seribu kali, dia berhak atas takbir itu.” Kemudian beliau menoleh kepada Ummu Salamah dan bersabda, “Barang siapa yang ditimpa suatu musibah, maka ucapkanlah sebagaimana yang telah dperintahkan oleh Allah, ‘Sesungguhnya kita milik Allah, dan kepada-Nyalah kita akan dikembalikan. Ya Allah, karuniakanlah bagiku dalam musibahku dan berilah aku ganti yang lebih baik daripadanya, maka Allah akan melaksanakannya untuknya.”

Setelah itu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam berdo’a: “Ya Allah, berilah ketabahan atas kesedihannya, hiburlah dia dari musibah yang menimpanya, dan berilah pengganti yang lebih baik untuknya.”

Abu Salamah wafat setelah berjuang menegakkan Islam, dan dia telah memperoleh kedudukan yang mulia di sisi Rasulullah. Sepeninggal Abu Salamah, Ummu Salamah diliputi rasa sedih. Dia menjadi janda dan ibu bagi anak-anak yatim.

Setelah wafatnya Abu Salamah, para pemuka dari kalangan sahabat bersegera meminang Ummu Salamah. Hal ini mereka lakukan sebagai tanda penghormatan terhadapat suaminya dan untuk melindungi diri Ummu Salamah. Maka Abu Bakar ash-Shiddiq dan Umar bin al-Khaththab meminangnya, tetapi Ummu Salamah menolaknya.

Pada saat dirundung kesedihan atas suami yang benar-benar dicintainya serta belum mendapatkan orang yang lebih baik darinya, ia didatangi oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dengan maksud menghiburnya dan meringankan apa yang dialaminya. Rasulullah berkata kepadanya, “Mintalah kepada Allah agar Dia memberimu pahala pada musibahmu serta menggantikan untukmu (suami) yang lebih baik.” Ummu Salamah bertanya, “Siapa yang lebih baik dari Abu Salamah, wahai Rasulullah?”

Di Rumah Rasulullah
Rasulullah mulai memikirkan perkara Ummu Salamah, seorang mukminah mujahidah yang memiliki kesabaran, dan Ummu Salamah pun telah menolak lamaran dua sahabatnya, Abu Bakar dan Umar. Rasulullah pun berpikir dengan penuh pertimbangan dan kasih sayang untuk tidak membiarkannya larut dalam kesedihan dan kesendirian.

Dalam keadaan seperti itu Rasulullah mengutus Hathib bin Abi Balta’ah menemui Ummu Salamah dengan maksud meminangnya untuk beliau. Maka oleh Ummu Salamah diterimanya pinangan tersebut. Bagaimana mungkin baginya untuk tidak menerima pinangan dari orang yang lebih baik dari Abu Salamah, bahkan lebih baik dan semua orang di dunia.

Dengan perkawinan tersebut maka Ummu Salamah termasuk kalangan Ummahatul- Mukminin, dan oleh Rasulullah ia ditempatkan di kamar Zainab binti Khuzaimah yang digelari Ummul-Masakiin (ibu bagi orang-orang miskin) sampai Ummu Salamah meninggal dunia.

Hal itu diceritakan oleh Ummu Salamah kepada kami. Ia berkata, “Aku dipersunting oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam, lalu aku dipindahkan dan ditempatkan di rumah Zainab (ummul- masakiin).”

Beberapa keistimewaan yang dimiliki Ummu Salamah adalah ketajaman logika, kematangan berpikir, dan keputusan yang benar atas banyak perkara. Karena itu, ia memiliki kedudukan yang agung di sisi Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, seperti interaksinya dengan para Ummahatul-Mukminin yang merupakan interaksi yang diliputi rasa kasih sayang dan kelemah-lembutan.

Kedudukannya yang Agung
Di antara perkara yang menunjukkan kedudukannya yang tinggi di sisi Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam adalah apa yang diceritakan Urwah bin Zubair; “Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam menyuruh Ummu Salamah melaksanakan shalat shubuh di Mekah pada hari penyembelihan (qurban) — padahal saat itu merupakan hari (giliran)nya. Oleh sebab itu, Rasulullah merasa senang atas kesetujuannya.”

Begitu juga hadits Ummi Kultsum binti Uqbah yang dimasukkan oleh Ibnu Sa’ad dalam (kitab) Thabaqat-nya. Ummi Kultsum berkata; “Tatkala Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menikahi Ummu Salamah, beliau berkata kepadanya, ‘Sesungguhnya aku menghadiahkan untuk Raja Najasyi sejumlah bejana berisikan minyak wangi dan selimut. Akan tetapi, aku bermimpi bahwa Raja Najasyi itu telah meninggal dunia, kemudian hadiah yang kuberikan kepadanya dikembalikan kepadaku. Karena dikembalikan kepadaku, maka barang tersebut menjadi milikku.”

Sebagaimana yang dikatakan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, Raja Najasyi meninggal dunia, dan hadiah tersebut dikembalikan kepadanya. Lalu beliau memberikan kepada setiap istrinya masing-masing satu uqiyah (1/2 liter Mesir) dan beliau memberi (sisa) keseluruhannya serta selimut kepada Ummu Salamah.

Setelah Ummu Salamah menjadi istrinya, Nabi Shallallahu Alaihi Wassalam memasukkannya dalam kalangan ahlul-bait. Di antara riwayat tentang masalah tersebut adalah bahwasanya pernah pada suatu hari Rasulullah berada di sisi Ummu Salamah, dan anak perempuan Ummu Salamah ada di sana. Rasulullah kemudian didatangi anak perempuannya, Fathimah az-Zahra, disertai kedua anaknya, Hasan dan Husain radhiyallahu ‘anhuma, lalu Rasullah memeluk Fathimah dan berkata, “Semoga rahmat Allah dan berkah-Nya tercurah pada kalian wahai ahlul-bait. Sesungguhnya Dia Maha Terpuji (lagi) Maha Mulia.”

Lalu menangislah Ummu Salamah. Maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menanyakan tentang penyebab tangisnya itu. Ia menjawab, “Wahai Rasulullah, engkau mengistimewakan mereka sedangkan aku dan anak perempuanku engkau tinggalkan. Beliau bersabda, “Sesungguhnya engkau dan anak perempuanmu termasuk keluargaku.” Anak perempuan Ummu Salamah, Zainab, tumbuh dalam peliharaan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam ia termasuk di antara wanita yang memiliki ilmu yang luas pada masanya.

Sebelum Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam mempersunting Ummu Salamah, wahyu pernah turun kepada Rasulullah di kamar Aisyah, yang dengan hal itu Aisyah membanggakannya pada istri-stri beliau yang lain. Maka setelah Rasulullah menikahi Ummu Salamah, wahyu turun kepadanya ketika beliau berada di kamar Ummu Salamah.

Beberapa Sikap Cemerlang pada Masa Hidup Ummu Salamah.
Di antara sikap agungnya adalah apa yang ditunjukkannya pada Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam pada hari (perjanjian) Hudaibiyah. Pada waktu itu ia menyertai Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam dalam perjalanannya menuju Mekah dengan tujuan menunaikan umrah, tetapi orang-orang musyrik mencegah mereka untuk memasuki Mekah, dan terjadilah Perjanjian Hudaibiyah antara kedua belah pihak.

Akan tetapi, sebagian besar kaum muslimin merasa dikhianati dan merasa bahwa orang-orang musyrik menyia-nyiakan sejumlah hak-hak kaum muslimin. Di antara mayoritas yang menaruh dendam itu adalah Umar bin al-Khaththab, yang berkata kepada Rasulullah dalam percakapannya dengan beliau, “Atas perkara apa kita serahkan nyawa di dalam agama kita?” Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam menjawab, “Saya adalah hamba Allah dan rasul-Nya. Aku tidak akan menyalahi perintah-Nya, dan Dia tidak akan menyia-nyiakanku.”

Akan tetapi, tanda-tanda bahaya semakin memuncak setelah Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam menyuruh kaum muslimin melaksanakan penyembelihan hewan qurban kemudian bercukur, tetapi tidak seorang pun dari mereka melaksanakannya. Beliau mengulang seruannya tiga kali tanpa ada sambutan.

Beliau menemui istrinya, Ummu Salamah, dan menceritakan kepadanya tentang sikap kaum muslimin. Ummu Salamah berkata, “Wahai Nabi Allah, apakah engkau menginginkan perintah Allah ini dilaksanakan oleh kaum muslimin? Keluarlah engkau, kemudian janganlah mengajak bicara sepatah kata seorang pun dari mereka sampai engkau menyembelih qurbanmu serta memanggil tukang cukur yang mencukurmu.”

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam kagum atas pendapatnya dan bangkit mengerjakan sebagaimana yang diusulkan Ummu Salamah. Tatkala kaum muslimin melihat Rasulullah mengerjakan hal itu tanpa berkata kepada mereka, mereka bangkit dan menyembelih serta sebagian dari mereka mulai mencukur kepala sebagian yang lain tanpa ada perasaan keluh kesah dan penyesalan atas tindakan Rasulullah yang mendahului mereka.

Ummu Salamah telah menyertai Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam di banyak peperangan, yaitu peperangan Khaibar, Pembebasan Mekah, pengepungan Tha’if, peperangan Hawazin, Tsaqif kemudian ikut bersama beliau di Haji Wada’.

Kita tidak melupakan sikapnya terhadap Umar bin al-Khaththab, tatkala Umar datang kepadanya dan mengajak bicara tentang perkara keperluan Ummahatul-Mukminin kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam serta kekasaran mereka terhadap Rasulullah. Maka ia berkata, “Engkau ini aneh, wahai anak al-Khaththab. Engkau telah ikut campur di setiap perkara sehingga ingin mencampuri urusan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam beserta istri-istrinya?”

Setelah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam meninggal dunia ia senantiasa mengenang beliau dan sangat berduka cita atas kewafatannya. Beliau senantiasa banyak melakukan puasa dan beribadah, tidak kikir pada ilmu, serta meriwayatkan hadits yang berasal dan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.

Telah diriwayatkannya sekian banyak hadits shahih yang bersumber dari Rasulullah dan suaminya, Abu Salamah, serta dari Fathimah az-Zahraa Sedangkan orang yang meriwayatkan darinya banyak sekali, di antara mereka adalah anak-anaknya dan para pemuka dan sahabat serta ahli hadits.

Di antara beberapa sikapnya yang nyata adalah pada hari pembebasan kota Mekah. Waktu itu Nabi keluar dari Madinah bersama bala tentaranya dengan kehebatan dan jumlah yang belum pernah disaksikan oleh bangsa Arab, sehingga orang-orang musyrik Quraisy merasa takut, dan mereka keluar dari rumah dengan maksud menemui Rasulullah untuk bertobat dan menyatakan keislaman mereka.

Termasuk dari mereka, Abu Sufyan bin al-Harits bin Abdul-Muththalib (anak paman Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam.) dan Abdullah bin Abi Umayyah bin al-Mughirah (anak bibi [dari ayah] Rasulullah, saudara Ummu Salamah sebapak). Ketika mereka berdua meminta izin masuk menemui Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, beliau enggan memberi izin masuk bagi keduanya disebabkan penyiksaan mereka yang keras terhadap kaum muslimin menjelang beliau hijrah dari Mekah.

Maka berkatalah Ummu Salamah kepada Rasulullah dengan perasaan iba terhadap keluarganya sendiri dan juga keluarga Rasulullah, “Wahai Rasulullah, mereka berdua adalah anak pamanmu dan anak bibimu (dan ayah) serta iparmu.” Rasulullah menjawab, “Tidak ada keperluan bagiku dengan mereka berdua. Adapun anak pamanku, aku telah diperlakukan olehnya dengan tidak baik. Adapun anak bibiku (dari ayah) serta iparku telah berkata di Mekah dengan apa yang ia katakan.”

Pernyataan itu telah sampai kepada Abu Sufyan, anak paman Rasulullah. Maka ia berkata, “Demi Allah, ia harus mengizinkanku atau aku mengambil anak ini dengan kedua tanganku -pada saat itu ia bersama anaknya, Ja’far- kemudian kami harus berkelana di dunia sehingga mati kehausan dan kelaparan.”

Lalu Ummu Salamah memberitahukan perkataan Abu Sufyan tersebut kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. dengan kembali memohon rasa belas kasih. Akhirnya hati beliau menjadi luluh, lalu mengizinkan keduanya masuk. Maka masuklah keduanya dan menyatakan keislaman serta bertobat di hadapan Rasulullah.

Sikapnya terhadap Fitnah
Ummu Salamah selalu berada di rumahnya, senantiasa ikhlas beribadah kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan menjaga Sunnah suaminya tercinta pada masa (khilafah) Abu Bakar ash-Shiddiq dan Umar bin al-Khaththab.

Pada masa khilafah Utsman bin Affan ia melihat kegoncangan situasi serta perpecahan kaum muslimin di seputar khalifah. Bahaya fitnah semakin memuncak di langit kaum muslirnin. Maka ia pergi menemui Utsman dan menasihatinya supaya tetap berpegang teguh pada petunjuk Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam serta petunjuk Abu Bakar dan Umar bin al-Khaththab, tidak menyimpang dan petunjuk tersebut selama-lamanya.

Apa yang dikhawatirkan Ummu Salamah terjadi juga, yaitu peristiwa terbunuhnya Utsman yang saat itu tengah membaca Al-Qur’an dan angin fitnah tengah bertiup kencang terhadap kaum muslimin. Pada saat itu Aisyah telah membulatkan tekad untuk keluar menuju Bashrah disertai Thalhah bin Ubaidillah dan Zubair bin al-’Awwam dengan tujuan memobilisasi massa untuk melawan Ali bin Abi Thalib. Maka Ummu Salamah mengirim surat yang memiliki sastra indah kepada Aisyah.

“Dari Ummu Salamah, Istri Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, untuk Aisyah Ummul-Mu’ minin.

Sesungguhnya aku memuji Allah yang tidak ada ilah (Tuhan) melainkan Dia.

Amma ba’du.
Engkau sungguh telah merobek pembatas antara Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan umatnya yang merupakan hijab yang telah ditetapkan keharamannya.

Sungguh Al-Qur’an telah memberimu kemuliaan, maka jangan engkau lepaskan. Dan Allah telah menahan suaramu, maka janganlah engkau mengeluarkannya Serta Allah telah tegaskan bagi umat ini seandainya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mengetahui bahwa kaum wanita memiliki kewajiban jihad (berperang) niscaya beliau berpesan kepadamu untuk menjaganya.

Tidakkah engkau tahu bahwasanya beliau melarangmu melampaui batas dalam agama, karena sesungguhnya tiang agama tidak bisa kokoh dengan campur tangan wanita apabila tiang itu telah miring, dan tidak bisa diperbaiki oleh wanita apabila telah hancur. Jihad wanita adalah tunduk kepada segala ketentuan, mengasuh anak, dan mencurahkan kasih sayangnya.”

Ummu Salamah berada di pihak Ali bin Abi Thalib karena beliau menggikuti kesepakatan kaum muslimin atas terpilihnya beliau sebagai khalifah mereka. Karena itu, Ummu Salamah mengirim/mengutus anaknya, Umar, untuk ikut berperang dalam barisan ‘Ali radhiyallahu ‘anhu .

Wafatnya
Pada tahun ke-59 hijriah, usia Ummu Salamah telah mencapai 84 tahun. Usia tua dan pikun merambah di pertambahan umurnya. Allah ta’ala mengangkat rohnya yang suci naik ke atas menuju hadirat-Nya. Ia meninggal dunia setelah hidup dengan aktivitas yang dipenuhi oleh pengorbanan, jihad, dan kesabaran di jalan Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan Rasul-Nya. Beliau dishalatkan oleh Abu Hurairah Radhiyallahu a’nhu dan dikuburkan di al-Baqi’ di samping kuburan Ummahatul-Mukminin lainnya.

Semoga rahmat Allah senantiasa menyertai Sayyidah Ummu Salamah dan semoga Allah memberinya tempat yang layak di sisi-Nya. Amin.