بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

Jumat, 30 September 2022

Tadabbur Al-Quran Hal. 247

Tadabbur Al-Quran Hal. 247
----------------------------------------------
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

- Al Qur'an Indonesia Tajwid.

- Yusuf ayat 100 :

وَرَفَعَ اَبَوَيْهِ عَلَى الْعَرْشِ وَخَرُّوْا لَهٗ سُجَّدًاۚ وَقَالَ يٰٓاَبَتِ هٰذَا تَأْوِيْلُ رُءْيَايَ مِنْ قَبْلُ  ۖقَدْ جَعَلَهَا رَبِّيْ حَقًّاۗ وَقَدْ اَحْسَنَ بِيْٓ اِذْ اَخْرَجَنِيْ مِنَ السِّجْنِ وَجَاۤءَ بِكُمْ مِّنَ الْبَدْوِ مِنْۢ بَعْدِ اَنْ نَّزَغَ الشَّيْطٰنُ بَيْنِيْ وَبَيْنَ اِخْوَتِيْۗ اِنَّ رَبِّيْ لَطِيْفٌ لِّمَا يَشَاۤءُ ۗاِنَّهٗ هُوَ الْعَلِيْمُ الْحَكِيْمُ

Dan dia menaikkan kedua orang tuanya ke atas singgasana. Dan mereka (semua) tunduk bersujud [763]  kepadanya (Yusuf). Dan dia (Yusuf) berkata, “Wahai ayahku! Inilah takwil mimpiku yang dahulu itu. Dan sesungguhnya Tuhanku telah menjadikannya kenyataan. Sesungguhnya Tuhanku telah berbuat baik kepadaku, ketika Dia membebaskan aku dari penjara dan ketika membawa kamu dari dusun, setelah setan merusak (hubungan) antara aku dengan saudara-saudaraku. Sungguh, Tuhanku Mahalembut terhadap apa yang Dia kehendaki. Sungguh, Dia Yang Maha Mengetahui, Mahabijaksana.

- [763] Sujud disini ialah sujud penghormatan, bukan sujud ibadah.

- Tafsir Al Muyassar Yusuf ayat 100 :

Yusuf pun mendudukkan ayah ibunya di atas singgasana kekuasaannya di sampingnya, sebagai pemuliaan untuk
keduanya, lalu ayah ibunya dan sebelas saudaranya memberikan penghormatan kepadanya dengan bersujud kepadanya sebagai bentuk penghormatan dan pemuliaan, bukan sujud peribadatan dan ketundukan. Hal itu diperbolehkan dalam syariat mereka, tapi ini diharamkan dalam syariat kita; untuk menutup jalan kemusyrikan (mempersekutukan Allah), Yusuf berkata kepada ayahnya,
"Sujud inilah tafsir mimpiku yang telah aku ceritakan kepadamu dahulu semasa kecilku, dan Rabb-ku telah
menjadikannya sebagai kenyataan. Sungguh Rabb-ku telah melimpahkan anugerah kepadaku, ketika Dia mengeluarkan aku dari penjara, dan membawa kalian dari Badiyah (pemukiman nomaden di padang pasir) kepadaku setelah setan merusak ikatan persaudaraan antara aku dengan saudara-saudaraku. Sesungguhnya Rabb-ku Mahalembut perencanaan-Nya kepada apa yang
dikehendaki-Nya. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui kemaslahatan para hamba-Nya lagi Maha Bijaksana dalam kata-kata dan perbuatan-Nya."

- Musjam QS Yüsuf, 12: 100 :

السِّجْنِ

As Sajnuatau As-Sijnu artinya Al-Habs (penjara) Wahai Tuhanku! Penjara lebih
aku sukai.. (Q5 Yüsuf, 12: 33), .. bahwa
mereka harus memenjarakannya sampai waktu tertentu. s. (QS Yüsuf, 12: 35). Dan bersama dia masuk pula dua orang pemuda ke dalam penjara... (Q5 Yüsuf, 12: 36).
Adapun As-Sijin adalah nama bagi Jahanam bila digabungkan dengan kalimat liyyin.
(Ar-Ragib Al-Asfahäni, Mujam Mufradāti Alfazi Al-Qur ani, 1431 H/2010 M: 169).

Selektif Dalam Menuntut Ilmu Agama

Tematik (100)
---------------------
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

Selektif Dalam Menuntut Ilmu Agama

Ilmu agama adalah perkara yang agung, yang dengannya seseorang bisa mendapatkan kebahagiaan dan keselamatan di dunia dan di akhirat. Tanpa ilmu agama, seseorang akan binasa. Nabi Shollallāhu ’alayhi Wa sallam bersabda:

ألا إنَّ الدُّنيا ملعونةٌ ملعونٌ ما فيها ، إلَّا ذِكرُ اللَّهِ وما والاهُ ، وعالِمٌ ، أو متعلِّمٌ

“Ketahuilah, sesungguhnya dunia itu terlaknat. Semua yang ada di dalamnya terlaknat kecuali dzikrullah serta orang yang berdzikir, orang yang berilmu agama dan orang yang mengajarkan ilmu agama” (HR. At Tirmidzi 2322, dihasankan oleh Al Albani dalam Shahih At Tirmidzi).

Oleh karena itu, menuntut ilmu agama adalah perkara yang besar dan serius. Tidak boleh sembarangan dan main-main. Termasuk di dalamnya, perkara memilih orang yang akan diambil ilmunya; yang akan dijadikan guru; juga merupakan perkara serius, tidak boleh serampangan. Bahkan wajib selektif dalam menuntut ilmu agama, tidak mengambil ilmu dari sembarang orang. Inilah yang diajarkan dalam Al-Quran dan Sunnah Nabi serta teladan dari para ulama terdahulu.

Dalil-dalil wajibnya selektif dalam menuntut ilmu
Diantara dalil-dalil tentang wajibnya selektif dalam menuntut ilmu agama adalah:

Dalil 1

Allāh Ta’ālā berfirman:

وَقَدْ نَزَّلَ عَلَيْكُمْ فِي الْكِتَابِ أَنْ إِذَا سَمِعْتُمْ آيَاتِ اللَّهِ يُكْفَرُ بِهَا وَيُسْتَهْزَأُ بِهَا فَلَا تَقْعُدُوا مَعَهُمْ حَتَّى يَخُوضُوا فِي حَدِيثٍ غَيْرِهِ إِنَّكُمْ إِذًا مِثْلُهُمْ إِنَّ اللَّهَ جَامِعُ الْمُنَافِقِينَ وَالْكَافِرِينَ فِي جَهَنَّمَ جَمِيعًا

“Dan sungguh Allāh telah menurunkan kekuatan kepada kamu di dalam Al Qur’an bahwa apabila kamu mendengar ayat-ayat Allāh diingkari dan diperolok-olokkan (oleh orang-orang kafir), maka janganlah kamu duduk beserta mereka, sehingga mereka memasuki pembicaraan yang lain. Karena sesungguhnya (kalau kamu berbuat demikian), tentulah kamu serupa dengan mereka. Sesungguhnya Allāh akan mengumpulkan semua orang-orang munafik dan orang-orang kafir di dalam Jahannam” (QS. An Nisa: 140).

Syaikh As Sa’di dalam Taisir Kariimirrahman ketika menjelaskan ayat ini beliau mengatakan:

وضد تعظيمها الاستهزاء بها واحتقارها، ويدخل في ذلك مجادلة الكفار والمنافقين لإبطال آيات الله ونصر كفرهم. وكذلك المبتدعون على اختلاف أنواعهم، فإن احتجاجهم على باطلهم يتضمن الاستهانة بآيات الله لأنها لا تدل إلا على حق

“Kebalikan dari pengagungan terhadap Al-Quran adalah perendahan dan penghinaan terhadap Al-Quran. Termasuk di dalamnya, menghadiri majelis debat dengan orang kafir dan munafik yang mereka ingin membatalkan ayat-ayat Allāh dan membela kekufuran mereka. Demikian juga menghadiri majelis ahlul bid’ah dengan berbagai macamnya. Karena penggunaan ayat-ayat Al-Quran untuk membela kebid’ahan mereka ini termasuk penghinaan terhadap ayat-ayat Allāh, karena mereka tidak menggunakannya untuk kebenaran”.

Maka ayat ini melarang menghadiri majelis-majelis yang diajarkan kekufuran dan kebid’ahan di sana. Sehingga ketika kita ingin menghadiri suatu majelis ilmu wajib selektif, jangan sampai majelis yang kita hadiri mengajarkan kekufuran atau kebid’ahan.

Dalil 2

Dari Abu Umayyah al Jumahi rodhiyallāhu ’anhu, Nabi Shollallāhu ’alayhi Wa sallam bersabda:

إن من أشراط الساعة أن يلتمس العلم عند الأصاغر

“Diantara tanda kiamat adalah orang-orang menuntut ilmu dari al ashoghir” (HR. Ibnul Mubarak dalam Az Zuhd [2/316], Al Lalikai dalam Syarah Ushulus Sunnah [1/230], dihasankan Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah [695])

Ibnul Mubarak ketika meriwayatkan hadits ini memberi tambahan:

الأصاغر : أهل البدع

“Al Ashoghir adalah ahlul bid’ah”

Nabi Shollallāhu ’alayhi Wa sallam menyebutkan bahwa diantara tanda hari kiamat itu adalah banyaknya orang yang mengambil ilmu dari ahlul bid’ah. Ini merupakan celaan terhadap perbuatan tersebut. Sehingga menunjukkan bahwa menuntut ilmu itu harus selektif. Ketika seseorang tidak selektif dalam memilih guru dan ternyata gurunya adalah ahlul bid’ah, maka ia termasuk yang dicela oleh Nabi Shollallāhu ’alayhi Wa sallam.

Dalil 3

Dari Abu Hurairah rodhiyallāhu ’anhu, Rosūlullāh Shollallāhu ’alayhi Wa sallam bersabda:

سَيَأْتِي عَلَى النَّاسِ سَنَوَاتٌ خَدَّاعَاتُ يُصَدَّقُ فِيهَا الْكَاذِبُ وَيُكَذَّبُ فِيهَا الصَّادِقُ وَيُؤْتَمَنُ فِيهَا الْخَائِنُ وَيُخَوَّنُ فِيهَا الْأَمِينُ وَيَنْطِقُ فِيهَا الرُّوَيْبِضَةُ قِيلَ وَمَا الرُّوَيْبِضَةُ قَالَ الرَّجُلُ التَّافِهُ فِي أَمْرِ الْعَامَّةِ

“Akan datang suatu masa kepada manusia, tahun-tahun yang penuh dengan tipu daya. Pendusta dianggap benar, orang jujur dianggap dusta. Pengkhianat dipercaya, orang yang amanah dianggap berkhianat. Ketika itu ruwaibidhah banyak berbicara”. Para sahabat bertanya: “Siapa ruwaibidhah itu?”. Nabi menjawab: “orang bodoh berbicara mengenai perkara yang terkait urusan masyarakat luas” (HR. Ibnu Majah no. 3277, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Ibnu Majah).

Imam Asy Syathibi dalam kitab Al I’tisham lebih memperjelas lagi makna dari ar Ruwaibidhah dalam hadits ini:

هُوَ الرَّجُلُ التَّافَةُ الحَقِيرُ يَنْطِقُ فِي أُمُورِ العَامَّةِ ، كَأَنَّهُ لَيْسَ بِأَهْلٍ أَنْ يَتَكَلَّمَ فِي أُمُورِ العَامَّةِ فَيَتَكَلَّمُ

“Ruwaibidhah adalah seorang yang bodoh dan hina yang bicara mengenai perkara masyarakat umum, seakan-akan dia ahli dalam bidangnya, kemudian ia lancang berbicara” (Al I’tisham, 2/681).

Termasuk di dalamnya, orang yang tidak pandai ilmu agama namun lancang berbicara masalah agama, masalah halal dan haram, masalah yang terkait dengan darah kaum Muslimin, seolah-olah seorang ahli agama. Padahal ia tidak paham bahasa Arab, tidak paham Al-Quran dan Sunnah, tidak paham kaidah-kaidah ushuliyyah, maka inilah Ruwaibidhah.

Maka wajib bagi kita untuk selektif dalam mengambil ilmu agama, agar tidak mengambil ilmu dari Ruwaibidhah.

Dalil 4

Dari Abu Hurairah rodhiyallāhu ’anhu, Rosūlullāh Shollallāhu ’alayhi Wa sallam bersabda :

الرَّجُلُ على دِينِ خليلِهِ؛ فلينظُرْ أحَدُكم مَن يخالِلُ

“Keadaan agama seseorang dilihat dari keadaan agama teman dekatnya. Maka hendaklah kalian lihat siapa teman dekatnya” (HR. Tirmidzi no.2378, ia berkata: ‘hasan gharib’, dihasankan Al Albani dalam Shahih At Tirmidzi).

Dalam hadits ini Nabi Shollallāhu ’alayhi Wa sallam memerintahkan untuk selektif dalam memilih teman dekat. Karena teman dekat akan mempengaruhi keadaan agama seseorang. Padahal teman dekat, sebagaimana kita ketahui, tidak selalu berbicara masalah agama. Terkadang bicara masalah dunia, terkadang bicara masalah agama.

Maka bagaimana lagi dengan guru yang akan diambil ilmu agamanya? Tentu lebih utama lagi untuk selektif dalam memilihnya. Karena pengaruhnya terhadap keadaan agama seseorang lebih besar daripada sekedar teman baik.

Dalil 5

Dari Abu Hurairah rodhiyallāhu ’anhu, Nabi Shollallāhu ’alayhi Wa sallam bersabda:

سيَكونُ في آخرِ أمَّتي أناسٌ يحدِّثونَكم ما لَم تسمعوا أنتُم ولا آباؤُكم . فإيَّاكُم وإيَّاهُم

“Akan ada di akhir zaman dari umatku, orang-orang yang membawakan hadits yang tidak pernah kalian dengar sebelumnya, juga belum pernah didengar oleh ayah-ayah dan kakek moyang kalian. Maka waspadailah… waspadailah” (HR. Muslim dalam Muqaddimah-nya).

Dalam hadits ini Nabi Shollallāhu ’alayhi Wa sallam mengabarkan bahwa akan ada orang-orang yang menyampaikan hadits-hadits palsu, yang tidak pernah didengar oleh para ulama terdahulu, karena memang hadits-hadits tersebut hanyalah rekaan orang belaka. Maka wajib bagi kita untuk selektif dalam memilih guru agama, carilah guru yang paham ilmu hadits, mengerti tentang derajat hadits-hadits, sehingga kita tidak mengambil ilmu dari orang yang suka menyampaikan hadits-hadits palsu.

Dalil 6

Dari Al Mughirah bin Syu’bah rodhiyallāhu ’anhu, Nabi Shollallāhu ’alayhi Wa sallam bersabda:

مَن حَدَّثَ عني بحديثٍ وهو يرى أنه كذبٌ فهو أحدُ الكاذبين

“barangsiapa menyampaikan hadits dariku, dan ia menyangka hadits tersebut dusta, maka ia salah satu dari dua pendusta” (HR. Muslim dalam Muqaddimah Shahih Muslim, At Tirmidzi no. 2662).

Dalam hadits ini Nabi Shollallāhu ’alayhi Wa sallam mencela orang yang menyebarkan hadits yang belum diketahui validitasnya. Bahkan orang yang demikian disebut pendusta oleh Nabi Shollallāhu ’alayhi Wa sallam. Menunjukkan bahwa tidak boleh kita sembarang menyampaikan hadits yang kita dengar dari para pembicara, penceramah, ustadz atau kiyai, kecuali telah dijelaskan bahwa hadits tersebut valid dan shahih sebagai sabda Nabi Shollallāhu ’alayhi Wa sallam. Ini menunjukkan pentingnya selektif dalam mengambil ilmu agama, agar tidak menjadi orang yang mudah menyebarkan hadits-hadits Nabi yang belum jelas validitasnya.

Inilah diantara beberapa dalil yang menunjukkan wajibnya selektif dalam mengambil ilmu agama, tidak boleh serampangan. Dan ini pula yang diperintahkan oleh para ulama terdahulu. Diantaranya Muhammad bin Sirin rohimahullāh, beliau mengatakan:

إن هذا العلم دين فانظروا عمن تأخذون دينكم

“Ilmu ini adalah bagian dari agama kalian, maka perhatikanlah baik-baik dari siapa kalian mengambil ilmu agama” (Diriwayatkan oleh Ibnu Rajab dalam Al Ilal, 1/355).

Kriteria Memilih Guru
Bagaimana kriteria orang yang bisa kita ambil ilmunya? Ibrahim An Nakha’i rohimahullāh mengatakan:

كَانُوا إِذَا أَتَوْا الرَّجُلَ لِيَأْخُذُوا عَنْهُ، نَظَرُوا إِلَى هديه، وَإِلَى سَمْتِهِ، وَ صلاته, ثم أخذوا عنه

“Para salaf dahulu jika mendatangi seseorang untuk diambil ilmunya, mereka memperhatikan dulu bagaimana akidahnya, bagaimana akhlaknya, bagaimana shalatnya, baru setelah itu mereka mengambil ilmu darinya” (Diriwayatkan oleh Ad Darimi dalam Sunan-nya, no.434).

Dari penjelasan beliau di atas, secara garis besar ada 3 kriteria yang perlu diperhatikan dalam memilih guru atau mengambil ilmu dari seseorang:

1. Akidahnya benar, sesuai dengan akidah Nabi Shollallāhu ’alayhi Wa sallam dan para sahabatnya
2. Ilmunya mapan, bukan orang jahil atau ruwaibidhah. Diantara cerminannya adalah cara shalatnya benar, sesuai sunnah Rosūlullāh Shollallāhu ’alayhi Wa sallam.
3. Akhlaknya baik

Oleh karena itu Imam Malik rohimahullāh berkata :

لاَ يُؤْخَذُ الْعِِلْمُ عَنْ أَرْبَعَةٍ: سَفِيْهٍ مُعلِنِ السَّفَهِ , وَ صَاحِبِ هَوَى يَدْعُو إِلَيْهِ , وَ رَجُلٍ مَعْرُوْفٍ بِالْكَذِبِ فِيْ أَحاَدِيْثِ النَّاسِ وَإِنْ كَانَ لاَ يَكْذِبُ عَلَى الرَّسُوْل صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ , وَ رَجُلٍ لَهُ فَضْلٌ وَ صَلاَحٌ لاَ يَعْرِفُ مَا يُحَدِّثُ بِهِ

“Ilmu tidak boleh diambil dari empat orang : (1) Orang bodoh yang nyata kebodohannya, (2) Shahibu hawa’ (ahlul bid’ah) yang mengajak agar mengikuti hawa nafsunya, (3) Orang yang dikenal dustanya dalam pembicaraan-pembicaraannya dengan manusia, walaupun dia tidak pernah berdusta atas (nama) Rosūlullāh Shollallāhu ‘alayhi wa sallam, (4) Seorang yang mulia dan shalih yang tidak mengetahui hadits yang dia sampaikan” (At Tamhid, karya Ibnu Abdil Barr, 1/66, dinukil dari Min Washayal Ulama, 19).

Maka hendaknya memperhatikan 3 kriteria di atas dan waspadai 4 jenis orang yang disebutkan imam Malik ini.

Dan hendaknya tidak tertipu oleh kepiawaian seseorang dalam berbicara, padahal kosong dari 3 kriteria di atas. Orang yang piawai bicara, bahasanya fasih dan menyihir, kata-katanya indah, belum tentu orang yang layak diambil ilmunya. Bahkan Nabi Shollallāhu ’alayhi Wa sallam bersabda:

إن أخوف ما أخاف على أمتي كل منافق عليم اللسان

“Yang paling aku takutkan terhadap umatku adalah setiap orang munafiq yang pintar berbicara” (HR. Ahmad [1/22], dishahihkan Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah [1013]).

Maka kepandaian berbicara bukanlah ukuran. Syaikh Shalih Al Fauzan menjelaskan:

“Wajib bagi anda wahai kaum Muslimin dan para penuntut ilmu agama, untuk bersungguh-sungguh dalam tatsabbut (cek dan ricek) dan jangan tergesa-gesa dalam menanggapi setiap perkataan yang anda dengar (dalam masalah agama). Dan hendaknya mencari tahu:

* Siapa yang mengatakannya?

* Dari mana datangnya pemikiran tersebut?

* Apa landasannya?

* Adakah dalilnya dari Al-Quran dan As-Sunnah?

* Orang yang mengatakannya belajar dimana?

* Dari siapa dia mengambil ilmu (siapa gurunya)?

Inilah perkara-perkara yang perlu dicek dan ricek. Terutama di zaman sekarang ini.

Maka tidak semua orang yang berkata-kata dalam masalah agama itu langsung diterima walaupun bahasanya fasih, sangat bagus ungkapannya dan sangat menggugah.

Jangan tertipu dengannya hingga anda mengetahui kadar keilmuan dan fikihnya” (Ithaful Qari bit Ta’liq ‘ala Syarhis Sunnah, 85).

Pada akhirnya, kita yang akan mempertanggung-jawabkan amalan kita
Siapapun guru kita, kepada siapapun kita mengambil ilmu, yang akan mempertanggung-jawabkan amalan-amalan kita adalah diri kita sendiri, bukan guru kita. Allāh Ta’ālā berfirman:

{مَّنِ اهْتَدَىٰ فَإِنَّمَا يَهْتَدِي لِنَفْسِهِ ۖ وَمَن ضَلَّ فَإِنَّمَا يَضِلُّ عَلَيْهَا ۚ وَلَا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَىٰ ۗ وَمَا كُنَّا مُعَذِّبِينَ حَتَّىٰ نَبْعَثَ رَسُولًا} [الإسراء : 15]

“Barangsiapa yang berbuat sesuai dengan hidayah (Allāh), maka sesungguhnya dia berbuat itu untuk (keselamatan) dirinya sendiri; dan barangsiapa yang sesat maka sesungguhnya dia tersesat bagi (kerugian) dirinya sendiri. Dan seorang yang berdosa tidak dapat memikul dosa orang lain, dan Kami tidak akan mengazab sebelum Kami mengutus seorang rasul” (QS. Al Isra: 15).

Maka tugas para guru agama, sekedar menyampaikan dan mengarahkan orang kepada kebenaran. Dan tugas kita sebagai pembelajar adalah mengikuti kebenaran yang disampaikan, bukan mengikuti orangnya. Tidak boleh taqlid buta kepada para ulama dan para ustadz. Imam Malik berkata:

إنما أنا بشر أخطئ وأصيب، فانظروا في رأيي؛ فكل ما وافق الكتاب والسنة؛ فخذوه، وكل ما لم يوافق الكتاب والسنة؛ فاتركوه

“Saya ini hanya seorang manusia, kadang salah dan kadang benar. Cermatilah pendapatku, tiap yang sesuai dengan Quran dan Sunnah, ambillah. Dan tiap yang tidak sesuai dengan Quran dan Sunnah, tinggalkanlah..” (Diriwayatkan Ibnu ‘Abdil Barr dalam Al Jami 2/32, Ibnu Hazm dalam Ushul Al Ahkam 6/149. Dinukil dari Ashl Sifah Shalatin Nabi, 27).

Imam Abu Hanifah berkata:

لا يحل لأحد أن يأخذ بقولنا؛ ما لم يعلم من أين أخذناه

“Tidak halal bagi siapapun mengambil pendapat kami, selama ia tidak tahu darimana kami mengambilnya (dalilnya)” (Diriwayatkan Ibnu ‘Abdil Barr dalam Al Intiqa 145, Hasyiah Ibnu ‘Abidin 6/293. Dinukil dari Ashl Sifah Shalatin Nabi, 24).

Maka penting sekali untuk menyeleksi guru yang mengajarkan ilmu kepada kita agar kita bisa beramal sesuai dengan kebenaran, sesuai dengan apa yang Allāh tunjukkan dalam Al-Quran dan yang Nabi Shollallāhu ’alayhi Wa sallam tuntunkan dalam sunnahnya.

Semoga bermanfaat. Wa billāhi at-taufiq was-sadād.

Senin, 26 September 2022

Syarah Aqidatul Awam (11)

Syarah Aqidatul Awam (11)
------------------------------------
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

Bait 11

أَرْسَـلَ أَنْبِيَا ذَوِي فَـطَـانَـهْ (11) بِالصِّـدْقِ وَالتَـبْلِـيْغِ وَاْلأَمَانَهْ

Allah telah mengutus para nabi yang memiliki 4 sifat yang wajib yaitu Fathonah (Cerdas), Shiddiq (Jujur), Tabligh (menyampaikan risalah / perintah Allah SWT) dan Amanah (Dipercaya).

Syarah :

Allah SWT mengutus para nabi dan rasul untuk menyampaikan serta menyebarkan ajaran Islam ke muka bumi. Nabi adalah seorang manusia yang menerima wahyu dari Allah SWT, namun tidak ada perintah untuk disampaikan kepada kaumnya.

Sedangkan rasul, selain menerima wahyu ia juga diperintahkan untuk menyampaikannya kepada kaum. Maka bisa dikatakan bahwa setiap rasul pasti nabi, tetapi tidak semua nabi adalah rasul.

Sebagai utusan Allah SWT, mereka adalah manusia-manusia pilihan yang dibekali Allah SWT dengan keistimewaan-keistimewaan yang tidak dimiliki makhluk Allah SWT yang lain. Begitu pula mereka diberikan sifat-sifat kesempurnaan sebagai penguat atas risalah yang dibawa.

Khusus bagi Rasul, sebagai kesempurnaan dari risalah yang disampaikan, Allah SWT menganugerahkan empat sifat kesempurnaan, yang pasti dimiliki oleh seorang rasul Allah SWT. Yakni:

1. Shidiq (Jujur)

Setiap rasul pasti jujur dalam ucapan dan perbuatannya. Pujian Allah SWT kepada Nabi Ibrahim:

وَاذْكُرْ فِي الْكِتَابِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّهُ كَانَ صِدِّيْقًا نَبِيًّا. (مريم :41).

"Ceritakanlah (hai Muhammad) kisah Ibrahim di dalam al-Kitab (al-Qur'an) ini. Sesungguhnya ia adalah seorang yang sangat membenarkan lagi seorang Nabi." (QS. Maryam : 41).

Setiap rasul pasti jujur dalam pengakuan atas kerasulannya. Dan apa yang disampaikan pasti benar adanya, karena memang bersumber dari Allah SWT. Firman Allah SAW:

وَمَا يَنطِقُ عَنِ ٱلْهَوَىٰ، إِنْ هُوَ إِلاَّ وَحْيٌ يُوحَىٰ, (النجم : 3-4).

"Dan tiadalah yang diucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya)." (QS. an-Najm : 3-4).

2. Tabligh (menyampaikan)

Setiap rasul pasti menyampaikan apa yang diterima dari Allah SWT. Jika Allah SWT, memerintahkan rasul untuk menyampaikan wahyu, seorang rasul pasti menyampaikan wahyu tersebut kepada kaumnya. Dalam al-Qur’an disebutkan:

أُبَلِّغُكُمْ رِسَالاَتِ رَبِّيْ وَأَنْصَحُ لَكُمْ وَأَعْلَمُ مِنَ اللهِ مَا لاَ تَعْلَمُونَ. (الأعراف : 62).

"Aku sampaikan kepadamu amanat-amanat Tuhanku dan aku memberi nasehat kepadamu, dan aku mengetahui dari Allah apa yang tidak kamu ketahui". (QS. Al-A’raf : 62).

3. Amanah (bisa dipercaya)

Secara bahasa amanah berarti bisa dipercaya. Sedangkan yang dimaksud di sini bahwa setiap rasul adalah dapat dipercaya dalam setiap ucapan dan perbuatannya, karena rasul tidak mungkin melakukan perbuatan yang dilarang dalam agama, begitu pula hal yang melanggar etika. Setiap rasul tidak mungkin terperosok ke dalam perzinahan, pencurian, menkonsumsi minuman keras, berdusta, menipu dan lain sebagainya. Rasul tidak mungkin memiliki sifat hasud, riya’, sombong, dusta dan sebagainya.  Allah SWT. Berfirman :

أَنْ أَدُّوا إِلَيَّ عِبَادَ اللَّهِ ۖ إِنِّي لَكُمْ رَسُولٌ أَمِينٌ (الدخان : 18).

(dengan berkata): “Serahkanlah kepadaku hamba-hamba Allah (Bani Israil yang kamu perbudak). Sesungguhnya aku adalah utusan (Allah) yang dipercaya kepadamu," [QS. AD DUKHAN 44:18]

إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْخَائِنِينَ

"Sesungguhnya Allah tidak mencintai orang-orang pengkhianat” (QS. Al Anfal : 58).

Karena jika mereka berkhianat dengan melakukan perbuatan yang haram atau makruh maka kita tidak dapat merubah/mengganti perbuatan haram dan makruh karma takut pada mereka (para Rosul). Allah Ta'ala memerintahkan kita untuk mengikuti mereka baik ucapan, perbuatan den keadaan (sikapnya).

4. Fathonah (cerdas)

Dalam menyampaikan risalah Allah SWT, tentu dibutuhkan kemampuan dan strategi khusus agar risalah yang disampaikan bisa diterima dengan baik. Karena itu, seorang rasul pastilah orang yang cerdas. Kecerdasan ini sangat berfungsi terutama dalam menghadapi orang-orang yang membangkang dan menolak ajaran Islam. Dalam al-Qur’an disebutkan:

قَالُوا يَانُوحُ قَدْ جَادَلْتَنَا فَأَكْثَرْتَ جِدَالَنَا فَأْتِنَا بِمَا تَعِدُنَا إِنْ كُنْتَ مِنَ الصَّادِقِينَ. (هود : 32).

"Mereka berkata: "Hai Nuh, sesungguhnya kamu telah berbantah dengan kami, dan kamu telah memperpanjang bantahanmu terhadap kami, maka datangkanlah kepada kami azab yang kamu ancamkan kepada kami, jika kamu termasuk orang-orang yang benar." (QS. Hud : 32).

Jumat, 23 September 2022

Menoleh dalam shalat

Hadits Sahih (267.0924)
-------------------------------------
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

Menoleh dalam shalat

Sahih al-Bukhori:3048

عَنْ عَائِشَة رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا:

 سَأَلْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ الْتِفَاتِ الرَّجُلِ فِي الصَّلاَةِ، فَقَالَ: هُوَ اخْتلاِسٌ يَخْتَلِسُ الشَّيْطَانُ مِنْ صَلاَةِ أَحَدِكُمْ.

Dari Aisyah ra:

Aku bertanya kepada Nabi saw tentang seseorang yang menoleh ketika sedang shalat, maka beliau bersabda: Itu adalah sambaran yang sangat cepat yang dilakukan oleh setan terhadap shalat seseorang dari kalian.

Pesan :
1. Setan senantiasa mencari kesempatan untuk menghasut manusia kepada keburukan, bahkan ia juga berusaha agar mengganggu manusia ketika sedang beribadah kepada Allah, seperti saat manusia sedang shalat.
2. Tidak diperbolehkan menoleh ke kiri atau kanan saat sedang shalat, kecuali jika ada keterpaksaan.
3. Mintalah perlindungan kepada Allah dari godaan setan di setiap waktu anda.

Kamis, 22 September 2022

Ancaman Keras Seseorang Yang Dibiarkan Didalam Kezhaliman

One Day One Hadits (211)
------------------------------------------
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

Ancaman Keras Seseorang Yang Dibiarkan Didalam Kezhaliman

عن أَبي موسى رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُول الله صلى الله عليه وسلم: ((إنَّ الله لَيُمْلِي لِلظَّالِمِ، فَإِذَا أخَذَهُ لَمْ يُفْلِتْهُ))، ثُمَّ قَرَأَ: {وكَذَلِكَ أَخْذُ رَبِّكَ إِذَا أَخَذَ الْقُرَى وَهِيَ ظَالِمَةٌ إِنَّ أَخْذَهُ أَلِيمٌ شَدِيدٌ} [هود: 102] مُتَّفَقٌ عَلَيهِ. 

Dari Abu Musa r.a., katanya: "Rasululiah s.a.w. bersabda:

"Sesungguhnya Allah itu menantikan untuk orang yang zalim -tidak segera dijatuhi hukuman, tetapi apabila Allah telah menghukumnya, maka tidak akan melepaskannya sama sekali – sampai hancur sehancur-hancurnya.

Selanjutnya beliau s.a.w. membaca ayat - yang artinya: "Dan demikianlah hukuman yang diberikan oleh Tuhanmu jikalau Dia menghukum negeri yang melakukan kezaliman. Sesungguhnya hukuman Tuhan itu adalah pedih dan keras." (Muttafaq 'alaih)

Pelajaran yang terdapat didalam hadits :

1. Seorang yang berbuat kezhaliman kadang kala dibiarkan oleh Allah  Subhanahu wata'ala didalam kezhalimannya sehingga melanjutkan terus menerus perbuatannya, na'udzubillah.

2. Maka seseorang yang dibiarkan oleh Allah dalam kezhaliman, itu sebenarnya malapetaka yang sangat besar, maka tidak perlu tergesa-gesa baginya 'iqob(hukuman).

3. Daripada bentuk istijraj maka dibiarkan oleh Allah didalam kezhalimannya tidak cepat dihukum supaya menumpuk-numpuk atasnya kezhalim-kezhalimannya. 
Maka apabila Allah sudah menghumnya tidak akan ada yang bisa melepaskannya.

4. Maka kewajiban seseorang untuk mewaspadai akan dirinya untuk tidak menumpuk kezhalimannya karena itu merupakan musibah paling besar.

5. Apabila  seorang berbuat kezhaliman lalu disegerakan hakuman/azab/iqobnya mungkin dia akan cepat sadar, bertaubat dan akan meninggalkan kezhalimannya tetapi bila dia dibiarkan dalam kezhaliman maka akan terus bertambah kezhaliman-kezhalimannya dan dosa-dosanya dan akan terus  bertambah-tambah siksanya. Tetapi apabila Allah telah menghukumnya, maka tidak akan melepaskannya sama sekali – sampai hancur sehancur-hancurnya.

Tema hadist yang berkaitan dengan Al qur'an :

1. Allah Subhanahu wata'ala kadang kala membukakan bagi mereka yang tenggelam didalam kezhaliman semua pintu rezeki dan semua segi kehidupan di dunia, hingga mereka benar-benar teperdaya oleh apa yang sedang mereka alami, dan mereka berkeyakinan bahwa diri mereka mempunyai sesuatu pegangan.
Allah akan memberikan masa tangguh kepada mereka. Dengan kata lain, Allah tenggelamkan mereka di dalamnya dalam waktu yang cukup lama.Yakni sangat kuat lagi sangat keras azabnya. 

وَالَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا سَنَسْتَدْرِجُهُمْ مِنْ حَيْثُ لَا يَعْلَمُون، وَأُمْلِي لَهُمْ إِنَّ كَيْدِي مَتِينٌ 

Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami, nanti Kami akan menarik mereka dengan berangsur-angsur (ke arah kebinasaan), dengan cara yang tidak mereka ketahui. Dan Aku memberi tangguh kepada mereka. Sesungguhnya rencana-Ku amat teguh.[Al A'raf 182:183]

2. Sesungguhnya Allah benar-benar mencatat(dosa orang) yang zalim; hingga manakala Dia mengazab-Nya, maka tidak akan dapat menyelamatkan dirinya dari azab Allah.

وَكَذَلِكَ أَخْذُ رَبِّكَ إِذَا أَخَذَ الْقُرَى وَهِيَ ظَالِمَةٌ إِنَّ أَخْذَهُ أَلِيمٌ شَدِيدٌ

Dan begitulah azab Tuhanmu, apabila Dia mengazab penduduk negeri-negeri yang berbuat zalim. Sesungguhnya azab-Nya itu adalah sangat pedih lagi keras.[ Hud:102].

Rabu, 21 September 2022

Tadabbur Al-Quran Hal. 246

Tadabbur Al-Quran Hal. 246
----------------------------------------------
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

- Al Qur'an Indonesia Tajwid.

- Yusuf ayat 91 :

قَالُوْا تَاللّٰهِ لَقَدْ اٰثَرَكَ اللّٰهُ عَلَيْنَا وَاِنْ كُنَّا لَخٰطِـِٕيْنَ

Mereka berkata, “Demi Allah, sungguh Allah telah melebihkan engkau di atas kami, dan sesungguhnya kami adalah orang yang bersalah (berdosa).”

- Tafsir Al Muyassar Yusuf ayat 91 :
Mereka berkata, "Demi Allah, sungguh Allah telah melebihkanmu atas kami, dan memuliakanmu dengan ilmu, kesantunan dan keutamaan, sedangkan kami adalah orang-orang yang bersalah karena apa yang kami lakukan secara sengaja terhadapmu dan saudaramu."

- Hadis Sahih (ayat 91-92) :

Dari Salamah bin Al-Akwa' Ra., "Dihadirkan kepada Nabi Saw. satu jenazah agar disalatkan. Lalu, beliau Saw. bertanya, 'Apakah orang ini punya utang?" Mereka berkata, Tidak' Maka beliau Saw menyalatkan jenazah tersebut. Kemudian didatangkan lagi jenazah lain kepada beliau Saw., maka beliau Saw. bertanya kembali, Apakah orang ini punya utang?
Mereka menjawab, Ya'. Maka beliau Saw bersabda Salatkanlah saudara kalian ini". Abu Qatādah berkata, 'Biar aku yang menanggung utangnya". Lalu beliau Saw.  menyalatkan jenazah itu." (HR Bukhāri, Sahihul Bukhäri, Juz 2, No. Hadis 2295, 1400 H: 141)

- Mu'jam QS Yūsuf, 12: 93 :

بِقَمِيْصِيْ

Qamasa: Al-Qamis (gamis) itu sudah dikenal jamaknya adalah Qumusun wa Aqmisah wa Qumsan. Firman Allah, ...Jika baju gamisnya koyak di bagian depan (Q5 Yüsuf, 12: 26) Dan jika baju gamisnya koyak di bagian belakang (QS Yusuf, 12 27). Taqammasahu artinya memakaikan
 (Ar-Ragib Al-Asfahani, Mujam gamisnya. Mufradãti Alfāzi Al-Qurani. 1431 H/2010 M: 311)

Selasa, 20 September 2022

TIGA LANDASAN UTAMA MANHAJ SALAF

Tematik (99)
---------------------
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

TIGA LANDASAN UTAMA MANHAJ SALAF

Sebagaimana telah dimaklumi bersama bahwa dakwah salafiyah berdiri tegak di atas tiga landasan.

1. Al-Qur’anul Karim
2. Sunnah shahihah (hadits-hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang shahih)

Para Salafiyin di seluruh penjuru negeri memusatkan pada hadits-hadits shahih, (mengapa demiki'an?) karena di dalam Sunnah (dengan kesepakatan para ulama) terdapat hadits-hadits palsu (maudhu) atau hadits-hadits lemah (dha'if), (yang bercampur dengan hadits shahih) semenjak sepuluh abad yang lalu, dan hal ini adalah perkara yang tidak ada perselisihan. Para ulama juga bersepakat perlunya ditasfiyah (penyeleksi'an) mana yang hadits dan mana yang bukan hadits. Oleh karena itu para Salafiyyin “bersepakat” bahwa dasar yang kedua ini (yai'tu Sunnah), tidak sepatutnya diambil apa adanya (tanpa melihat shahih atau tidaknya), karena dalam hadits-hadits tersebut terdapat hadits dha'if maupun maudhu yang tidak boleh diamalkan sekalipun dalam fadhailul amal. Inilah dasar yang kedua.

3. Al-Qur’an dan Sunnah wajib dipahami dengan pemahaman sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, tabi’in serta tabi'ut tabi’in.

Inilah keistimewa'an dakwah Salafiyyah atas seluruh dakwah-dakwah yang berdiri di muka bumi di dzaman ini, dalam dakwah-dakwah itu, ada ajaran Islam dan ada juga ajaran-ajaran yang bukan berasal dari Islam.

Dakwah Salafiyyah mempunyai keistimewa'an dengan dasar yang ketiga ini yai'tu al-Qur’an dan Sunnah wajib dipahami sejalan dengan manhaj Salafus Shalih dari kalangan para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, tabi’in (orang yang berguru kepada tabi’in), yai'tu pada tiga masa yang pertama (100H-300H) yang telah diberi persaksi'an oleh hadits-hadits yang telah dimaklumi, bahwa masa itu adalah masa seba'ik-ba'ik umat. Semua ini berdasarkan pada dalil-dalil yang cukup sehingga menjadikan kita mengatakan dengan pasti bahwa seti'ap orang yang memahami Islam dan al-Qur’an dan hadits tanpa disertai landasan yang ketiga ini, pasti akan “datang” dengan membawa ajaran Islam yang baru.

Bukti terbesar dari hal ini, adanya kelompok-kelompok Islam yang (semakin) bertambah ti'ap hari. Penyebabnya karena tidak berpegang teguh pada tiga landasan ini, yai'tu al-Qur’an, Sunnah Rasulullah ﷺ dan Pemahaman Salafus Shalih. Oleh sebab itu kita dapati sekarang di negeri-negeri Islam, satu kelompok yang belum lama munculnya di Mesir (yaitu Jama’ah Takfir wal Hijrah). Kelompok ini menyebarkan pemikiran-pemikiran dan racun-racunnya di berbagai negeri Islam dan mendakwakan berada di atas al-Qur’an dan Sunnah. Alangkah serupanya dakwa'an mereka itu dengan dakwa'an kelompok Khawarij. Karena kelompok khawarij juga mengajak kepada al-Qur’an dan Sunnah, akan tetapi mereka menafsirkan al-Qur’an dengan hawa nafsu mereka dengan tanpa melihat pemahaman Salafus Shalih khususnya sahabat Nabi ﷺ. Dan saya banyak bertemu dengan anggota mereka serta berdebat dengan salah seorang pemimpin mereka, yang mengatakan bahwa ia tidak menerima tafsir ayat walaupun datang dari puluhan sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia tidak menerima tafsir itu jika tidak sesuai dengan pendapatnya. Dan orang yang mengatakan perkata'an ini tidak mampu membaca ayat al-Qur’an dengan (lancar) tanpa kesalahan. Inilah sebab penyelewangan khawarij terdahulu yang mereka adalah orang-orang Arab asli, maka apa yang dapat kita katakan pada orang khawarij masa kini yang mereka itu jika bukan orang-orang non Arab secara nyata tetapi mereka adalah orang-orang Arab yang tidak fasih, dan bukan orang-orang Ajam yang fasih berbahasa Arab ?

Inilah re'alita mereka, dengan berterus terang mengatakan bahwa mereka tidak menerima tafsir nash secara mutlak kecu'ali jika Salafush Shalih bersepakat atasnya, demiki'anlah yang dikatakan salah seorang di antara mereka (sebagai usaha penyesatan dan pengkaburan). Maka aku (al-Albani) katakan padanya : “Apakah kamu meyakini kemungkinan terjadinya kesepakatan Salafus Shalih dalam penafsiran satu nash dari al-Qur’an ?” dia berkata : “Tidak, ini adalah sesu'atu yang mustahil” maka kukatakan : “Jika demiki'an, apakah engkau ingin berpegang pada yang mustahil ataukah engkau bersembunyi dibalik sesu'atu ?” lalu diapun mundur dan di'am.

Inti masalahnya, bahwa penyebab kesesatan seluruh kelompok-kelompok sejak masa lampau maupun sekarang, adalah tidak berpegang pada landasan yang ketiga ini, yai'tu memahani al-Qur’an dan Sunnah sesuai dengan pemahaman (manhaj) Salafus Shalih.

Mu’tazilah, Murji’ah, Qadariyyah, Asy’ariyyah, Maturidiyyah dan seluruh penyelewengan yang terdapat pada kelompok-kelompok itu penyebabnya adalah karena mereka tidak berpegang teguh pada pemahaman Salafus Shalih, oleh karena itu para ulama’ peneliti berkata.

وَكُلُّ خَيْرٍ فِي اتِّبَاعِ مَنْ سَلَفَ وَكُلُّ شَرِّ فِي ابْتِدَاعِ مَنْ خَلَفْ

Segala keba'ikan tertumpu dalam mengikuti Salafush Shalih. “Segala kejahatan tertumpu pada bid’ah para Khalaf (generasi sesudah Salaf)”

Ini bukan sya’ir, ini adalah perkata'an yang disimpulkan dari al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Allah ﷻ berfirman.

وَمَنْ يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَىٰ وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّىٰ وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ ۖ وَسَاءَتْ مَصِيرًا

“Dan barang si'apa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mu’min. Kami bi'arkan ia lelu'asa terhadap kesesatan yang telah diku'asainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali” [An-Nisa’/4 : 115]

Mengapa Allah Jalla Jalaluhu mampu untuk berfirman.

وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ

“Dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mu’min”

Padahal Allah Jalla Jalaluhu mampu untuk berfirman.

وَمَنْ يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَىٰ وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّىٰ وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ ۖ وَسَاءَتْ مَصِيرًا

“Dan barang si'apa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, Kami bi'arkan ia lelu'asa terhadap kesesatan yang telah diku'asainya itu dan Kami masukkan ia kedalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali“.

Megapa Allah ﷻ berfirman ?

وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ

“Dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mu’min”

Yai'tu agar seseorang tidak menunggangi kepalanya sendiri dengan mengatakan : “Beginilah saya memahami al-Qur’an dan beginilah saya memahami Hadits”. Maka dikatakan kepadanya : “Wajib bagi kamu memahami al-Qur’an sesuai dengan pemahaman orang-orang yang pertama kali beriman (Salafush Shalih). Nash al-Qur’an ini didukung oleh hadits-hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang mengu'atkannya, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang perpecahan yang terjadi pada umat-Nya, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

كُلُّهَا فِي النَّارِ إِلاَّوَاحِدَة قَالُوْا مَنْ هِيَ يَارَسُوْلَ اللَّهِ؟ قَالَ : الجَمَاعَةُ وَفِي أُخْرَي : مَاأَنَا عَلَيْهِ وَأَصْحَابِي

“Semuanya di neraka kecu'ali satu kelompok’ para sahabat bertanya si'apa kelompok itu ya Rasulullah ﷺ ? beliau bersabda : “Al-Jama’ah”. Dalam riwayat yang lain : “Sesu'atu (ajaran dan pemahaman) yang mana aku dan para sahabat-Ku berpijak padanya“.

Baca Juga ahlus-Sunnah Paling Sayang Kepada Umat
Mengapa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan kelompok yang selamat itu berada di atas pemahaman jama’ah, yai'tu jama’ah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ? (Yang demiki'an itu) agar tertutup jalan bagi orang-orang ahli ta’wil dan orang-orang yang mempermainkan dalil-dalil dan nash-nash al-Qur’an dan hadits.

Sebagai contoh, firman Allah Jalla Jalaluhu.

وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ نَاضِرَةٌ ﴿٢٢﴾ إِلَىٰ رَبِّهَا نَاظِرَةٌ

“Wajah-wajah (orang-orang mu’min) pada hari itu berseri-seri. Kepada Rabbnyalah mereka melihat” [al-Qiyamah/75 : 19-20]

Ayat ini adalah nash yang jelas dalam al-Qur’an bahwa Allah Jalla Jalaluhu memberikan karunia-Nya kepada hamba-hamba-Nya yang beriman pada hari ki'amat, mereka akan melihat wajah Allah Jalla Jalaluhu yang mulia, sebagaimana dikatakan oleh seorang faqih ahli sya'ir yang beraqidah salaf.

يَرَاهُ الْمُؤْ مِنِيْنَ بِغَيْرِ كَيْفٍ وَتَشْبِيْةِ وَضَرْبٍ لِلْمِثَلِ

“Kaum mu’min melihat Allah ﷻ tanpa takyif (menanyakan bagaimana), tidak pula tasybih (menyerupakan) dan memisalkan”

Mu’tazilah berkata : “Tidak mungkin seorang hamba bisa melihat Rabbnya di dunia maupun di akhirat”, (Jika ditanyakan kepadanya): “Akan tetapi kemana kamu membawa makna ayat itu ?” dia berkata : “Ayat itu bermakna : wajah orang-orang mukmin melihat pada kenikmatan Rabbnya”. Jika ditanyakan kepadanya : “Anda menakwilkan makna melihat Allah ﷻ dengan arti (melihat kenikmatan Rabbnya) sedang Allah Jalla Jalaluhu berfirman : “Kepada Rabnyallah mereka melihat?” darimana kamu datangkan kata kenikmatan ? ia berkata : Ini adalah majas (ki'asan).

Oleh sebab itu Ibnu Taimiyah mengingkari adanya majaz di dalam al-Qur’an. Karena ia merupakan salah satu pegangan terku'at dan terbesar yang telah merobohkan aqidah Islam. Ayat diatas, menetapkan su'atu karunia dari Allah Jalla Jalaluhu kepada hamba-Nya yai'tu mereka akan melihat wajah Allah Jalla Jalaluhu pada hari ki'amat, tetapi orang-orang Mu’tazilah mengatakan ini tidak mungkin.

Demiki'an pula firman Allah Jalla Jalaluhu.

لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ ۖ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ

“Tidak ada sesu'atupun yang semisal-Nya dan Dia maha mendengar lagi maha melihat” [As-Syuura/42 : 11]

(Orang yang berpaham Mu’tazilah berkata) : “Makna ayat itu bukan Maha Mendengar dan Maha Melihat ! Jika ditanyakan : “Mengapa?” mereka berkata : “Karena jika kita mengatakan Allah ﷻ itu melihat dan mendengar maka kita telah menyerupakan Allah ﷻ dengan diri-diri kita”. Lalu ditanyakan kepada mereka : “Jika demiki'an halnya, apakah makna mendengar dan melihat ?”. Yai'tu mengetahui dan mendengar keduanya adalah lafadz dalam bahasa Arab. Jadi mendengar dan melihat menurut mereka sama dengan mengetahui. Akan tetapi apakah masalahnya akan selesai hingga disini ?.

Jika dikatakan “fulan alim” dalam bahasa arab ini adalah ungkapan yang diperbolehkan. Dan boleh kita menyebut seorang manusia itu alim, yang bermakna “mengungkapkan dengan cara yang melebihkan sifat tentang orang tersebut”. Lalu dikatakan pada mereka : “Apakah boleh kita mengatakan bahwa fulan seorang alim ?”. ‘Ya’, boleh, kalau begitu, kita tidak boleh mengatakan bahwa Allah Jalla Jalaluhu itu Alim (Maha Mengetahui), karena hal itu akan menjadikan penyerupaan Allah Jalla Jalaluhu dengan hamba Allah Jalla Jalaluhu.

Demiki'anlah cara mereka menafikan atau meniadakan sifat-sifat Allah Jalla Jalaluhu. Hingga perkaranya sampai kepada pengingkaran mereka terhadap wujud Allah ﷻ, ba'ik mereka mengakui ataupun tidak mengakui, karena cara mereka yang demiki'an itu konseku'ensinya menetapkan mereka (menginkari wujud Allah ﷻ).

Dan semoga Allah ﷻ merahmati Imam Ibnul Qayyim ketika beliau berkata :

المُجَسِّمُ يَعْبُدُ صَنَمًا وَ الْمُعَطِّلُ – يَعْنِي المُؤَوِّلُ – يَعْبُدُ عَدَمًا

“Orang yang menyerupakan Allah ﷻ dengan mahluk menyembah patung, sedang al-Muatthil (orang yang menolak penyerupa'an Allah ﷻ tapi menakwilkannya) menyembah sesu'atu yang tidak ada“.

Oleh sebab itu dari kalangan orang-orang yang tidak berpegang kepada metode Salafus Shalih tentang ayat-ayat dan hadits-hadits yang berka'itan dengan sifat-sifat Allah ﷻ, mereka berkata : “Allah ﷻ tidak berada diatas”. Nah ! Apakah engkau dapati dalam al-Qur’an bahwa Allah ﷻ tidak di atas ? Kita mendapati dalam al-Qur’an, Allah ﷻ mensifati hamba-Nya.

يَخَافُونَ رَبَّهُمْ مِنْ فَوْقِهِمْ

“Mereka takut kepada Tuhan mereka yang di atas mereka” [An-Nahl/16 : 50]

الرَّحْمَٰنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَىٰ

“(Yai'tu) Tuhan Yang Maha Pemurah, Yang bersemayam di atas ‘Arsy” [Thaha/20 : 5]

تَعْرُجُ الْمَلَائِكَةُ

“Malaikat-malaikat dan Jibril na'ik (menghadap) kepada Tuhan” [Al-Ma’arij/70 : 4]

إِلَيْهِ يَصْعَدُ الْكَلِمُ الطَّيِّبُ وَالْعَمَلُ الصَّالِحُ يَرْفَعُهُ

“Kepada-Nya lah na'ik perkata'an-perkata'an yang ba'ik dan amal yang shalih dina'ikkan-Nya [Faathir/35 : 10]

Dan seterusnya, lalu mereka katakan : “Allah ﷻ tidak berada di atas !!”
Kalau begitu berada di bawah ??
Mereka berkata : “Tidak berada dibawah !!”
Kalau begitu di sebelah kanan ??
Tidak !! tidak berada disebelah kanan ! Tidak, disebelah kiri ! Tidak, di depan dan tidak pula di belakang ! Tidak juga berada di dalam alam ini atau di lu'arnya !

Kalau begitu apa yang tersisa dari wujud keberada'an Allah ﷻ ?! Yang tersisa adalah al’Adam (tidak ada).

Inilah ilmu yang mana para ulama ahli kalam tanpa terkecu'ali terbelit dalam kesulitan dan binasa didalamnya, kecu'ali ulama yang berada diatas manhaj Salafush Shalih. Semua ulama ahli kalam tanpa terkecu'ali, ba'ik yang berpemahaman ‘As’ariyah atau Maturidiyah, kecu'ali beberapa gelintir manusia diantara mereka yang beriman kepada apa yang dipahami oleh Salafush Shalih, sebagaimana perkata'an sebagi'an dari mereka.

وَرَبُّ الْعَرشِ فَوْقَ الْعَرْشِ لَكِنْ بَلاَوَصْفِ التَّمَكُّنِ وَاتَّصَالِ

“Dan Rabbul Arsy (Allah ﷻ) berada di atas Arsy, akan tetapi tanpa disifati dengan kemantapan dan menempel (Nya pada Arsy)”

Artinya : “Tiadalah sesu'atu yang serupa dengan-Nya” Allah ﷻ mensifati dirinya bahwa Dia bersemayam diatas Arsy, dan Rabbul Arsy (pencipta Arsy) berada di atas Arsy akan tetapi tanpa disifati dengan kemantapan dan menempel(Nya pada Arsy).

Lihatlah wahai saudara-saudara kami khususnya para pemuda ! bukankah kita menginginkan untuk mewujudkan sebu'ah masyarakat yang Islami, dan menginginkan berdiri di depan (menghadapi) kelompok athe'is dan komunis, dan kelompok-kelompok semisal mereka ?! Dengan apakah kita akan berdiri di depan (menghadapi) mereka ! Apakah dengan ilmu yang diambil dari Kitabullah dan Hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sesuai Manhaj Salafus Shalih ataukah dengan ilmu kalam ?

Akan tetapi aku katakan merupakan su'atu keba'ikan bagi kali'an atau sebagi'an di antara kali'an jika sesungguhnya dia belum pernah membaca ilmu kalam, ini adalah hak atau dia tidak mengetahui bahwa kadang-kadang ia mengetahui atau mendengar ini. Lalu merasa heran, apakah ada ka'um muslimin yang beraqidah semacam ini ?? (jawabnya) : “Ya, ada”. Bacalah kitab “Ihya Ulumudin” karya al-Ghazali, dan beberapa tulisan-tulisan yang baru yang telah dicetak dan menyebar di dzaman ini “dengan nama aqidah”. Niscaya kali'an akan dapati didalamnya pengingkaran itu dicetak dengan cetakan yang baru pada masa kini, dan (di dalamnya termaktub) bahwasanya Allah ﷻ tidak berada di atas, tidak dibawah, tidak di sebelah kanan, tidak pula di sebelah kiri, dan seterusnya.

Baca Juga Tegar Di Atas Manhaj Salaf
Oleh karena itu, semoga Allah ﷻ merahmati salah seorang Umara’ (pengu'asa) di Damaskus yang ikut hadir dalam sebu'ah dialog antara Sya'ikhul Islam Ibnu Taimiyah dan orang-orang yang bepemahaman Mu'atthilah (orang-orang yang menolak penyerupa'an Allah ﷻ tapi menakwilnya), tatkala ia mendengar perkata'an mereka dan juga perkata'an Ibnu Taimiyah yang bersandar pada al-Qur’an dan Sunnah serta perkata'an Salafus Shalih, iapun merasa pu'as dan yakin bahwa inilah (perkata'an Ibnu Taimiyah yang bersandar pada al-Qur’an dan Sunnah serta perkata'an Salafush Shalih) aqidah yang benar. Lalu ia menoleh kepada Ibnu Taimiyah dan berkata :

هَؤُلاَءِ – يُشِيْرُ إِلَى الْمَشَايِخِ- قَوْمٌ أَضَاعُوْارَبَّهُمْ

“Mereka itu (sambil menunjuk ke arah para Sya'ikh yang menjadi lawan dialog Ibnu Taimiyyah) adalah su'atu ka'um yang meni'adakan atau menyia-nyiakan Rabb mereka”

Ini adalah perkata'an yang benar, mereka adalah ka'um yang meni'adakan Rabb mereka. Mengapa (mereka berkata) : “Allah ﷻ tidak berada di atas, tidak dibawah, tidak disebelah kanan, tidak pula disebelah kiri, dan seterusnya ?”

Inti dari masalah yang saya sebutkan diatas ” Apakah yang membinasakan ulama ka'um muslimin??” terlebih lagi penuntut ilmu mereka ?? Dan lebih dari itu semuanya orang awam mereka kepada ‘kerendahan’ dan ‘kesesatan yang nyata ini ??’

Kami menasehati seti'ap ka'um muslimin di dunia ini agar ‘menggabungkan’ keharusan berpegang kepada kitab dan Sunnah dengan pemahaman Salafus Shalih. Dan kalau tidak demiki'an halnya maka seti'ap kelompok di dunia ini akan berkata : “Kita berada di atas al-Qur’an dan Sunnah”.

Satu kelompok yang paling sesat pada sa'at ini, (yang mana mereka mengaku Islam, melaksanakan shalat lima waktu, menunaikan ibadah haji ke Ba'itul Haram) yai'tu Ahmadiyah al-Qadyaniyah. Walaupun mengaku Islam dan melaksanakan kewajibannya, mereka mengingkari hakikat-hakikat agama Islam itu sendiri dengan nama takwil. Dan mereka juga tidak berpegang dengan pemahaman ka'um muslimin terdahulu maupun sekarang. Karena seluruh ka'um muslimin bersepakat bahwa tidak ada Nabi setelah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, maka bagaimana mereka (Ahmadiyah Qadyaniyah) yang mengaku beragama Islam lalu berkata : “Telah datang seorang Nabi yang bernama Mirza Ghulam Ahmad al-Qadyani, dan akan datang pula banyak Nabi sesudahnya ”

Seorang muridnya telah datang lalu berusaha menyebarkan pemikiran ini, dan Alhamdulillah para ulama “bangkit” membantahnya, kadang-kadang dengan menggunakan cemeti, terkadang dengan teri'akan, kadang-kadang dengan “perkata'an”. Segala puji hanya bagi Allah ﷻ, kita telah dipelihara dan kejahatan mereka, dan sayapun banyak berpartisipasi dalam membantah mereka.

Inti dari kisah diatas, bagaimana mereka (bisa) tersesat ?

Rasulullah ﷺ telah bersabda :

لاَنَبِيَّ بَعْدِي

“Tidak ada Nabi sesudahku”

Tahukah kali'an apa makna “Tidak ada Nabi sesudah-Ku ?” mereka (Ahmadiyah Qadaniyah) mengartikan hadits itu : “Bersamaku tidak ada Nabi, akan tetapi jika aku telah mati akan ada Nabi”. Mereka menakwilkan nash dan hadits ini. Mereka (juga berkata) pada firman Allah ﷻ.

وَلَٰكِنْ رَسُولَ اللَّهِ وَخَاتَمَ النَّبِيِّينَ

“Tetapi dia adalah Rasulullah ﷺ dan penutup Nabi-nabi” [Al-Ahzab/33 : 40]

“Akan tetapi Rasulullah ﷺ adalah “khatamun nabiyyin”. Apakah makna khatamun nabiyyin ? (mereka berkata) : “perhi'asan para Nabi”. Karena makna khatam adalah perhi'asan jari, maka Rasulullah ﷺ adalah perhi'asan para Nabi dan bukanlah maknanya tidak ada lagi Nabi sesudah Rasulullah ﷺ.

Jika demiki'an maknanya, apakah seluruh ka'um muslimin salah dalam memahami nash-nash itu ?

Pembahasan ini sangat banyak dan panjang sekali, maka cukuplah bagi kita sekarang ini tiga landasan Salafiyah : Al-Qur’an, Hadits-hadits yang shahih serta diatas Pemahaman Salafush Shalih.

Adapun tuju'an-tuju'an da’wah Salafiyyah adalah mewujudkan masyarakat Islam yang mana dengan masyarakat yang Islami itu dapat merealisasikan hukum-hukum Islam, bukan hukum-hukum sela'innya. (Karena) penerapan hukum Islam pada masyarakat yang tidak Islami adalah dua hal yang kontradiksi, berlawanan dan tidak akan bertemu.

Kesimpulan
Wajib berpegang teguh kepada manhaj atau madzhab Salaf, dia adalah sebu'ah jaminan bagi seorang muslim untuk tergolong menjadi firqotun najiyah (kelompok yang selamat) dan tidak masuk dalam kelompok yang sesat. Itulah yang akan memeliharanya.

Dan terakhir, hendaknya kita menolehkan pandangan kita ketika mengajak seluruh ka'um muslimin untuk berpegang kepada al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah ﷺ diatas manhaj Salafus Shalih sebagaimana yang telah kita jelaskan dengan keterangan dan dalil-dalil yang shahih, bahwasanya kita tidak ja'uh dari mereka dalam masalah pokok keimanan pada al-Qur’an dan as-Sunnah, akan tetapi kita mendakwahi mereka dengan cara yang ba'ik kepada al-Qur’an dan Sunnah. Karena kita yakin bahwa mereka adalah “orang-orang yang sakit” dalam aqidah mereka yang dengannya mereka telah menyimpang dari al-Qur’an dan Sunnah. Maka kami mendakwahi mereka sebagai sebu'ah kewajiban dalam dakwah dan merupakan ka'idah dasar pada seti'ap orang yang ingin mengajak kepada Islam, yai'tu firman Allah Tabaraka wa Ta’ala.

ادْعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ ۖ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ ۚ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ ۖ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang ba'ik dan bantahlah mereka dengan cara yang ba'ik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang si'apa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk” [An-Nahl/16 : 125]

Maka wajib bagi kita untuk tidak menganggap remeh dan menggampangkan terhadap (orang-orang yang menyimpang dari manhaj Salafus Shalih) tidak hanya dalam permasalahan hukum, bahkan dalam banyak permasalahan aqidah, sebagaimana yang telah kami sebutkan diatas pada hal-hal yang berhubungan dengan sifat-sifat Allah ﷻ dan semisal itu. Maka kami mendakwahi mereka dengan cara yang terba'ik, tidaklah kita ja'uhi dan meninggalkan mereka, berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

لأَنْ يَهْدِيَ اللَّهُ عَلَى يَدَيكَ رَجُلاً أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْحُمْرِ النَّعَمِ

“Bahwa Allah ﷻ memberi petunjuk kepada seseorang dengan perantaramu labih aku sukai daripada unta merah (harta yang berharga -pent)”

Senin, 19 September 2022

Mu'jizat Rasulullah saat mengimami shalat

Hadits Sahih (263.0920)
-------------------------------------
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

Mu'jizat Rasulullah saat mengimami shalat

Sahih al-Bukhori:699

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ:

هَلْ تَرَوْنَ قِبْلَتِي هَا هُنَا؟ وَاللَّهِ مَا يَخْفَى عَلَيَّ رُكُوعُكُمْ وَلاَ خُشُوعُكُمْ، وَإِنِّي لأَرَاكُمْ وَرَاءَ ظَهْرِي.

Dari Abu Hurairah: Bahwa Rasulullah saw bersabda: 

Apakah kalian melihat arah kiblatku ini? Demi Allah, tidak ada yang tersembunyi bagiku rukuk dan juga khusyu kalian, karena aku dapat melihat kalian di belakang punggungku.

Pesan :
Salah satu keutamaan dan mukjizat Rasulullah adalah beliau dapat melihat yang ada di balik punggung beliau, sehingga beliau bisa mengetahui kekhusyuan dan para sahabat dalam shalat, serta apakah cara shalat mereka sudah benar.

Syarah Aqidatul Awam (10)

Syarah Aqidatul Awam (10)
------------------------------------
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

Bait 10

وَجَائـِزٌ بِـفَـضْـلِهِ وَ عَدْلِهِ (10) تَـرْكٌ لـِكُلِّ مُمْـكِـنٍ كَفِعْلِهِ

Dan adalah boleh dengan karunia dan keadilanNya, Allah memiliki sifat Jaiz / boleh (wewenang) yaitu boleh mengerjakan sesuatu atau meninggalkannya

Syarah :

Sifat jaiz Allah SWT ada satu, yakni:

فِعْلُ كُلِّ مُمْكِنٍ أَوْ تَرْكُهُ

"Allah berhak untuk mengerjakan sesuatu atau meninggalkan (tidak mengerjakan)-nya."

Tidak ada satu pun kekuatan yang dapat memaksa-Nya. Allah SWT memiliki hak penuh untuk mengerjakan atau mewujudkan suatu perkara. Sebagaimana juga Allah SWT mempunyai pilihan bebas untuk tidak menjadikannya. Firman Allah SWT:

إِنَّمَا قَوْلُنَا لِشَيْءٍ إِذَآ أَرَدْنَاهُ أَن نَّقُولَ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ. (النحل :40).

"Sesungguhnya perkataan Kami terhadap sesuatu apabila Kami menghendakinya, Kami hanya mengatakan kepadanya: "Kun (jadilah)", maka jadilah ia." (QS. an-Nahl : 40).

Tidak seorangpun dari makhluk Allah SWT yang berhak untuk memaksa Allah SWT untuk melaksanakan atau meninggalkan sesuatu. Karena Allah SWT adalah Dzat yang Maha Memaksa dan Maha Kuasa, tidak bisa dipaksa atau dikuasai. Sedangkan usaha dan doa manusia hanya sekedar perantara untuk mengharap belas kasih Allah SWT dalam mengabulkan apa yang diinginkan. Keputusan akhir adalah mutlak ada pada kekuasaa Allah SWT. Firman Allah SWT:

وَرَبُّكَ يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ وَيَخْتَارُ مَا كَانَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ سُبْحَانَ اللهِ وَتَعَالَى عَمَّا يُشْرِكُونَ. (القصص : 68).

"Dan Tuhanmu menciptakan apa yang Dia kehendaki dan memilihnya. Sekali-kali tidak ada pilihan bagi mereka. Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dari apa yang mereka persekutukan (dengan Dia)." (QS. al-Qashash : 68).

Penegakan Hukuman Bagi Orang-Orang Yang Zhalim

One Day One Hadits (210)
------------------------------------------
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

Penegakan Hukuman Bagi Orang-Orang Yang Zhalim

عن أَبي هريرة رضي الله عنه: أن رَسُول الله صلى الله عليه وسلم قَالَ: ((لَتُؤَدُّنَّ الحُقُوقَ إِلَى أهْلِهَا يَومَ القِيَامَةِ، حَتَّى يُقَادَ للشَّاةِ الجَلْحَاءِ مِنَ الشَّاةِ القَرْنَاءِ)). رواه مسلم. 

Dari Abu Hurairah r.a. bahawasanya Rasulullah s.a.w., bersabda:

"Nescayalah engkau itu akan menunaikan - memberikan - hak-hak itu kepada ahlinya - pemiliknya - pada hari kiamat, sehingga dibimbinglah kambing yang tak bertanduk dari kambing yang bertanduk - yakni kambing tak bertanduk itu akan memberikan balasan menyakiti kepada kambing yang bertanduk sesuai dengan perbuatan yang bertanduk itu ketika di dunia." (Riwayat Muslim)

Pelajaran yang terdapat di dalam hadist:

1. Termasuk keadilan Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah menegakkan qishash(hukuman)di antara makhluk di hari kiamat.

2. Tidak ada makhluk yang dizhalimi di dunia oleh yang lain kecuali akan Allah kembalikan haknya di hari kiamat, bahkan diantara hewan.

3. Akan didatangkan orang yang zhalim dan yang di zhalimi, sekecil apapun kezhaliman tersebut, baik berupa;
⑴ Kezhaliman harta
Seperti: pencurian, perampokan, penipuan, hutang.
⑵ Kezhaliman kehormatan
Seperti: umpatan, ghībah (membicarakan kejelekan orang lain), tuduhan palsu.
⑶ Kezhaliman fisik
Seperti: pemukulan, pembunuhan dan lain-lain.

4. Oleh karena itu seorang Muslim di dunia apabila berbuat zhalim maka hendaknya:
- Bersegera untuk minta maaf.
- Dan mengembalikan hak orang yang pernah dia zhalimi.

Tema hadist yang berkaitan dengan Al qur'an :

- Orang yang dizhalimi di dunia boleh membalas dengan balasan yang setimpal.
Akan tetapi tidak boleh dia membalas dengan berlebihan, karena dengan demikian justru dia menjadi orang yang zhalim yang akan diambil kebaikannya.
Dan apabila dia memaafkan maka Allah Subhanahu wa Ta’ala akan memberikan pahala yang besar.

وَجَزَٲٓؤُاْ سَيِّئَةٍ۬ سَيِّئَةٌ۬ مِّثۡلُهَا‌ۖ فَمَنۡ عَفَا وَأَصۡلَحَ فَأَجۡرُهُ ۥ عَلَى ٱللَّهِ‌ۚ إِنَّهُ ۥ لَا يُحِبُّ ٱلظَّـٰلِمِينَ

“Dan balasan sebuah kejelekan adalah kejelekan yang setimpal.
Dan barang siapa yang memaafkan dan memperbaiki, maka pahalanya atas Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak mencintai orang-orang yang zhalim.” [QS Asy Syura: 40].

Minggu, 18 September 2022

Khusyu' dalam shalat

Hadits Sahih (262.0919)
-------------------------------------
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

Khusyu' dalam shalat

Sahih al-Bukhori:1125

عَنْ زَيْد بْن أَرْقَمَ:

إِنْ كُنَّا لَنَتَكَلَّمُ فِي الصَّلاَةِ عَلَى عَهْدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، يُكَلِّمُ أَحَدُنَا صَاحِبَهُ بِحَاجَتِهِ حَتَّى نَزَلَتْ: حَافِظُوا عَلَى الصَّلَوَاتِ الأيَةَ، فَأُمِرْنَا بِالسُّكُوتِ.

Dari Zaid ibn Arqam:

Pada zaman Nabi saw kami berbicara ketika sedang shalat, seorang diantara kami berbicara dengan temannya tentang kebutuhannya. Hingga turun ayat: Peliharalah seluruh shalat kalian, maka kami diperintahkan untuk diam.

Pesan :
Berbicara dalam shalat adalah hal yang dilarang dan dapat membatalkan shalat. Dahulu, para sahabat biasa berbicara mengenai kebutuhan satu sama lain dalam shalat mereka, hingga Allah berfirman dalam ayat 238 surat al-Baqarah, yang berisi perintah untuk menjaga kekhusyuan dalam shalat. Setelah ayat itu turun, para sahabat tidak berbicara lagi dalam shalat mereka dan menunaikan shalat dengan khusyu'.

Tadabbur Al-Quran Hal. 245

Tadabbur Al-Quran Hal. 245
----------------------------------------------
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

- Al Qur'an Indonesia Tajwid.

- Yusuf ayat 79 :

قَالَ مَعَاذَ اللّٰهِ اَنْ نَّأْخُذَ اِلَّا مَنْ وَّجَدْنَا مَتَاعَنَا عِنْدَهٗٓ  ۙاِنَّآ اِذًا لَّظٰلِمُوْنَ ࣖ

Dia (Yusuf) berkata, “Aku memohon perlindungan kepada Allah dari menahan (seseorang), kecuali orang yang kami temukan harta kami padanya, jika kami (berbuat) demikian, berarti kami orang yang zalim.”

- Tafsir Al Muyassar Yusuf ayat 79 :

Yusuf berkata, "Kami berlindung kepada Allah dari mengambil seorang selain orang yang kami temukan alat
takar padanya (sebagaimana hukum yang kalian tetapkan). Jika kami melakukan sebagaimana yang kalian minta, maka kami termasuk orang-orang yang zalim."

- Mu'jam Yusuf ayat 79 :

وَّجَدْنَا

AWujüd (sesuatu yang dapat disimpulkan adanya) memiliki beberapa bentuk; bisa melalui pancaindra, daya keinginan, daya emosi, atau akal. Bisa juga disimpulkan adanya melalui wasilah akal seperti mengetahui Allah dan kenabian. Dan apa yang disandarkan kepada Allah, semata-mata pengetahuan saja (tidak dapat digambarkan), karena Allah Mahasuci dari penyifatan dengan mempunyar anggota badan atau alat alat lainnya. (Ar-Ragib Al-Asfahäni, Mujam Mufradäti Alfazi Al-Qur ani, 1431 H/2010 M: 398).

Sabtu, 17 September 2022

Dua raka'at Fajar

Hadits Sahih (261.0918)
-------------------------------------
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

Dua raka'at Fajar

Sahih al-Bukhori:1093

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ:

لَمْ يَكُنْ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى شَيْءٍ مِنْ النَّوَافِلِ أَشَدَّ مِنْهُ تَعَاهُدًا عَلَى رَكْعَتَيْ الْفَجْرِ.

Dari Aisyah ra, dia berkata: 

Tidak ada shalat sunah yang lebih Nabi saw tekuni daripada dua raka'at Fajar.

Pesan :
1. Shalat sunnah dua raka'at sebelum subuh termasuk shalat sunnah yang muakkadah, yaitu yang sangat dianjurkan
2. Keutamaan shalat dua raka'at sebelum subuh diantara shalat-shalat sunnah yang lain, Rasulullah saw paling menekuni shalat sunnah ini.

TAUHIDNYA ORI ATAU KW SUPER ?

Tematik (98)
---------------------
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

TAUHIDNYA ORI ATAU KW SUPER ?

Pernahkah kita diperlakukan tidak adil atau dizalimi oleh orang lain ? Bagaimana respon kita ? Tentu tidak senang dan kita protes, bisa jadi keluar kata-kata mencaci maki bahkan ingin membalas.

Mengapa ? Karena kita MENGANGGAP perbuatan orang tersebut adalah kejelekan dan dia berniat jelek kepada kita.

Nah, begitu juga wahai saudaraku.
Ketika kita mendapat takdir yang kita anggap jelek (hakikatnya semua takdir Allah baik) semisal mendapat musibah, maka janganlah keluar dari lisan kita kata-kata PROTES, caci-maki, tidak terima bahkan mengumpat takdir yang terjadi tanpa bisa memberi solusi.

Padahal takdir dan kejadian di dunia adalah ciptaan Allah, bisa saja artinya menganggap dan BERPRASANGKA Allah bermaksud jelek pada kita.

Ini harus kita hindari, karena bisa berpotensi MENGURANGI TAUHID seseorang dan bisa jadi mengurangi POTENSI MASUK SURGA TANPA HISAB.

"Nasib Gue Kok Gini Amat Sih?"

Hati-hati, Bisa Berpotensi
Mencederai Tauhid Lho..

Belajarlah bahasa air hujan, "Bagaimana berkali-kali jatuh, tanpa sekalipun mengeluh pada takdir."

Protes terhadap takdir sama saja berprasangka Allah bermaksud jelek pada kita, padahal jelas-jelas takdir merupakan ciptaan Allah.

Hindarilah walaupun hanya protes dengan perkatan halus, bahkan puncak keimanan bahwa kita bersyukur dengan semua takdir Allah. Allah sesuai prasangka hamba-Nya. Allah berfirman dalam hadits qudsi,

“Aku sesuai persangkaan hamba-Ku.”(HR. Bukhari).

Jika kita ridha, maka Allah akan ridha. Jika kita marah, maka siap-siap Allah akan marah dalam hal takdir.

Kezhaliman Terhadap Hak Hamba

One Day One Hadits (209)
------------------------------------------
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

Kezhaliman Terhadap Hak Hamba

عن جابر رضي الله عنه في سياق حجة النبي صلى الله عليه وسلم قال : « حَتَّى إِذَا زَاغَتِ الشَّمْسُ أَمَرَ بِالْقَصْوَاءِ فَرُحِلَتْ لَهُ، فَأَتَى بَطْنَ الْوَادِي فَخَطَبَ النَّاسَ وَقَالَ: إِنَّ دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ حَرَامٌ عَلَيْكُمْ، كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هَذَا فِي شَهْرِكُمْ هَذَا، فِي بَلَدِكُمْ هَذَا… » الحديث . رواه مسلم .

Dari Jabir radhiallahu’anhu di tengah haji bersama Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam: “… sehingga saat matahari tergelincir, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan agar unta Al-Qashwa’ dipersiapkan. Ia pun dipasangi pelana. Lalu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendatangi tengah lembah dan berkhutbah: ‘Sesungguhnya darah dan harta kalian, haram bagi sesama kalian. Sebagaimana haramnya hari ini, haramnya bulan ini di negeri kalian ini…‘“ (HR. Muslim).

Pelajaran yang terdapat di dalam hadist:

1. Diantara perkara yang paling agung yang ditekankan oleh Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam dalam khutbah beliau ketika Haji Wada, setelah beliau menekankan kembali masalah tauhid dan keikhlasan, adalah perkara penjagaan terhadap hak-hak sesama Muslim dan peringatan keras terhadap pelanggaran hak-hak sesama Muslim. Baik hak-hak yang terkait dengan darah, harta dan kehormatan seorang Muslim.

2. Barangsiapa yang merenungi khutbah Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam dan nasehat-nasehat beliau yang agung ketika haji Wada, ia akan menemukan bahwa beliau sangat menekankan dan betul-betul memperhatikan perihal ini.

3. Kezaliman terhadap hak hamba. 
Adapun kezaliman yang terkait hak hamba, berporos pada tiga hal, yang dijelaskan oleh Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam dalam khutbahnya :

a. Kezaliman terhadap jiwa
Kezaliman terhadap jiwa seseorang itulah yang dimaksud kezaliman dalam darah, yaitu seseorang berbuat melebihi batas kepada sesama Muslim dengan menumpahkan darahnya, membunuh, melukainya, atau semisal itu.

b. Kezaliman terhadap harta.
Kezaliman terhadap harta yaitu seseorang berbuat melebihi batas terhadap sesama Muslim dalam masalah harta, baik berupa enggan mengeluarkan yang wajib ia keluarkan, atau dengan melakukan hal yang haram dalam masalah harta, atau berupa meninggalkan hal wajib ia lakukan, atau juga berupa melakukan sesuatu yang diharamkan terhadap harta orang lain.

c. Kezaliman terhadap kehormatan
Adapun kezaliman terhadap kehormatan orang lain itu mencakup berbuat melebihi batas terhadap sesama Muslim dengan melakukan zina, atau liwath (sodomi), qodzaf, dan semisalnya. Semua jenis kezaliman ini haram hukumnya” (Syarah Riyadus Shalihin, 2/485).

4. Barangsiapa yang melakukan kezaliman di atas, maka ia telah melakukan kezaliman kepada dirinya sendiri. Karena ia adalah makhluk yang dicipta untuk beribadah kepada-Nya, dengan menaati segala perintahnya dan menjauhi segala larangannya. Maka dengan melanggar hal itu, ia tepat menempatkan dirinya pada tempat yang tidak sesuai dan inilah kezaliman. 

Tema hadist yang berkaitan dengan Al qur'an :

- Allah Ta’ala menyebutkan hamba-Nya yang bermaksiat dengan “menzalimi dirinya sendiri”,

مِنْ عِبَادِنَا فَمِنْهُمْ ظَالِمٌ لِنَفْسِهِ وَمِنْهُمْ مُقْتَصِدٌ وَمِنْهُمْ سَابِقٌ بِالْخَيْرَاتِ

“di antara hamba Kami ada yang menzalimi dirinya sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan diantara mereka ada (pula) yang berlomba berbuat kebaikan” (QS. Fathir: 32).

Jumat, 16 September 2022

Shalat malam Rasulullah

Hadits Sahih (260.0917)
-------------------------------------
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

Shalat malam Rasulullah

Sahih al-Bukhori:1055

عَنْ عَائِشَة رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا:

 أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُصَلِّي إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً، كَانَتْ تِلْكَ صَلاَتَهُ يَسْجُدُ السَّجْدَةَ مِنْ ذَلِكَ قَدْرَ مَا يَقْرَأُ أَحَدُكُمْ خَمْسِينَ آيَةً قَبْلَ أَنْ يَرْفَعَ رَأْسَهُ وَيَرْكَعُ رَكْعَتَيْنِ قَبْلَ صَلاَةِ الْفَجْرِ، ثُمَّ يَضْطَجِعُ عَلَى شِقِّهِ الأَيْمَنِ حَتَّى يَأْتِيَهُ الْمُنَادِي لِلصَّلاَةِ.

Dari Aisyah ra:

Bahwa Rasulullah saw biasa menunaikan shalat sebelas raka'at, begitulah shalat beliau, beliau bersujud, satu sujud lamanya sepanjang bacaan lima puluh ayat kalian, sebelum kemudian beliau mengangkat kepalanya dan shalat dua raka'at (shalat sunnah) sebelum shalat subuh, kemudian beliau berbaring pada sisi kanan badan beliau hingga datang mu'adzin menyerukan shalat.

Pesan :
Rasulullah saw biasa melaksanakan 11 rakaat shalat malam, beliau senang memperlama sujud beliau, hingga satu sujud beliau panjangnya seperti waktu yang dibutuhkan oleh kita membaca 50 ayat al-Quran. Itu adalah shalat malam Rasulullah, bagaimana dengan shalat malam anda?

Rabu, 14 September 2022

Shalat di atas hewan tunggangan

Hadits Sahih (258.0915)
-------------------------------------
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

Shalat di atas hewan tunggangan

Sahih al-Bukhori:1035

عَنْ جَابِر بْن عَبْدِ اللَّهِ:

 أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُصَلِّي عَلَى رَاحِلَتِهِ نَحْوَ الْمَشْرِقِ، فَإِذَا أَرَادَ أَنْ يُصَلِّيَ الْمَكْتُوبَةَ نَزَلَ فَاسْتَقْبَلَ الْقِبْلَةَ.

Dari Jabir ibn Abdillah:

Bahwa Nabi saw mendirikan shalat diatas hewan tunggangannya menghadap ke timur. Jika beliau hendak melaksanakan shalat wajib, maka beliau turun dan melaksanakannya dengan menghadap qiblat.

Pesan :
Ketika bepergian jauh, Rasulullah melaksanakan shalat sunnah di atas hewan tunggangannya, jika beliau hendak shalat fardu, beliau turun terlebih dahulu, menghadap qiblat dan melaksanakan shalat fardu tersebut.

Kehidupan Dunia Adalah Tempat Ujian

One Day One Hadits (208)
------------------------------------------
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

Kehidupan Dunia Adalah Tempat Ujian

عن أبى هريرة رضي الله عنه قال، قال  رسول الله صلى الله عليه وسلم :
أَشَدُّ النَّاسِ بَلَاءً الْأَنْبِيَاءُ ثُمَّ الصَّالِحُونَ، ثُمَّ الْأَمْثَلُ فَالْأَمْثَلُ، يُبْتَلَى الرَّجُلُ عَلَى حَسَبِ دِينِهِ، فَإِنْ كَانَ فِي دِينِهِ صَلَابَةٌ زِيدَ فِي الْبَلَاءِ"

Dari Abu Hurairah radhiAllah anhu berkata, bersabda rasulullah sallahu alaihi wa salam :
Manusia yang paling berat cobaannya ialah para nabi, kemudian orang-orang saleh, lalu orang yang terkemuka. Seseorang akan diuji sesuai dengan kadar agamanya; jika agamanya kuat, maka ujiannya diperberat pula.(HR. Tirmidzi) 

Pelajaran yang terdapat di dalam hadist :

1. Hadist tersebut menjelaskan bahwa suatu hal yang pasti terjadi dimana Alloh SWT akan menguji hamba-hamba-Nya yang beriman. Ujian adalah sebuah kemestian. Besarnya ujian yang diberikan sesuai dengan kadar keimanan mereka.

2. Seorang mukmin makin bertambah imannya, makin besar ujian yang menimpanya. Demikian pula sebaliknya. Jadi hadits-hadits itu dengan sendirinya membantah orang-orang yang mengira bahwa manakala seorang mukmin ditimpa cobaan; seperti dipenjara, diasingkan atau dipecat dari jabatannya dan lain sebagainya, adalah pertanda bahwa ia tidak diridhai oleh Allah. Dugaan semacam itu salah sama sekali. Sedangkan Rasulullah sendiri, adalah orang yang paling mulia, namun sekaligus dia sebagai orang yang paling dashyat cobaannya, bila dibandingkan dengan para nabi lainnya.

Tema hadist yang berkaitan dengan al quran :

1. Allah pasti akan menguji hamba-hamba-Nya yang beriman sesuai dengan kadar iman masing-masing.
Barang siapa yang ketika fitnah syubhat (kesamaran) datang, imannya tetap kokoh dan dapat menolak dengan kebenaran yang dipegangnya. Dan ketika fitnah syahwat datang yang mengajaknya berbuat dosa dan maksiat atau memalingkan dari perintah Allah dan Rasul-Nya, ia bersabar dalam arti mengerjakan konsekwensi iman dan melawan hawa nafsunya, hal ini menunjukkan kebenaran imannya. Akan tetapi barang siapa yang ketika syubhat datang, ada pengaruh dalam hatinya berupa keraguan dan kebimbangan dan ketika syahwat datang, membuatnya mengerjakan maksiat atau berpaling dari kewajiban, maka yang demikian menunjukkan tidak benar keimanannya. 

الم , أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُون,َ وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ 

Alif Lam Mim. Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan, "Kami telah beriman," sedangkan mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta. 
(Al-'Ankabut, ayat 1-3)

2. Alloh SWT memerintahkan kita untuk menerima segala bentuk ujian dengan bersabar, sebagaimana melarang kita untuk berputus asa dari rahmat-Nya. 

 وَلا تَيْأَسُوا مِنْ رَوْحِ اللَّهِ إِنَّهُ لَا يَيْئَسُ مِنْ رَوْحِ اللَّهِ إِلا الْقَوْمُ الْكَافِرُونَ

 “Janganlah kalian berputus asa dari rahmat Alloh. Sesungguhnya tidaklah berputus asa dari rahmat Alloh selain kaum yang kafir”. (QS. Yusuf [12]: 87)

3. Alloh SWT juga telah menegaskan bahwa setiap kesulitan pasti akan diiringi oleh kemudahan, sebagaimana dalam firman-Nya:

فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا , إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا 

“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.
(QS. al-Insyiroh [94]:5-6)

4. Sabar dan bijak dalam menghadapi cobaan dari Allah tidak mudah untuk dilakukan. Ikhlas menerima ketentuannya, akan memberikan kekuatan jiwa dan pahala.

إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ

“Sesungguhnya orang-orang yang bersabar, ganjaran bagi mereka adalah tanpa hisab (tak terhingga).” (QS. Az Zumar: 10).

Selasa, 13 September 2022

Shalat Qashar

Hadits Sahih (257.0914)
-------------------------------------
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

Shalat Qashar

Sahih al-Bukhori:1038

عَنْ ابْن عُمَرَ قَالَ:

صَحِبْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَكَانَ لاَ يَزِيدُ فِي السَّفَرِ عَلَى رَكْعَتَيْنِ، وَأَبَا بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ كَذَلِكَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ.

Dari Ibn Umar, dia berkata: 

Aku pernah menemani Rasulullah saw (ketika safar), selama kepergian itu beliau tidak melaksanakan shalat lebih dari dua raka'at. Begitu juga dengan Abu Bakr, Umar dan Utsman ra.

Pesan :
Qashar shalat termasuk rukhsah yang diberikan oleh Allah bagi para musafir, yaitu orang yang bepergian jauh. Mengqashar shalat, yakni melaksanakan 2 raka'at dari 4 raka'at shalat berlaku pada tiga shalat fardu, yaitu shalat zuhur, ashar dan isya.

Bahaya Tidur Tengkurap

Tematik (97)
---------------------
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

Bahaya Tidur Tengkurap

Tengkurap sangat nyaman dan pulas dirasakan oleh sebagian orang. Rasanya lebih nikmat dan lebih rileks. Bahkan ada yang menjadikan cara tidur ini sebagai kebiasaan. Ada perintah dalam agama kita agar menghindari hal ini, karena memang secara kesehatan cara tidur seperti ini kurang baik.

Demikianlah agama Islam, memerintahkan dan melarang sesuatu pasti untuk kemashalahatan dan kebaikan manusia.

Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullah berkata dalam risalahnya,

الدين مبني على المصالح

في جلبها و الدرء للقبائح

“Agama dibangun atas dasar berbagai kemashlahatan

"Mendatangkan mashlahat dan menolak berbagai keburukan”

Kemudian beliau menjelaskan,

ما أمر الله بشيئ, إلا فيه من المصالح ما لا يحيط به الوصف

“Tidaklah Allah memerintahkan sesuatu kecuali padanya terdapat berbagai mashlahat yang tidak bisa diketahui secara menyeluruh”[1]

Larangan tidur dengan posisi tengkurap

Karena khabar dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa, ini adalah cara tidur yang dimurkai oleh Allah.

عن يعيش ان طخفة الغفاري رضي الله عنه قال: قال أبي بينما أنا مضطجع في المسجد على بطني إذا رجل يحركني برجله فقال: ” إن هذه ضجعة يبغضها الله” قال فنظرت فإذا رسول الله صلى الله عليه وسلم

Ya’isy bin Thikhfah Al-Ghifari berkata, “Bapakku menceritakan kepadaku bahwa ketika aku tidur di masjid di atas perutku (tengkurap), tiba-tiba ada seseorang yang menggerakkan kakiku dan berkata,

“Sesungguhnya tidur yang seperti ini dimurkai Allah.”

bapakku berkata, “Setelah aku melihat ternyata beliau adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.” [2]

dalam riwayat yang lain,

إنما هي ضجعة أهل النار

“berbaring seperti ini (tengkurap) adalah cara berbaringnya penghuni neraka”[3]

Diantara ulama ada juga yang sekedar menghukumi dengan makruh (dibenci). Sebagimana perkataan Imam Tirmidzi rahimahullah dalam sunannya,

باب ما جاء في كراهية الاضطجاع على البطن

“Bab makruhnya tidur tengkurap”

Kemudian beliau mebawakan hadits,

عن أبي هريرة رضي الله عنه قال: رأى رسول الله صلى الله عليه وسلم رجلاً مضطجعاً على بطنه، فقال: ” إن هذا ضجعة لا يحبها الله”

Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam melihat seorang Laki-laki muslim tidur tengkurap, kemudian beliau bersabda,

“Ini adalah cara tidur yang tidak disukai oleh Allah.[4]

Bahaya kesehatan tidur dengan cara ini

Ulama sekaligus pakar kedokteran, Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah rahimahullah berkata,

، وكثرة النوم على الجانب الأيسر مضر بالقلب بسبب ميل الأعضاء إليه، فتنصب إليه المواد. وأردأ النوم على الظهر، ولا يضر الاستلقاء عليه للراحة من غير نوم، وأردأ منه أن ينام منبطحاً على وجهه

“terlalu sering tidur dengan sisi kiri membahayakan bagi jantung karena kecendrungan anggota (organ dalam) ke kiri, maka bisa menekannya. Dan cara tidur yang kurang baik juga adalah terlentang. Tetapi tidak mengapa jika sekedar untuk beristirahat tanpa tidur. Dan yang kurang baik juga adalah cara tidur berbaring dengan mukanya (tengkurap).”[5]

Ilmu kedokteran modern membuktikan bahwa memang tidur tengkurap berbahaya, apalagi tidurnya pulas dan lama karena saat tidur tengkurap otomatis otot dada/otot pernafasan kita tidak dapat mengembangkan dada dengan baik danmaksimal, sehingga aliran oksigen menjadi lebih sedikit dan bisa berakibat menjadi sesak nafas.

Demikian juga tidur pada sisi kiri badan (yaitu menghadap ke kiri) juga berbahaya, karena organ-organ bisa menghimpit jantung sehingga sirkulasi darah terganggu dan mengurangi pasokan darah ke otak.

Sedangkan tidur terlentang akan kurang baik jika bagian tubuh tidak ditopang dengan baik atau tidak menyentuh tempat tidur dengan ideal sehingga bisa menyebabkan nyeri punggung ketika bangun tidur.

Catatan Kaki :

[1] Risaalah fiil Qowaaidil fiqhiyah hal. 41, Maktabah Adwa’us salaf.
[2] HR. Abu Dawud, disahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Takhrij Misykat al-Mashabih, 4718.
[3] HR. Ibnu Majah.
[4] HR. AT-Tirmidzi no.2789.
[5] Zadul Ma’ad 4/240-241.

Senin, 12 September 2022

Shalat sunnah rawatib

Hadits Sahih (256.0913)
-------------------------------------
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

Shalat sunnah rawatib

Sahih al-Bukhori:1099

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ:

صَلَّيْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَكْعَتَيْنِ قَبْلَ الظُّهْرِ، وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ الظُّهْرِ، وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ الْجُمُعَةِ، وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ الْمَغْرِبِ، وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ الْعِشَاءِ.

Dari Abdullah ibn Umar ra, dia berkata: 

Aku pernah shalat bersama Rasulullah saw dua rakaat sebelum shalat zuhur, dua rakaat sesudah shalat zuhur, dua rakaat sesudah shalat Jumat, dua rakaat sesudah shalat maghrib dan dua rakaat sesudah shalat isya.

Pesan :
Disunnahkan untuk shalat dua rakaat sebelum zuhur, sesudah zuhur, sesudah shalat jumat, sesudah maghrib dan sesudah isya. Shalat-shalat ini merupakan shalat sunnah muakkadah.

Tadabbur Al-Quran Hal. 244

Tadabbur Al-Quran Hal. 244
----------------------------------------------
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

- Al Qur'an Indonesia Tajwid.
- Yusuf ayat 72 :

قَالُوْا نَفْقِدُ صُوَاعَ الْمَلِكِ وَلِمَنْ جَاۤءَ بِهٖ حِمْلُ بَعِيْرٍ وَّاَنَا۠ بِهٖ زَعِيْمٌ

Mereka menjawab, “Kami kehilangan piala raja, dan siapa yang dapat mengembalikannya akan memperoleh (bahan makanan seberat) beban unta, dan aku jamin itu.”

- Tafsir Al Muyassar Yusuf ayat 72 :

Penyeru itu dan orang-orang yang hadir bersamanya berkata, "Kami kehilangan penakar yang biasa dipakai
menakar oleh raja, dan imbalan bagi siapa yang mengembalikannya ialah mendapat bahan makanan seberat beban unta." Penyeru berkata, "Dan aku penjamin bahan malkanan seberat beban unta."

- Hadis Sahih Yusuf ayat 72 :

Dari Salamah bin Al-Akwa' Ra., "Dihadirkan kepada Nabi Saw. satu jenazah agar di salatkan. Lalu, beliau Saw bertanya, 'Apakah orang ini punya utang?" Mereka berkata, Tidak'. Maka beliau menyalatkan jenazah tersebut. Kemudian didatangkan lagi jenazah lain kepada beliau Saw., maka beliau Saw bertanya kembali, Apakah orang ini punya utang?"
Mereka menjawab, Ya'. Maka beliau Saw. bersabda, Salatkanlah saudara kalian ini". Abu Qatādah berkata, 'Biar aku yang menanggung utangnya". Lalu beliau Saw menyalatkan jenazah itu." (HR Bukhāri, Sahihul Bukhāri, Juz 2, No. Hadis 2295, 1400 H: 141)

Kezaliman Terhadap Hak Allah

One Day One Hadits (207)
------------------------------------------
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

Kezaliman Terhadap Hak Allah

َ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ ابن مسعود رضي اللَّه عنه قَالَ سَأَلْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ الذَّنْبِ أَعْظَمُ عِنْدَ اللَّهِ قَالَ أَنْ تَجْعَلَ لِلَّهِ نِدًّا وَهُوَ خَلَقَكَ قُلْتُ إِنَّ ذَلِكَ لَعَظِيمٌ قُلْتُ ثُمَّ أَيُّ قَالَ وَأَنْ تَقْتُلَ وَلَدَكَ تَخَافُ أَنْ يَطْعَمَ مَعَكَ قُلْتُ ثُمَّ أَيُّ قَالَ أَنْ تُزَانِيَ حَلِيلَةَ جَارِكَ 

Dari 'Abdullah Ibnu Mas'ud radhiyallahu anhu dia berkata; Aku bertanya kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam; 'Dosa apakah yang paling besar di sisi Allah? Beliau menjawab; 'Bila kamu menyekutukan Allah, padahal dialah yang menciptakanmu. Aku berkata; tentu itu sungguh besar.' Aku bertanya lagi; 'Kemudian apa? Beliau menjawab; 'Apabila kami membunuh anakmu karena takut membuat kelaparan.' Aku bertanya lagi; 'kemudian apa? ' beliau menjawab; 'Berzina dengan istri tetanggamu.'[Hr Bukhori] 

Pelajaran yang terdapat di dalam hadist :

1. Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin menjelaskan: “Zalim ada dua macam: pertama, kezaliman terkait dengan hak Allah ‘Azza wa Jalla, kedua, kezaliman terkait dengan hak hamba.

2. Kezaliman terhadap hak Allah. 
Kezaliman yang terbesar yang terkait dengan hak Allah adalah kesyirikan.

3. Syirik merupakan dosa paling besar disisi Allah dan tidak akan diampuni. Karena syirik merupakan perbuatan yang melanggar hak Allah.sedangkan hak Allah yang wajib dipenuhi oleh setiap hamba adalah tidak berbuat syirik kepada-Nya.

4. Syirik disebut kezoliman karena syirik merupakan perbuatan yang menempatkan sesuatu perkara atau ibadah tidak pada tempatnya dan memberikannya kepada yang tidak berhak menerimanya. Oleh karena itu siapa yang menyekutukan Allah maka ia telah tersesat sejauh-jauhnya.

Tema hadist yang berkaitan dengan Al qur'an :

1. Kezhaliman yang paling besar adalah syirik kepada Allah. 

وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ

Artinya: “Dan ketika Luqman berkata kepada anaknya, wahai anakku janganlah kamu mempersekutukan (syirik) kepada Allah dan sesungguhnya syirik itu merupakan kezaliman yang paling besar.” (Terj. Luqman: 13)

2. Syirik Akbar (besar) adalah beribadah kepada selain Allah, seperti berdo’a kepada selain Allah, meminta berkah (keberuntungan, syafa’at, perlindungan dan lain-lain) kepada orang yang mati atau masih hidup tapi tidak berada di tempat orang yang meminta (tidak ada di dekatnya).

وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا 

“Beribadahlah kepada Allah dan jangan kamu sekutukan Dia dengan sesuatu apapun.” (Terj. An-Nisa’: 36)

3. Syirik itu bercokol pada umat sekarang 

وَمَا يُؤْمِنُ أَكْثَرُهُمْ بِاللَّهِ إِلا وَهُمْ مُشْرِكُونَ

Artinya: “Dan kebanyakan dari mereka tidak beriman kepada Allah, kecuali mereka dalam keadaan berbuat syirik.” (Terj. Yusuf: 106)

4. Syirik merupakan dosa paling besar disisi Allah dan tidak akan diampuni. Karena syirik merupakan perbuatan yang melanggar hak Allah.sedangkan hak Allah yang wajib dipenuhi oleh setiap hamba adalah tidak berbuat syirik kepada-Nya. 

إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا بَعِيدًا 

Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan dia mengampuni dosa yang selain syirik bagi siapa yang dikehendaki-Nya. barangsiapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, Maka Sesungguhnya ia Telah tersesat sejauh-jauhnya. ( Q.S An Nisa: 116)