بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

Rabu, 31 Agustus 2022

Shalat menghapus dosa

Hadits Sahih (244.0901)
-------------------------------------
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

Shalat menghapus dosa

Sahih al-Bukhori:497

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ: أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: 

أَرَأَيْتُمْ لَوْ أَنَّ نَهَرًا بِبَابِ أَحَدِكُمْ يَغْتَسِلُ فِيهِ كُلَّ يَوْمٍ خَمْسًا، مَا تَقُولُ ذَلِكَ يُبْقِي مِنْ دَرَنِهِ؟ قَالُوا: لاَ يُبْقِي مِنْ دَرَنِهِ شَيْئًا. قَالَ: فَذَلِكَ مِثْلُ الصَّلَوَاتِ الْخَمْسِ يَمْحُو اللَّهُ بِهِ الْخَطَايَا.

Dari Abu Hurairah: Bahwa dia mendengar Rasulullah saw bersabda: 

Bagaimana pendapat kalian seandainya ada sungai di depan pintu rumah salah seorang dari kalian, lalu dia mandi lima kali setiap hari, apakah menurut kalian masih akan ada kotoran yang tersisa padanya? Mereka (para sahabat) menjawab: Tidak akan ada yang tersisa dari kotoran padanya. Maka beliau bersabda: Seperti itu pula dengan shalat lima waktu, dengannya Allah akan menghapus  dosa.

Pesan :
Rasulullah saw memberi perumpaan shalat 5 kali sehari seperti mandi 5 kali sehari. Jika mandi menghilangkan kotoran dari badan, maka shalat menghapus dosa seorang muslim.

Selasa, 30 Agustus 2022

Keutamaan shalat pada waktunya

Hadits Sahih (243.0831)
-------------------------------------
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

Keutamaan shalat pada waktunya

Sahih al-Bukhori:496

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ: سَأَلْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَيُّ الْعَمَلِ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ؟ قَالَ: 

الصَّلاَةُ عَلَى وَقْتِهَا. قَالَ: ثُمَّ أيّ؟ قَالَ: ثُمَّ بِرُّ الْوَالِدَيْنِ. قَالَ: ثُمَّ أيّ؟ قَالَ: الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ.

Dari Abdullah, dia berkata: Aku pernah bertanya kepada Nabi saw, amalan apakah yang paling dicintai oleh Allah? Beliau menjawab: 

Shalat pada waktunya. Dia (Abdullah) bertanya lagi: Kemudian apa lagi? Beliau menjawab: Kemudian berbakti kepada kedua orang tua. Dia bertanya lagi: Kemudian apa lagi? Beliau menjawab: Jihad fi sabilillah.

Pesan :
Ketika ditanya mengenai amalan yang paling dicintai Allah, Rasulullah menjawab: Shalat pada waktunya. Hal ini menunjukkan keutamaan shalat yang dilaksanakan tepat pada waktunya, karena manusia sering kali terhasut godaan setan dan menuruti hawa nafsunya sehingga mengakhirkan shalat, bahkan ada yang sampai melewatkan shalat tersebut. Karena itu dibutuhkan jihad nafsu yang kuat agar dapat menolak godaan setan dan hawa nafsu, dan melaksanakan shalat tepat pada waktunya.

Sabtu, 27 Agustus 2022

Da'wah Yang Paling Pertama Dan Utama Yaitu Tauhid

One Day One Hadits (205)
------------------------------------------
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

Da'wah Yang  Paling Pertama Dan Utama Yaitu Tauhid

عن معاذ رضي الله عنه قَالَ: بَعَثَنِي رَسُول الله صلى الله عليه وسلم فَقَالَ: ((إنَّكَ تَأتِي قَوْمًا مِنْ أهلِ الكِتَابِ فَادْعُهُمْ إِلَى شَهَادَةِ أنْ لا إلَهَ إلا الله، وَأنِّي رسولُ الله، فَإنْ هُمْ أَطَاعُوا لِذلِكَ، فَأعْلِمْهُمْ أنَّ اللهَ قَدِ افْتَرضَ عَلَيْهِمْ خَمْسَ صَلَواتٍ في كُلِّ يَوْمٍ وَلَيلَةٍ، فَإِنْ هُمْ أطَاعُوا لِذَلِكَ، فَأعْلِمْهُمْ أنَّ اللهَ قَدِ افْتَرَضَ عَلَيْهِمْ صَدَقَةً تُؤخَذُ مِنْ أغْنِيَائِهِمْ فَتُرَدُّ عَلَى فُقَرَائِهِمْ، فَإنْ هُمْ أطَاعُوا لِذَلِكَ، فَإِيَّاكَ وَكَرَائِمَ أمْوَالِهِمْ، وَاتَّقِ دَعْوَةَ المَظْلُومِ؛ فإِنَّهُ لَيْسَ بَيْنَها وَبَيْنَ اللهِ حِجَابٌ)). مُتَّفَقٌ عَلَيهِ. 

209. Dari Mu'az r.a., katanya: "Saya diutus oleh Rasulullah s.a.w. lalu beliau s.a.w. bersabda:

"Sesungguhnya engkau akan mendatangi sesuatu kaum dari ahlul kitab - Yahudi dan Nasrani, maka ajaklah mereka itu kepada menyaksikan bahawasanya tiada Tuhan melainkan Allah dan bahawasanya saya adalah pesuruh Allah. Jikalau mereka telah mentaati untuk melakukan itu, maka beritahukanlah bahawasanya Allah telah mewajibkan atas mereka akan lima kali sembahyang dalam setiap sehari semalam. Jikalau mereka telah mentaati yang sedemikian itu, maka beritahukanlah kepada mereka bahawasanya Allah telah mewajibkan atas mereka sedekah - zakat - yang diambil dari kalangan mereka yang kaya-kaya, kemudian dikembalikan - diberikan -kepada golongan mereka yang fakir-miskin. Jikalau mereka mentaati yang sedemikian itu, maka jagalah harta-harta mereka yang dimuliakan - yakni yang menjadi milik peribadi mereka. Takutlah akan permohonan - doa - orang yang dianiaya - baik ia muslim atau kafir, kerana sesungguhnya saja tidak ada tabir yang menutupi antara permohonannya itu dengan Allah - yakni doanya pasti terkabul." (Muttafaq 'alaih)

Pelajaran yang terdapat didalam hadist:

1. Sesungguhnya hal pertama sekali yang mereka dakwahkan adalah syahadat Laa Ilaaha Illallah. Sebab itulah pondasi dan pokok (Islam -pen) yang dibangun di atasnya perkara agama yang lain.

2. Jika syahadat Laa Ilaaha Illallah telah kokoh maka perkara agama yang lain akan sangat memungkinkan untuk dibangun. Namun jika syahadat Laa Ilaaha Illallah belum kokoh maka tidak ada faidahnya perkara agama selainnya.

3. Hadits ini menerangkan tahapan-tahapan yang wajib dilalui oleh da’i yang menyeru kepada Allah. Tahap pertama seorang da’i wajib untuk memulai dengan dakwah kepada tauhid, mengesakan Allah semata dalam ibadah, dan menjauhi syirik kecil maupun besar. Hal itu terwujud dengan persaksian bahwa tiada sesembahan yang haq kecuali Allah dan Muhammad Rosulullah.

4. Maka janganlah anda mengajak manusia untuk sholat padahal mereka masih berbuat syirik. Jangan pula anda mengajak mereka untuk puasa, sedekah, zakat, menyambung silaturahim dan seterusnya padahal mereka masih melakukan berbagai kesyirikan.

5. Sesungguhnya tauhid adalah asas Islam.

6. Bahwa rukun terpenting setelah tauhid adalah menegakkan sholat.

7. Bahwa rukun Islam yang paling wajib setelah sholat adalah zakat fardlu, yang merupakan haknya harta.

8. Bahwasanya imam / pemimpin adalah yang berkuasa untuk menarik zakat dan membagikannya, baik dilakukannya sendiri atau melalui wakilnya.

9. Dalam hadits ini terdapat dalil cukupnya mengeluarkan zakat kepada satu golongan saja.

10. Tidak boleh menyerahkan zakat kepada orang kaya.

11. Haram bagi ‘amil (panitia) zakat mengambil harta yang berharga.

12. Peringatan untuk berhati-hati dari segala jenis kezholiman.

13. Agar seorang da’i memulai dari yang terpenting kemudian yang penting.

Tema hadist yang berkaitan dengan Al qur'an :

1. Sesungguhnya hal pertama sekali yang mereka dakwahkan adalah syahadat Laa Ilaaha Illallah. Sebab itulah pondasi dan pokok (Islam -pen) yang dibangun di atasnya perkara agama yang lain. Jika syahadat Laa Ilaaha Illallah telah kokoh maka perkara agama yang lain akan sangat memungkinkan untuk dibangun. Namun jika syahadat Laa Ilaaha Illallah belum kokoh maka tidak ada faidahnya perkara agama selainnya.

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ

“Dan sungguhnya Kami telah mengutus rosul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): ‘Sembahlah Allah (saja) dan jauhilah Thoghut”. (QS. An Nahl [16] : 36)

2. Allah Subhanahu wa Ta'ala menyebutkan kisah Luqman dengan sebutan yang baik, bahwa Dia telah menganugerahinya hikmah; dan Luqman menasihati anaknya yang merupakan buah hatinya, maka wajarlah bila ia memberikan kepada orang yang paling dikasihinya sesuatu yang paling utama dari pengetahuannya. Karena itulah hal pertama yang dia pesankan kepada anaknya ialah hendaknya ia menyembah Allah semata, jangan mempersekutukannya dengan sesuatu pun. Kemudian Luqman memperingatkan anaknya, bahwa:

إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ

sesungguhnya mempersekutukan (Allah)adalah benar-benar kezaliman yang besar.(Luqman: 13)

3. Berdakwah menuju Allah yaitu kepada syahadat Laa Ilaaha Illallah merupakan kewajiban bagi setiap orang sesuai kemampuannya

فَاتَّقُوا اللهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ

 “Bertaqwalah kepada Allah sesuai kemampuan kalian”. (QS. At Taghobun [64] : 16)

4. Maka barangsiapa yang menyelewengkan sedikit dari ibadah-ibadah tersebut atau selainnya untuk selain Allah, sungguh dia telah menyekutukan Allah. Allah berfirman,

إِنَّهُ مَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ

“Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolongpun.” (QS al Maaidah: 72).

Jumat, 26 Agustus 2022

MAKAN BERLEBIHAN SUMBER UTAMA PENYAKIT

Tematik (94)
---------------------
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

MAKAN BERLEBIHAN SUMBER UTAMA PENYAKIT

Di zaman modern ini, pola makan bisa jadi tidak terkendali. Banyaknya makanan dan minuman siap saji dengan kalori dan gula yang tinggi menyebabkan munculnya penyakit. Kemudahan mendapatkan makanan dan minuman siap saji, jajan dan kue sebagai cemilan setiap saat juga menjadi pola hidup zaman modern. Tentunya manusia yang sangat minim bergerak karena dimanjakan oleh teknologi juga mendukung berbagai penyakit muncul dengan mudah.

Dalam ajaran Islam yang mulia, manusia diperintahkan oleh Allah agar makan secukupnya saja dan tidak berlebihan.

Allah berfirman,

وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلَا تُسْرِفُوٓا

“Makan dan minumlah, tetapi jangan berlebihan.” (QS. Al-A’raf: 31)

Ibnu Katsir menjelaskan tafsir ayat ini,

قال بعض السلف : جمع الله الطب كله في نصف آية : ( وكلوا واشربوا ولا تسرفوا )

“Sebagian salaf berkata bahwa Allah telah mengumpulkan semua ilmu kedokteran pada setengah ayat ini.” [1]

Bahkan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjelaskan bahwa perut manusia adalah wadah yang paling buruk yang selalu diisi.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

ما ملأ آدميٌّ وعاءً شرًّا من بطن، بحسب ابن آدم أكلات يُقمن صلبَه، فإن كان لا محالة، فثُلثٌ لطعامه، وثلثٌ لشرابه، وثلثٌ لنفَسِه

“Tidaklah anak Adam memenuhi wadah yang lebih buruk dari perut. Cukuplah bagi anak Adam memakan beberapa suapan untuk menegakkan punggungnya. Namun jika ia harus (melebihkannya), hendaknya sepertiga perutnya (diisi) untuk makanan, sepertiga untuk minuman dan sepertiga lagi untuk bernafas” [2]

Maksudnya, perut yang penuh dengan makanan bisa merusak tubuh. Syaikh Muhammad Al-Mubarakfury menjelaskan,

ﻭﺍﻣﺘﻼﺅﻩ ﻳﻔﻀﻲ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﻔﺴﺎﺩ ﻓﻲ ﺍﻟﺪﻳﻦ ﻭﺍﻟﺪﻧﻴا

“Penuhnya perut (dengan makanan) bisa menyebabkan kerusakan agama dan dunia (tubuhnya)” [3]

Imam Asy-Syafi’i rahimahullah menjelaskan bahaya kekenyangan karena penuhnya perut dengan makanan, beliau berkata,

لان الشبع يثقل البدن، ويقسي القلب، ويزيل الفطنة، ويجلب النوم، ويضعف عن العبادة

“Kekenyangan membuat badan menjadi berat, hati menjadi keras, menghilangkan kecerdasan, membuat sering tidur dan lemah untuk beribadah.” [4]

Jika sampai full kekenyangan yang membuat tubuh malas dan terlalu sering kekenyangan, maka hukumnya bisa menjadi haram. Ibnu Hajar Al-Asqalani rahimahullah menjelaskan,

وما جاء من النهي عنه محمول على الشبع الذي يثقل المعدة ويثبط صاحبه عن القيام للعبادة ويفضي إلى البطر والأشر والنوم والكسل وقد تنتهي كراهته إلى التحريم بحسب ما يترتب عليه من المفسدة

“Larangan kekenyangan dimaksudkan pada kekenyangan yang membuat perut penuh dan membuat orangnya berat untuk melaksanakan ibadah dan membuat angkuh, bernafsu, banyak tidur dan malas. Hukumnya dapat berubah dari makruh menjadi haram sesuai dengan dampak buruk yang ditimbulkan (misalnya membahayakan kesehatan, pent).” [5]

Demikian semoga bermanfaat.

Catatan kaki:[1] Tafsir Ibnu Katsir 3/384, Dar Thaybah[2] HR At-Tirmidzi (2380), Ibnu Majah (3349), Ahmad (4/132), dan lain-lain. Hadits ini dinilai shahiholeh Al-Albani dalam As-Silsilah Ash-Shahihah (2265)[3] Tuhfatul Ahwadzi, Cet Darul Kutub Al-‘Ilmiyyah[4] Siyar A’lam An-Nubala 8/248, Darul Hadits, Koiro, 1427 H, Asy-Syamilah[5] Fathul Bari 9/528, Darul Ma’rifah, Beirut, 1379 H, Asy-Syamilah.

Kamis, 25 Agustus 2022

Tadabbur Al-Quran Hal. 240

Tadabbur Al-Quran Hal. 240 
----------------------------------------------
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

- Al Qur'an Indonesia Tajwid.

- Yusuf ayat 43 :

وَقَالَ الْمَلِكُ اِنِّيْٓ اَرٰى سَبْعَ بَقَرٰتٍ سِمَانٍ يَّأْكُلُهُنَّ سَبْعٌ عِجَافٌ وَّسَبْعَ سُنْۢبُلٰتٍ خُضْرٍ وَّاُخَرَ يٰبِسٰتٍۗ  يٰٓاَيُّهَا الْمَلَاُ اَفْتُوْنِيْ فِيْ رُؤْيَايَ اِنْ كُنْتُمْ لِلرُّءْيَا تَعْبُرُوْنَ

Dan raja berkata (kepada para pemuka kaumnya), “Sesungguhnya aku bermimpi melihat tujuh ekor sapi betina yang gemuk dimakan oleh tujuh ekor sapi betina yang kurus; tujuh tangkai (gandum) yang hijau dan (tujuh tangkai) lainnya yang kering. Wahai orang yang terkemuka! Terangkanlah kepadaku tentang takwil mimpiku itu jika kamu dapat menakwilkan mimpi.”

- Tafsir Al Muyassar Yusuf ayat 43 :

Raja berkata, "Sesungguhnya aku bermimpi melihat tujuh ekor sapi betina yang gemuk dimakan oleh tujuh ekor sapi betina yang kurus dan lemah. Dan aku melihat tujuh butir gandum yang hijau dan tujuh lainnya kering. Wahai orang-orang terkemuka dari para pembesar kerajaan, terangkanlah kepadaku tentang mimpiku ini. Jika kalian bisa menakwilkan mimpi."

- Mu' jam Yusuf ayat 43 :

تَعْبُرُوْنَ

Al-Ttibar dan Al-Abirah yaitu suatu keadaan yang dapat mengantarkan pengetahuan yang terlihat (konkret) kepadapengetahuan tidak terlihat (abstrak). Seperti diungkapkan surah Ali Imrän, 3: 13.
Adapun Ta bir khusus digunakan dalam pengertian takwil mimpi, yaitu menakwilkan suatu mimpi dengan makna-makna tertentu. Seperti diungkapkan dalam surah Yüsuf, 12: 43,.Terangkanlah kepadaku tentang takwil mimpiku itu jika kamu dapat menakwilkan mimpi.
(Ar-Rägib Al-Asfahāni, Mujam Mufradati Alfazi Al-Qur äni, 1431 H/2010 M: 241)

Orang yang Pandai dan Beruntung

One Day One Hadits (204)
------------------------------------------
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

Orang yang  Pandai dan Beruntung

عن ابي يعلى شداد ابن اوس رضي الله عنه قال قال رسول الله ص م الكَيِّسُ مَنْ دَانَ نَفْسَهُ ، وَعَمِلَ لِمَا بعدَ المَوتِ ، والعَاجِزُ مَنْ أتْبَعَ نَفْسَهُ هَواهَا وَتَمنَّى عَلَى اللهِ الاَمَانِيَّ (رواه الترميذي)

Dari Abu Ta'ala Syidad bin Aus radhiAllah anhu berkata, bersabda rasulullah shalallahu alaihi wa sallam: “Orang yang sempurna akalnya ialah yang mengoreksi dirinya dan bersedia beramal sebagai bekal setelah mati. Dan orang yang rendah adalah yang selalu menurutkan hawa nafsunya. Disamping itu, ia mengharapkan berbagai angan-angan kepada Allah.” (HR. Tirmidzi, ia mengatakan bahwa hadits ini hasan).

Pelajaran yang terdapat dalam hadits:

1. Sesungguhnya modal utama yang dimiliki seorang hamba di dunia ini adalah umurnya. Jika ia gunakan umurnya untuk berbuat baik dan taat kepada Allah, niscaya ia akan meraih keuntungan yang besar dan keselamatan yang abadi di akhirat.
Namun jika ia gunakan masa hidupnya di dunia yang fana nan sebentar ini untuk berbuat dosa dan maksiat kepada Allah, maka pasti ia akan mendapat kerugian yang besar serta merasakan kesengsaraan dan kebinasaan yg abadi di alam akhirat kelak.

2. Oleh karena itu, orang yg pandai dan beruntung di dunia dan akhirat ialah siapa saja yang dapat mengekang dan menundukkan hawa nafsunya, serta membimbingnya untuk senantiasa memperbanyak amal sholih sebagai bekal perjalanan hidupnya menuju ke alam akhirat yang kekal nan abadi.

3. Artinya orang yg pandai ialah siapa saja yang menundukkan hawa nafsunya dan beramal utk hari setelah kematian (yakni hari akhirat). Sedangkan orang yang lemah (bodoh) ialah siapa saja yang senantiasa mengikuti hawa nafsunya dan banyak berangan-angan kepada Allah (tapi tanpa beramal).

4. Berdasarkan hadits di atas, marilah kita semua bersungguh-sungguh dlm melakukan amal-amal kebajikan dan ketaatan kepada Allah, serta menjauhi segala perbuatan dosa dan maksiat hingga kematian menjemput kita.

Tema hadist yang berkaitan dengan Al-Quran:

1- Sungguh telah beruntung dan bahagia orang yang mensucikan jiwanya dengan melakukan amal-amal kebaikan dan ketaatan kpd Allah, mengikuti petunjuk Rasul-Nya, serta menjauhi apa saja yg dilarang-Nya. Dan sungguh telah merugi sebesar-besarnya siapa saja yang mengotori jiwanya dengan melalaikan kewajiban-kewajibannya kpd Allah, melanggar larangan-laranganNya, serta melumuri jiwanya dengan noda-noda dosa dan maksiat.

 قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسَّاهَا

Artinya: “Sungguh telah beruntung orang yg mensucikan jiwanya. Dan sungguh telah merugi orang yang mengotori jiwanya.” (QS. Asy-Syamsi: 9-10)

2- Bersungguh-sungguh dalam melakukan amal-amal kebajikan dan ketaatan kepada Allah, serta menjauhi segala perbuatan dosa dan maksiat hingga kematian menjemput kita. 

وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّى يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ

Artinya: “Beribadahlah engkau kepada Tuhan-Mu hingga datang kepadamu kematian.” (QS. Al-Hijr: 99).

Senin, 22 Agustus 2022

Syarah Aqidatul Awam (09)

Syarah Aqidatul Awam (09)
------------------------------------
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

Bait 9

فَقُـدْرَةٌ إِرَادَةٌ سـَمْـعٌ بـَصَرْ (9) حَـيَـاةٌ الْعِلْـمُ كَلاَمٌ اسْـتَمَرْ

Yaitu sifat Qudrat (Berkuasa), Iradat (Menghendaki), Sama' (Mendengar), Bashar (Melihat), Hayat (Hidup), Ilmu (Mempunyai Ilmu) dan Kalam (Berfirman) yang berlangsung terus.

Syarah :

Pada bait-bait seblumnya telah dijelaskan jika Allah Ta’ala mempunyai sifat berkuasa, berkehendak, berilmu, hidup, mendengar, melihat, dan berbicara (berfirman). Dengan demikian, maka secara otomatis Allah Ta’ala mempunyai sifat-sifat berikut ini :

14. Qodiroon (Dialah Yang Maha Kuasa)

15. Muriidan (Dialah Yang Maha Berkehendak)

16. Aaliman (Dialah Yang Maha Mengetahui)

17. Samii'an (Dialah Yang Maha Mendengar)

18. Hayyan (Dialah Yang Maha Hidup)

19. Bashiiron (Dialah Yang Maha Melihat)

20. Mutakalliman (Dialah Yang Maha Berbicara)

Jika diperinci, maka dua puluh sifat wajib bagi Allah SWT terbagi menjadi empat criteria,

1.      Sifat Nafsiyyah, yakni sifat untuk menegaskan adanya Allah SWT, di mana Allah SWT menjadi tidak ada tanpa adanya sifat tersebut. Yang tergolong sifat ini hanya satu, yakni sifat wujud.

2.      Sifat Salbiyyah, yaitu sifat yang digunakan untuk meniadakan sesuatu yang tidak layak bagi Allah SWT. Sifat Salbiyah ini ada lima sifat yakni, 1) Qidam, 2) Baqo', 3) Mukhalafatu lil hawaditsi, 4) Qiyamuhu binafsihi, dan 5) Wahdaniyyah.

3.      Sifat Ma’ani, adalah sifat yang pasti ada pada Dzat Allah SWT. Terdiri dari tujuh sifat, 1) Qudrat, 2) Iradah, 3) Ilmu, 4) Hayat, 5) Sama’, 6) Bashar dan 7) Kalam.

4.      Sifat Ma’nawiyyah, adalah sifat yang mulazimah (menjadi akibat) dari sifat ma’ani, yakni 1) Qadiran, 2) Muridan, 3) Aliman, 4) Hayyan, 5) Sami’an, 6) Bashiran, 7) Mutakalliman.

Sabtu, 20 Agustus 2022

Orang yang Pandai dan Beruntung

One Day One Hadits (204)
------------------------------------------
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

Orang yang  Pandai dan Beruntung

عن ابي يعلى شداد ابن اوس رضي الله عنه قال قال رسول الله ص م الكَيِّسُ مَنْ دَانَ نَفْسَهُ ، وَعَمِلَ لِمَا بعدَ المَوتِ ، والعَاجِزُ مَنْ أتْبَعَ نَفْسَهُ هَواهَا وَتَمنَّى عَلَى اللهِ الاَمَانِيَّ (رواه الترميذي)

Dari Abu Ta'ala Syidad bin Aus radhiAllah anhu berkata, bersabda rasulullah shalallahu alaihi wa sallam: “Orang yang sempurna akalnya ialah yang mengoreksi dirinya dan bersedia beramal sebagai bekal setelah mati. Dan orang yang rendah adalah yang selalu menurutkan hawa nafsunya. Disamping itu, ia mengharapkan berbagai angan-angan kepada Allah.” (HR. Tirmidzi, ia mengatakan bahwa hadits ini hasan).

Pelajaran yang terdapat dalam hadits:

1. Sesungguhnya modal utama yang dimiliki seorang hamba di dunia ini adalah umurnya. Jika ia gunakan umurnya untuk berbuat baik dan taat kepada Allah, niscaya ia akan meraih keuntungan yang besar dan keselamatan yang abadi di akhirat.
Namun jika ia gunakan masa hidupnya di dunia yang fana nan sebentar ini untuk berbuat dosa dan maksiat kepada Allah, maka pasti ia akan mendapat kerugian yang besar serta merasakan kesengsaraan dan kebinasaan yg abadi di alam akhirat kelak.

2. Oleh karena itu, orang yg pandai dan beruntung di dunia dan akhirat ialah siapa saja yang dapat mengekang dan menundukkan hawa nafsunya, serta membimbingnya untuk senantiasa memperbanyak amal sholih sebagai bekal perjalanan hidupnya menuju ke alam akhirat yang kekal nan abadi.

3. Artinya orang yg pandai ialah siapa saja yang menundukkan hawa nafsunya dan beramal utk hari setelah kematian (yakni hari akhirat). Sedangkan orang yang lemah (bodoh) ialah siapa saja yang senantiasa mengikuti hawa nafsunya dan banyak berangan-angan kepada Allah (tapi tanpa beramal).

4. Berdasarkan hadits di atas, marilah kita semua bersungguh-sungguh dlm melakukan amal-amal kebajikan dan ketaatan kepada Allah, serta menjauhi segala perbuatan dosa dan maksiat hingga kematian menjemput kita.

Tema hadist yang berkaitan dengan Al-Quran:

1. Sungguh telah beruntung dan bahagia orang yang mensucikan jiwanya dengan melakukan amal-amal kebaikan dan ketaatan kpd Allah, mengikuti petunjuk Rasul-Nya, serta menjauhi apa saja yg dilarang-Nya. Dan sungguh telah merugi sebesar-besarnya siapa saja yang mengotori jiwanya dengan melalaikan kewajiban-kewajibannya kpd Allah, melanggar larangan-laranganNya, serta melumuri jiwanya dengan noda-noda dosa dan maksiat.

 قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسَّاهَا

Artinya: “Sungguh telah beruntung orang yg mensucikan jiwanya. Dan sungguh telah merugi orang yang mengotori jiwanya.” (QS. Asy-Syamsi: 9-10)

2. Bersungguh-sungguh dalam melakukan amal-amal kebajikan dan ketaatan kepada Allah, serta menjauhi segala perbuatan dosa dan maksiat hingga kematian menjemput kita. 

وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّى يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ

Artinya: “Beribadahlah engkau kepada Tuhan-Mu hingga datang kepadamu kematian.” (QS. Al-Hijr: 99).

Kamis, 18 Agustus 2022

DUNIA HANYA JEMBATAN

Tematik (93)
---------------------
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

DUNIA HANYA JEMBATAN
Yahya bin Mu’adz rahimahullah mengingatkan
"Dunia hanya jembatan menuju akhirat. Lewati saja dan jangan memperindahnya. Tidak masuk akal membangun istana diatas jembatan." [Al-Hilyah 3/260]

Oleh: Muhammad Setiawan Al Balinisty

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ أَخَذَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِمَنْكِبِي فَقَالَ كُنْ فِي الدُّنْيَا كَأَنَّكَ غَرِيبٌ أَوْ عَابِرُ سَبِيلٍ [وَعُدَّ نَفْسَكَ مِنْ أَهْلِ الْقُبُوْرِ] وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ يَقُولُ إِذَا أَمْسَيْتَ فَلَا تَنْتَظِرْ الصَّبَاحَ وَإِذَا أَصْبَحْتَ فَلَا تَنْتَظِرْ الْمَسَاءَ وَخُذْ مِنْ صِحَّتِكَ لِمَرَضِكَ وَمِنْ حَيَاتِكَ لِمَوْتِكَ

Dari Ibnu Umar Radhiyallahu anhuma, ia berkata, “Rasûlullâh ﷺ memegang kedua pundakku, lalu bersabda, ‘Jadilah engkau di dunia ini seakan-akan sebagai orang asing atau seorang musafir’ [dan persiapkan dirimu termasuk orang yang akan menjadi penghuni kubur (pasti akan mati)].”

Hadits ini merupakan landasan agar manusia tidak memiliki angan-angan yang panjang di dunia. Seorang mukmin yang beriman tidak sepantasnya menganggap dunia ini sebagai tempat tinggalnya yang abadi. Namun, seyogyanya ia menganggap hidup di dunia ini seperti musafir yang sedang menyiapkan bekal bepergian menempuh perjalanan yang teramat panjang.

Safarnya Manusia Di Dunia

Disadari atau tidak, dunia ini hanyalah tempat persinggahan, dan kita sebagai manusia hakikatnya adalah seorang musafir yang sedang berjalan menuju pertemuan dengan pencipta kita Rabb al-‘Alamin. Saat ini kita sudah, tengah dan akan menempuh berbagai macam fase kehidupan. Kita telah menempuh fase janin, dan saat ini berada pada fase yang kedua yaitu fase kehidupan dunia. Selanjutnya, kita akan masuk pada fase ketiga yaitu fase alam barzakh, yang entah berapa lama kita akan berada di fase tersebut. Setelah itu, kita akan masuk pada fase berikutnya yaitu fase kebangkitan di padang mahsyar yang satu hari pada hari itu seperti lima puluh ribu tahun di dunia. Hingga akhirnya, barulah kita akan memasuki fase penentuan, apakah kita akan dimasukkan ke dalam surga atau dilemparkan ke neraka jahanam. Sesungguhnya saat ini kita semua sedang berjalan di antara antrian menuju kematian, yang kita sendiri tidak tahu siapa yang ada di depan kita maupun siapa yang ada di belakang kita. Intinya, kita tengah menempuh perjalanan menuju alam barzakh, yang merupakan fase berikutnya setelah fase kehidupan dunia ini.

Maka seyogyanya seorang muslim yang berakal menyadari bahwa keberadaannya di dunia ini tidak lain seperti seseorang yang melakukan safar. Dan di dalam safarnya tersebut mesti banyak-banyak beramal kebaikan sebagai bekal untuk perjalanan berikutnya sekaligus waspada dan berhati-hati di kala safarnya karena akan banyak aral rintangan yang kelak menghadangnya. Imam Ibnul Qayyim al-Jauziyyah rahimahullah menuturkan,

الناس منذ خلقوا لم يزالوا مسافرين، وليس لهم حط عن رحالهم إلا في الجنة أو النار.

والعاقل يعلم أن السفر مبني على المشقة وركوب الأخطار.

“Sejak manusia dilahirkan, mereka akan memulai perjalanannya. Perjalanan ini tidak ada ujungnya melainkan kepada surga atau neraka. Orang yang memahami hal ini pasti menyadari bahwa safar adalah sesuatu yang penuh kesulitan dan menghadapi paparan resiko berbahaya.” [Sumber: Al-Fawaid, hlm. 165]

Hakekat Dunia Ini Semu dan Sebentar

Allah ﷻ telah menyebutkan tentang hakikat dunia dalam banyak ayat dalam Al-Qur'an. Di antaranya seperti firman Allah ﷻ,

اعْلَمُوا أَنَّمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا لَعِبٌ وَلَهْوٌ وَزِينَةٌ وَتَفَاخُرٌ بَيْنَكُمْ وَتَكَاثُرٌ فِي الْأَمْوَالِ وَالْأَوْلَادِ كَمَثَلِ غَيْثٍ أَعْجَبَ الْكُفَّارَ نَبَاتُهُ ثُمَّ يَهِيجُ فَتَرَاهُ مُصْفَرًّا ثُمَّ يَكُونُ حُطَامًا وَفِي الْآخِرَةِ عَذَابٌ شَدِيدٌ وَمَغْفِرَةٌ مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانٌ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ

“Ketahuilah, sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan senda gurau, perhiasan dan saling berbangga di antara kamu serta berlomba dalam kekayaan dan anak keturunan, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian (tanaman) itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allâh serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia tidak lain hanyalah kesenangan yang palsu.” (QS. Al-Hadid: 20)

Dan firman Allah ﷻ,

فَمَا مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا فِي الْآخِرَةِ إِلَّا قَلِيلٌ

Padahal kenikmatan hidup di dunia ini (dibandingkan dengan kehidupan) di akhirat hanyalah sedikit.” (QS. At-Taubah: 38)

Demikian juga firman Allah ﷻ,

وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ

“Kehidupan dunia hanyalah kesenangan yang memperdaya.” (QS. Ali-‘Imran: 185)

Serta masih banyak lagi ayat-ayat yang bermakna semacam ini di dalam Al-Qur'an, yaitu Allâh ﷻ menyebutkan bahwasanya kehidupan di dunia ini isinya hanya berupa kenikmatan yang semu.

Selain semu, kehidupan di dunia ini juga sementara atau sebentar saja. “Sementara” bisa dikonotasikan dunia ini waktunya lebih singkat jika dibandingkan dengan fase-fase kehidupan setelahnya.

Coba kita renungkan, fase yang pasti dijalani manusia. Dimulai dari fase janin yang kurang lebih hanya selama sembilan bulan. Lalu, kehidupan kita di dunia cuma berkisar 60-70 tahun, bahkan bisa jadi kurang daripada itu, dan sangat sedikit yang bisa lebih daripada itu, sebagaimana sabda Nabi Muhammad ﷺ,

أَعْمَارُ أُمَّتِـي مَا بَيْنَ السِّتِّيْنَ إِلَى السَّبْعِيْنَ وَأَقَلُّهُمْ مَنْ يَجُوزُ ذَلِكَ

“Umur-umur umatku antara 60 hingga 70 tahun, dan sedikit orang yg bisa melampui umur tersebut.” (HR. Ibnu Majah: 4236, Syaikh Al Albani mengatakan: hasan shahih)

Artinya, ada orang-orang yang Allah ﷻ berikan usia lebih dari tujuh puluh tahun, akan tetapi hal itu jarang. Kebanyakannya adalah seseorang maksimal usianya berkisar 60-70 tahun. Kemudian, seseorang akan masuk di alam barzakh, yang tidak seorang pun tahu berapa lama dia akan berada di fase tersebut. Setelah itu, di fase padang mahsyar, seseorang akan berada di sana selama 50.000 tahun, dan terakhir seseorang akan abadi di surga atau di neraka.

Dari keadaan ini kita sudah bisa melihat, fase yang akan seseorang jalani setelah fase kehidupan dunia sangatlah lama, bahkan lamanya waktu tersebut menjadi tidak ada bandingannya dengan waktu hidup seseorang di dunia. Karena tidak ada bandingannya sama sekali itulah maka Allah ﷻ telah menggambarkan bagaimana manusia ketika kelak sesudah melihat hari kiamat,

كَأَنَّهُمْ يَوْمَ يَرَوْنَهَا لَمْ يَلْبَثُوا إِلَّا عَشِيَّةً أَوْ ضُحَاهَا

“Pada hari ketika mereka melihat hari Kiamat itu (karena suasananya hebat), mereka merasa seakan-akan hanya (sebentar saja) tinggal (di dunia) pada waktu sore atau pagi hari.” (QS. An-Nazi’at: 46)

Pada hari kiamat kelak, manusia akan merasakan bahwasanya mereka seakan-akan hidup satu sore atau hanya sampai di waktu duha. Bisa dikatakan itu seakan-akan waktu yang sangat singkat. Dan mereka merasakan demikian, karena mereka melihat betapa dahsyatnya hari kiamat ketika itu. Sama halnya ketika Allah ﷻ bertanya kepada manusia ketika mereka telah dibangkitkan,

قَالَ كَمْ لَبِثْتُمْ فِي الْأَرْضِ عَدَدَ سِنِينَ، قَالُوا لَبِثْنَا يَوْمًا أَوْ بَعْضَ يَوْمٍ فَاسْأَلِ الْعَادِّينَ

“Dia (Allâh) berfirman, ‘Berapa tahunkah lamanya kamu tinggal di bumi?’ Mereka menjawab, ‘Kami tinggal (di bumi) sehari atau setengah hari, maka tanyakanlah kepada mereka yang menghitung’.” (QS. Al-Mu’minun: 112-113)

Cukup banyak Allâh ﷻ mengabarkan di dalam Al-Qur'an bahwa kehidupan dunia itu sementara semata. Dalil yang menunjukkan bahwa hidup manusia di dunia ini hanya sebentar atau sementara di antaranya seperti firman Allâh ﷻ,

مَتَاعٌ قَلِيلٌ

“(Dunia) itu hanyalah kesenangan sementara.” (QS. Ali-‘Imran: 197)

Dari kabar Allâh ﷻ di atas telah gamblang bahwa hidup kita di dunia ini sangat singkat sekali, yang artinya waktu kita untuk mempersiapkan kehidupan akhirat pun tidaklah banyak, maka pertanyaannya kemudian, berapa waktu dari seluruh umur kita untuk Allâh ﷻ yang pada hakikatnya menjadi usia kita yang sebenarnya? Sangat sedikit tentunya. Ibnul Qoyyim rahimahullah mengatakan, “Waktu manusia adalah umurnya yang sebenarnya. Waktu tersebut adalah waktu yang dimanfaatkan untuk mendapatkan kehidupan yang abadi, penuh kenikmatan dan terbebas dari kesempitan dan adzab yang pedih. Ketahuilah bahwa berlalunya waktu lebih cepat dari berjalannya awan (mendung).

Barangsiapa yang waktunya hanya untuk ketaatan dan beribadah pada Allâh, maka itulah waktu dan umurnya yang sebenarnya. Selain itu tidak dinilai sebagai kehidupannya, namun hanya teranggap seperti kehidupan binatang ternak.”

Maka, agar kita tidak seperti hewan ternak ketika di dunia, mari simak nasehat indah Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu,

اِرْتَحَلَتِ الدُّنْيَا مُدْبِرَةً، وَارْتَحَلَتِ الْآخِرَةُ مُقْبِلَةً، وَلِكُلِّ وَاحِدَةٍ مِنْهُمَا بَنُوْنٌ، فَكُوْنُوْا مِنْ أَبْنَاءِ الْآخِرَةِ، وَلَا تَكُوْنُوْا مِنْ أَبْنَاءِ الدُّنْيَا، فَإِنَّ الْيَوْمَ عَمَلٌ وَلَا حِسَابٌ وَغَدًا حِسَابٌ وَلَا عَمَلٌ

"Sesungguhnya dunia akan pergi meninggalkan kita, sedangkan akhirat pasti akan datang. Masing-masing dari dunia dan akhirat memiliki anak-anak, karenanya, hendaklah kalian menjadi anak-anak akhirat dan jangan menjadi anak-anak dunia, karena hari ini adalah hari amal bukan hisab, sedang kelak adalah hari hisab bukan amal." (Shahîhul Bukhâri, kitab: ar-Riqâq, bab: fil Amali wa Thûlihi, Fathul Bâri XI/235. Lihat juga Jâmi’ul ‘Ulûm wal Hikam, II/378)

Bagi siapa pun yang sadar dan bisa merasakan bahwasanya "waktu berlalu dan dunia ini semakin menjauh' dari diri kita, sudah semestinya dia mempersiapkan dirinya dari keadaan tersebut. Bahwa seiring berlalunya waktu, berlalu pula kesempatan untuk beramal sholih. Al-Hasan Al-Bashri rahimahullah berkata,

يَا ابْنُ آدَمَ إِنَّمَا أَنْتَ أَيّامٌ فَإِذَا ذَهَبَ يَوْمٌ ذَهَبَ بَعْضُكَ، وَيُوشِكُ إِذَا ذَهَبَ بَعْضُكَ أَنْ يَذْهَبَ كُلَّكَ

“Wahai anak Adam, sesungguhnya engkau adalah kumpulan hari-hari. Maka apabila telah pergi sebagian hari-hari, maka pergi pula sebagian dari dirimu. Dan dikhawatirkan jika telah pergi sebagian dari dirimu, maka akan hilang seluruh dari dirimu.” [Fashl al-Khitab fi Az-Zuhd wa Ar-Raqaaiq wa Al-Adab, (3/509)]

Begitu pula Ja’far bin Sulaiman berkata bahwa dia mendengar Rabi’ah menasihati Sufyan Ats-Tsauri,

إنما أنت أيام معدودة، فإذا ذهب يوم ذهب بعضك، ويوشك إذا ذهب البعض أن يذهب الكل وأنت تعلم، فاعمل.

“Sesungguhnya engkau hanyalah kumpulan hari. Jika satu hari berlalu, maka sebagian dirimu juga akan hilang. Bahkan hampir-hampir sebagian harimu berlalu, lalu hilanglah seluruh dirimu, sedangkan Engkau mengetahuinya. Oleh karena itu, beramallah.” [Shifatush Shofwah, 2: 245]

Tertipu Dunia/Tidak Akan Cenderung Pada Dunia

Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah berkata,

لا ينبغي للعاقل أن يركن إلى الدنيا، أو يغتر بها، أو يلهو بها عن الآخرة

“Tidak sepantasnya seorang yang berakal sehat itu cenderung kepada dunia, tertipu dengannya, atau terpalingkan dari akhirat karenanya.” [Syarh Riyadhush Shalihin, jilid 3, hlm. 356]

Allâh ﷻ juga memperingatkan hamba-Nya melalui firman-Nya dalam banyak ayat Al-Qur'an, yang salah satunya berbunyi,

فَلَا تَغُرَّنَّكُمُ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا

“Maka janganlah sekali-kali kehidupan dunia memperdaya kamu.” (QS. Luqman [31]: 33)

Dalam ayat ini, Allâh ﷻ melarang kita untuk terperdaya dengan kehidupan dunia, tertipu dengan segenap gemerlapnya, sehingga sia-sialah waktunya, terluput dari berbagai amal shalih, sebab dunia ini semata permainan dan senda gurau belaka. Terlarangnya seorang muslim menghabiskan seluruh dunia ini, siang dan malam, demi untuk mengumpulkan harta benda saja atau hanya untuk berlomba-lomba perihal teknologi dan sejenisnya. Hal ini sebagaimana kondisi orang-orang kafir di zaman ini, yang menghabiskan segenap dunianya untuk sesuatu yang tidak abadi.

Akan tetapi, bukan berarti seorang muslim tidak boleh memanfaatkan dunia ini bahkan kemajuan teknologi di dalamnya. Melainkan hendaknya kita memanfaatkan ini semua dengan tujuan membantu ketaatan kepada Allâh ﷻ. Karena Allâh ﷻ menciptakan dunia ini dan apa yang ada di dalamnya untuk hamba-hamba-Nya yang beriman. Allâh ﷻ berfirman,

قُلْ مَنْ حَرَّمَ زِينَةَ اللَّهِ الَّتِي أَخْرَجَ لِعِبَادِهِ وَالطَّيِّبَاتِ مِنَ الرِّزْقِ قُلْ هِيَ لِلَّذِينَ آمَنُوا فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا خَالِصَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Katakanlah, “Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allâh yang telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rizki yang baik?” Katakanlah, “Semuanya itu (disediakan) bagi orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia, khusus (untuk mereka saja) di hari kiamat.” (QS. Al-A’raf [7]: 32)

وَسَخَّرَ لَكُمْ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا مِنْهُ إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ

“Dan dia telah menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa yang di bumi semuanya, (sebagai rahmat) dari-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allâh) bagi kaum yang berfikir.” (QS. Al-Jatsiyah [45]: 13)

Namun, sekali lagi, bukan berarti kita lantas tersibukan dengan riuh kehidupan dunia lalu lalai dengan kehidupan akhirat. Justru maksudnya adalah sibukkanlah dunia ini dengan niat untuk menolong diri kita dalam ketaatan kepada Allâh ﷻ. Contohnya, terlalu banyak dalil dalam Al-Qur'an maupun hadits bahwasanya kita diperintahkan untuk berinfak, kita diperintahkan untuk membantu orang lain, kita diperintahkan untuk membantu fakir miskin dan anak yatim, dan bahkan kita diperintahkan untuk memberi dan berbuat baik kepada kerabat. Akan tetapi, untuk melakukan itu semua, akan kurang sempurna jika kita tidak memiliki dunia. Ketahuilah, barangsiapa yang memanfaatkan dunia ini dan menyibukkannya untuk kebaikan dan maslahat agama dan dunianya, merekalah orang-orang yang beruntung. Akan tetapi, barangsiapa yang sibuk dengan dunia dan menjadikan dunia itu sendiri sebagai tujuan dan hasratnya, mereka ini sebagaimana firman Allâh ﷻ,

اللَّهُ يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَنْ يَشَاءُ وَيَقْدِرُ وَفَرِحُوا بِالْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا فِي الْآخِرَةِ إِلَّا مَتَاعٌ

“Allâh meluaskan rizki dan menyempitkannya bagi siapa yang dia kehendaki. Mereka bergembira dengan kehidupan di dunia, padahal kehidupan dunia itu (dibanding dengan) kehidupan akhirat, hanyalah kesenangan (yang sedikit).” (QS. Ar-Ra’du [13]: 26)

Artinya, sah-sah saja jika kita memanfaatkan dunia untuk menyibukkannya dengan ketaatan kepada Allâh ﷻ, sehingga kita akan memetik hasilnya di akhirat kelak. Adapun jika kita menyibukkannya dengan syahwat, maka kita akan merugi, baik di dunia, apalagi di akhirat.

Hal ini sebagaimana firman Allâh ﷻ,

خَسِرَ الدُّنْيَا وَالْآخِرَةَ ذَلِكَ هُوَ الْخُسْرَانُ الْمُبِينُ

“Rugilah ia di dunia dan di akhirat. yang demikian itu adalah kerugian yang nyata.” (QS. Al-Hajj [22]: 11)

Kaum muslimin yang menyibukkan dunia dengan sesuatu yang akan bermanfaat untuknya nanti di sisi Allâh ﷻ, mereka tergolong orang-orang yang beruntung, baik di dunia maupun di akhirat. Beruntung di dunia karena menyibukkan diri dalam amal kebaikan. Demikian pula, dia beruntung di akhirat karena telah memliki bekal dengan berbagai amal shalihnya.

Dengan kata lain, dunia ini dicela bukan semata-mata karena dunia itu sendiri, melainkan dicela disebabkan oleh kesalahan kita dalam memanfaatkan dunia. Dunia ibarat dua sisi mata uang yang berbeda. Dunia juga seumpama pisau. Tinggal bagaimana kita memanfaatkannya. Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyah berkata: “Kehidupan dunia sebenarnya tidak tercela, sesungguhnya yang menjadikannya tercela adalah perbuatan manusia didalamnya. Dunia itu adalah jembatan menuju surga atau neraka, akan tetapi ketika nafsu syahwat terhadap dunia, keterlenaan dan keterpalingan dari Allâh ﷻ dan negeri akhirat maka dunia menjadi tercela.” [‘Uddah ash-Shobirin wa Dzakhiratu asy-Syakirin, hal. 173]

Bukankah surga dan taman-tamannya itu dibangun di atas pondasi tauhid lalu ditegakkan dengan pilarnya berupa dzikir, tasbih, tahlil, takbir, tahmid yang menyuburkan amal ketaatan? Hal ini menunjukkan bahwa dunia ini merupakan ladang, tempat bercocok tanam untuk kehidupan akhirat. Sebagaimana kata ahli ilmu,

الدنيا مزرعة للاخرة

“Dunia adalah ladang akhirat.”

Kita meyakini tidak akan hidup selama-lamanya di dunia ini. Maka alangkah bijaknya ketika kita berupaya menjadikan dunia ini sebagai tempat untuk bercocok tanam, yang akan kita tuai hasilnya kelak di akhirat.

Sebaik-baiknya Bekal Adalah Takwa

Kehidupan dunia ini sejatinya merupakan perjalanan untuk mengumpul bekal. Setiap manusia menjalani hidupnya mulai dari pagi bergulir ke malam hingga kembali ke pagi lagi, ia pun melakukan amalan-amalan dengan lisannya dengan perbuatannya, seakan ia melakukan jual beli dengan Rabbnya. Hasil dari jual beli itulah kelak menjadi bekal di akhiratnya nanti.

Allâh ﷻ berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allâh dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allâh, sesungguhnya Allâh Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.“ (QS. Al-Hasyr: 18)

Ingatlah, setelah alam barzakh juga kita akan dibangkitkan untuk hidup dalam waktu yang sangat lama, satu harinya sama dengan 50 ribu tahun. Dan ketika itu tak ada yang berguna kecuali amal baik kita. Tak ada pakaian, tak ada sandal, matahari hanya berjarak 1 mil dari kepala dan tak ada naungan kecuali naungan-Nya.

Sungguh, kehidupan setelah kehidupan dunia ini jauh lebih lama, dan jauh lebih berat. Tentu itu membutuhkan usaha mengumpulkan bekal yang jauh lebih banyak dan jauh lebih istiqomah dalam beramal baik.

Al-Imam Sufyan ats-Tsauri rahimahullah berkata,

“Beramallah untuk duniamu sesuai keadaan tinggalmu di sana. Dan beramallah untuk akhiratmu sesuai kadar kekekalanmu di sana.” [Mawa’izh lil Imam Sufyan ats-Tsauri, hlm. 49]

Allâh ﷻ juga berwasiat dan memerintahkan di dalam al-Qur’an agar setiap manusia mengumpulkan bekal yang baik, Allâh ﷻ berfirman:

وتزودوا فإن خير الزاد التقوى

“Berbekallah, sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa.” (QS. Al-Baqarah: 197)

Umar bin Abdul Aziz rahimahullah berkata dalam khutbahnya, “Sesungguhnya dunia bukan negeri yang kekal bagi kalian karena Allâh telah menetapkan kehancuran bagi dunia dan memutuskan bahwa penghuninya akan pergi. Betapa banyak bangunan yang kokoh tidak lama kemudian hancur atau roboh dan betapa banyak orang mukim yang sedang bergembira tidak lama kemudian dia meninggalkan dunia. Karena itu, hendaklah kalian —semoga Allâh merahmati kalian— memperbaiki kepergian kalian darinya dengan kendaraan paling baik yang ada pada kalian dan berbekallah, sesungguhnya bekal paling baik ialah takwa.” [Hilyatul Auliyâ’, V/325, no. 7270]

Seruan untuk berbekal dengan takwa juga pernah didengungkan Imam Syafi’i rahimahullah melalui syairnya:

تزود من التقوى فانك لا تدري….اذا جن ليل هل تعيش الى الفجرِ

Berbekallah dengan takwa sesungguhnya engkau tak mengetahui
Jika malam telah gelap, apakah engkau akan tetap hidup hingga waktu fajar

فكم من فتى امسى واصبح ضاحكا … وقد نسجت اكفانه وهو لا يدري

Betapa banyak pemuda di sore dan siang hari ia tertawa
Sementara kain kafannya telah ditenun sedang ia tidak menyadarinya

وكم من صغار يرتجى طول عمرهم…وقد ادخلت اجسادهم ظلمة القبرِ

Betapa banyak anak-anak bayi yang diharapkan memiliki umur yang panjang
Ternyata jasad-jasad mereka telah dimasukkan dalam gelapnya kubur

وكم صحيح مات دون علة … وكم من سقيم عاش حينا من الدهرِ

Betapa banyak orang-orang yang sehat, ia mati tanpa sebab
Betapa banyak orang-orang yang sakit dapat hidup hingga waktu yang panjang

وكم من عروس زينوها لزوجها …. وقد قبضت ارواحهم ليلة القدر

Betapa banyak pengantin yang telah dirias tuk pasangan hidupnya
Sementara arwah-arwah mereka telah ditetapkan kematiannya pada malam lailatul Qadar

النفس تبكي على الدنيا ….وقد علمت ان السلامة فيها ترك مافيها .

Jiwa menangisi dunia
Sementara ia mengetahui bahwa untuk selamat darinya adalah meninggalkan apa yang ada di dalamnya.

Betapa dunia ini amat melalaikan dan tidak seorang pun yang tahu kapan maut menjemputnya, maka hendaknya setiap orang pun bersiap-siap untuk hal itu. Sisa umur yang dimiliki hendaknya tidak dibuang percuma, karena sesungguhnya setiap waktu yang kita miliki itu sangat berharga, karena setiap detik dari waktu kita akan mempengaruhi(menentukan) nasib kita di alam barzakh dan akhirat nantinya. Apabila kita salah dalam menyikapi dunia, maka kita akan menyesal seumur hidup di akhirat, dan penyesalan pada hari itu tidak lagi bermanfaat. Imam Asy-Syafi’i rahimahullah berkata,

إِنَّ لِلَّهِ عِباداً فُطَنا تَرَكوا الدُّنْيَا وَخَافُوْا الفِتَنَا، نَظَرُوا فِيْهَا فَلَمَّا عَلِمُوْا، أَنَّهَا لَيْسَتْ لِحَيٍّ وَطَنَا، جَعَلُوْهَا لُجَّةً وَاتَّخَذُوْا صَالِحَ الأَعْمَالِ فِيْهَا سُفُنَا

“Sesungguhnya di antara hamba-hamba Allâh ada yang cerdas, mereka meninggalkan dunia dan takut terhadap fitnah-fitnah. Ketika mereka memandang hakikat dunia, maka mereka tahu bahwasanya dunia bukanlah tempat tinggal yang sesungguhnya. Mereka menjadikan dunia sebagai ombak yang bisa menenggelamkan, dan lantas mereka menjadikan amal saleh sebagai kapal yang menyelamatkan mereka dari dunia.” [Diwan Asy-Syafi’i, (1/84-85)]

Musafir yang Cerdik

Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyah rahimahullah berkata,

“Seorang hamba sejak menginjakkan telapak kakinya di dunia ini, maka ia telah mulai perjalanannya menghadap Tuhannya. Lama perjalanannya adalah sepanjang usia yang ditetapkan baginya. Umur merupakan waktu perjalanan seseorang dalam dunia ini menghadap kepada Tuhannya. Kemudian Allâh ﷻ menempatkan hari-hari beserta malamnya sebagai fase-fase perjalanannya: setiap hari dan setiap malam merupakan bagian dari fase-fase perjalanan tersebut. Seseorang akan terus menempuh langkahnya fase demi fase hingga perjalanannya berakhir. Musafir yang cerdik adalah yang dapat mengambil pelajaran dari setiap fase perjalanan yang dilaluinya, sehingga ia berusaha untuk melaluinya dengan selamat dan sehat, serta membuahkan hasil. Ketika melanjutkan perjalanannya, maka ia pun memandang fase berikutnya dengan seksama. Ia juga tidak membiarkan harapannya terlalu jauh hingga membuat hatinya keras dan menumbuhkan sifat bermalas-malasan; seperti Taswif (berjanji akan melakukannya nanti atau besok), banyak berjanji, senang terlambat, dan bahkan mengulur-ulur waktu.” ['Jalan Orang Shalih Menuju Surga', hlm. 4]

Maknanya, seorang muslim yang cerdik adalah tidak menunda-nunda beramal kebaikan dan mengumpulkan bekal. Tidak pula bermalas-malasan maupun menyia-nyiakan waktunya yang singkat di dunia ini. Ia akan bergegas beramal begitu mengetahui ilmu yang baru didapatnya tanpa menunggu sakit menyergap jasadnya atau pun usia tua menghampirinya.

Dan Ibnu Umar Radhiyallahu anhuma pernah mengatakan, “Jika engkau berada di sore hari, janganlah menunggu pagi hari. Dan jika engkau berada di pagi hari, janganlah menunggu sore hari. Pergunakanlah waktu sehatmu sebelum sakitmu dan hidupmu sebelum matimu.” (HR. Al-Bukhari, no. 6416; at-Tirmidzi, no. 2333; Ibnu Majah no. 4114)

Nasehat Ibnu Umar Radhiyallahu anhuma diatas selaras dengan firman Allâh ﷻ, yaitu:

وَسَارِعُوا إِلَىٰ مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ

"Dan bersegeralah kalian menuju ampunan dari Rabb kalian dan menuju surga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa." (QS. Ali 'Imran: 133)

Sungguh, ketika kita bersikap menunda-nunda, khawatirnya kesempatan akan hilang karena belum tentu pada kesempatan mendatang kita akan memiliki kemampuan untuk beramal shalih.

Abu Al Jald rahimahullah mengatakan, "Menunda-nunda dalam beramal shaleh adalah salah satu dari tentara-tentara iblis." [Hilyat AlAwliya' wa Thabaqat Al Ashfiya' 6/54]

Selain bersegera beramal sholih, muslim yang cerdik juga akan memaksimalkan dunia yang ada padanya untuk dijadikan jembatan menuju akhirat. Ia tidak berlama-lama dan terbuai tinggal di jembatan karena dunia tidaklah kekal bahkan tidak juga menghiasi sehingga gemerlap jembatan yang memang bukan rumah tinggal abadinya dengan menghabiskan seluruh hidupnya.

Al-Imam al-Hasan al-Bashri rahimahullah berkata,

“Tidaklah dunia ini seluruhnya dari awal hingga akhirnya kecuali ibarat seseorang yang tertidur sejenak, kemudian bermimpi melihat sesuatu yang disenanginya, kemudian terbangun.” [Mawa’izh lil Imam al-Hasan al-Bashri, hlm. 170]

Makna tersebut diambil dari sabda Nabi Muhammad ﷺ, “Tidaklah aku di dunia ini melainkan (hanya) seperti seorang musafir yang berteduh di bawah pohon lalu beristirahat dan kemudian meninggalkannya (pohon tersebut).” (HR. at-Tirmidzi no. 3277)

Semoga Allâh ﷻ sehatkan hati kita sehingga mudah memahami bahwa dunia adalah negeri yang asing, negeri yang penuh ujian, negeri tempat berusaha, negeri yang sementara dan tidak kekal. Semoga Allâh ﷻ mudahkan kita menjadikan dunia ini sebagai jembatan menuju surga firdaus-Nya dan melewatinya dengan selamat. Dan mematikan ambisi untuk berandai-andai tinggal selamanya dan menghiasi jembatan tersebut sehingga lalai terhadap akhirat. Aamiin.

Rabu, 17 Agustus 2022

Air seni bayi laki-laki

Hadits Sahih (230.0818)
-------------------------------------
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

Air seni bayi laki-laki

Sahih al-Bukhori:215

عَنْ عَائِشَةَ أُمِّ الْمُؤْمِنِينَ أَنَّهَا قَالَتْ: 

أُتِيَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِصَبِيٍّ فَبَالَ عَلَى ثَوْبِهِ، فَدَعَا بِمَاءٍ فَأَتْبَعَهُ إِيَّاهُ.

Dari Aisyah Ummul Mu'minin, bahwa dia berkata: 

Pernah seorang bayi laki-laki dibawa ke hadapan Rasulullah saw lalu bayi tersebut buang air kecil hingga mengenai pakaian beliau. Beliau lalu meminta diambilkan air dan menuangkain air diatasnya.

Pesan :
Air seni termasuk hal yang najis, sehingga jika terkena badan atau baju seseorang, maka orang itu wajib mensucikannya dengan air. Terdapat perbedaan dalam mensucikan pakaian yang terkena air seni bayi perempuan dan air seni bayi laki-laki, meski keduanya najis. Jika pakaian anda terkena air seni bayi perempuan, maka anda harus mencuci baju tersebut, anda harus memastikan bahwa baju tersebut sudah teraliri air, dengan melihat bahwa air sudah menetes kembali ke lantai setelah mengalir dari pakaian anda. Sedangkan jika pakaian anda terkena air seni bayi laki-laki yang belum makan makanan dan hanya minum ASI, maka anda tidak wajib mencucinya, melainkan cukup mencipratinya dengan air sampai bagian yang terkena air seni basah menyeluruh, berbeda dengan mencuci, dalam mensucikan pakaian yang terkena air seni bayi laki-laki tidak disyaratkan air yang mengalir dan menetes kembali.

Selasa, 16 Agustus 2022

Syarah Aqidatul Awam (08)

Syarah Aqidatul Awam (08)
------------------------------------
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

Bait 8

سَـمِـيْعٌ اْلبَصِـيْرُ وَالْمُتَكَلِّـمُ (8) لَهُ صِـفَاتٌ سَـبْعَـةٌ تَـنْـتَظِمُ

Maha Mendengar, Maha Melihat, Maha Berbicara, Allah mempunyai 7 sifat yang tersusun (teratur).

Syarah :

11. Sama’ (Mendengar)

Allah SWT Maha Mendengar. Namun pendengaran Allah SWT tidak sama dengan pendengaran manusia yang bisa dibatasi ruang dan waktu. Allah SWT mendengar dengan jelas semua yang diucapkan hamba-Nya. Pendengaran Allah SWT tidak berbeda pada perkara yang dhahir atau yang bathin. Firman Allah SWT:

إِنَّهُ هُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلْعَلِيمُ. (الدخان : 6).

"Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." (QS. ad-Dukhan : 6).

Kebalikan dari sifat ini adalah al-shamamu (الصمم) yang berarti tuli. Yakni bahwa mustahil Allah SWT itu tuli.

12. Bashor (Melihat)

Allah SWT Maha melihat segala sesuatu. Baik yang nampak ataupun yang samar. Bahkan andaikata ada semut yang sangat hitam berjalan di tengah malam yang gelap gulita, Allah SWT dapat melihatnya dengan jelas.

فَاطِرُ ٱلسَّمَاوَاتِ وَٱلأَرْضِ جَعَلَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجاً وَمِنَ ٱلأَنْعَامِ أَزْواجاً يَذْرَؤُكُمْ فِيهِ لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلْبَصِيرُ. (الشورى : 11).

"(Dia) Pencipta langit dan bumi. Dia menjadikan bagi kamu dari jenis kamu sendiri pasangan-pasangan dan dari jenis binatang ternak pasangan-pasangan (pula), dijadikan-Nya kamu berkembang biak dengan jalan itu. Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat." (QS. as-Syura : 11).

Kebalikan sifat ini adalah al-'ama (العمى) yang berarti buta, yakni bahwa mustahil Allah SWT itu buta.

13. Kalam (Berfirman)

Allah SWT Maha berfirman, namun firman Allah SWt tidak sama seperti perkataan manusia yang terdiri dari suara dan susunan kata-kata. Firman Allah SWT, tanpa suara dan kata-kata.

وَرُسُلاً قَدْ قَصَصْنَاهُمْ عَلَيْكَ مِن قَبْلُ وَرُسُلاً لَّمْ نَقْصُصْهُمْ عَلَيْكَ وَكَلَّمَ ٱللهُ مُوسَىٰ تَكْلِيماً. (النساء : 164).

"Dan (kami telah mengutus) rasul-rasul yang sungguh telah Kami kisahkan tentang mereka kepadamu dahulu, dan rasul-rasul yang tidak Kami kisahkan tentang mereka kepadamu. Dan Allah telah berbicara kepada Musa dengan langsung." (QS. an-Nisa’ :164).

Kebalikan sifat ini adalah al-bakamu (البكم), yang berarti bisu. Yakni bahwa mustahil Allah SWT itu bisu.

Allah mempunyai 7 sifat ini yang tersusun (teratur) yang disebut sifat Ma’nawiyah. Sifat-sifat ini akan dijelaskan dalam bait selanjutnya.

Senin, 15 Agustus 2022

Syarah Aqidatul Awam (07)

Syarah Aqidatul Awam (07)
------------------------------------
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

Bait 7

وَقَـائِمٌ غَـنِيْ وَوَاحِـدٌ وَحَيّ (7) قَـادِرْ مُـرِيْـدٌ عَـالِمٌ بِكُلِّ شَيْ

“Berdiri sendiri, Maha Kaya, Maha Esa, Maha Hidup, Maha Kuasa, Maha Menghendaki, Maha Mengetahui atas segala sesuatu.”

Syarah :

5. Qiyamuhu Binafsih (berdiri sendiri)

Berbeda dengan makhluk yang masih membutuhkan sesuatu yang lain diluar dirinya, Allah SWT tidak butuh terhadap sesuatu apapun. Allah SWT tidak membutuhkan tempat dan dzat yang menciptakan. Dalam hal ini Allah SWT berfirman:

إِنَّ اللهَ لَغَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ (العنكبوت، 6).

"Sesungguhnya Allah SWT benar-benar Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam." (QS. al-Ankabut : 6).

Allah SWT Maha Kuasa untuk mewujudkan sesuatu tanpa membutuhkan bantuan makhluk-Nya. Tetapi merekalah yang membutuhkan Allah SWT. Firman Allah SWT:

يَاأَيُّهَا النَّاسُ أَنْتُمُ الْفُقَرَاءُ إِلىَ اللهِ وَاللهُ هُوَ الْغَنِيُّ الْحَمِيدُ (فاطر، 15).

"Hai manusia, kamulah yang berkehendak kepada Allah; dan Allah Dia-lah Yang Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) lagi Maha Terpuji." (QS. Fathir : 15).

Allah SWT tidak membutuhkan apapun dari makhluk-Nya. Bahkan terhadap ibadah yang dilakukan seorang hamba, Allah SWT tidak membutuhkannya. Ketika Allah SWT mensyariatkan shalat, puasa, zakat, haji, sedekah dan lain sebagainya, maka itu bukan karena Allah SWT membutuhkannya. Tetapi karena di dalamnya ada manfaat besar yang akan dirasakan oleh orang-orang yang melaksanakan-Nya. Jadi ibadah itu bukan untuk kepentingan Allah SWT, tetapi itu adalah kebutuhan kita sebagai hamba.

Kebalikan dari sifat ini adalah ihtiyajuhu li ghairihi (إحتياجه لغيره) artinya mustahil Allah SWT butuh kepada makhluk.

6. Wahdaniyat (Esa/satu)

Allah SWT satu/esa, tidak ada tuhan selain Diri-Nya. Allah SWT Maha Esa dalam Dzat, Sifat dan perbuatan-Nya. Firman Allah SWT:

قُلْ إِنَّمَا يُوحَى إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَهُكُمْ إِلهٌ وَاحِدٌ فَهَلْ أَنْتُمْ مُسْلِمُونَ (الأنبياء، 108).

"Katakanlah: "Sesungguhnya yang diwahyukan kepadaku adalah: "Bahwasanya Tuhanmu adalah Tuhan Yang Esa, maka hendaklah kamu berserah diri (kepada-Nya)". (QS. al-Anbiya' : 108).

Satu dalam Dzat Artinya, bahwa Dzat Allah SWT satu, tidak tersusun dari beberapa unsur atau anggota badan dan tidak ada satupun dzat yang menyamai Dzat Allah SWT.

Satu dalam sifat artinya bahwa sifat Allah SWT tidak terdiri dari dua sifat yang sama, dan tidak ada sesuatupun yang menyamai sifat Allah SWT.

Dan satu dalam perbuatan adalah bahwa hanya Allah SWT yang memiliki perbuatan. Dan tidak satupun yang dapat menyamai perbuatan Allah SWT.

Sifat yang mustahil bagi-Nya yaitu “ta’addud" (تعدد) berbilangan, bahwa mustahil Allah lebih dari satu. Firman Allah SWT :

 

لَوْ كَانَ فِيهِمَا ءَالِهَةٌ إِلاَّ اللهُ لَفَسَدَتَا فَسُبْحَانَ اللهِ رَبِّ الْعَرْشِ عَمَّا يَصِفُونَ (الأنبياء، 22).

“Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain Allah, tentulah keduanya itu Telah rusak binasa. Maka Maha Suci Allah yang mempunyai 'Arsy daripada apa yang mereka sifatkan.” (QS. al-Anbiya’: 22).

7. Qudrat (Kuasa)

Allah SWT Maha Kuasa dengan kekuasaan yang tidak terbatas. Kekuasaan Allah SWT meliputi terhadap segala sesuatu. Kuasa untuk mewujudkan dan meniadakan segala sesuatu yang dikehendaki-Nya. Allah SWT berfirman:

وَاللهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ (الحشر، 6).

“Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu." (QS. al-Hasyr : 6).

Kalau Allah SWT tidak kuasa, tentu Ia tidak akan mampu meciptakan alam raya yang sangat menakjubkan ini. Karena itu, mustahil bagi Allah SWT memiliki sifat al-'Ajzu (العجز) yang berarti lemah.

8. Iradah (Berkehendak)

Allah SWT Maha berkehendak, dan tidak seorangpun yang mampu menahan kehendak Allah SWT. Dan segala yang terjadi di dunia berjalan sesuai dengan kehendak Allah SWT. Allah SWT berfirman:

قُلْ فَمَنْ يَمْلِكُ لَكُمْ مِنَ اللهِ شَيْئًا إِنْ أَرَادَ بِكُمْ ضَرًّا أَوْ أَرَادَ بِكُمْ نَفْعًا بَلْ كَانَ اللهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيراً. (الفتح، 11).

"Katakanlah: "Maka siapakah (gerangan) yang dapat menghalang-halangi kehendak Allah jika Dia menghendaki kemudharatan bagimu atau jika Dia menghendaki manfa`at bagimu. Sebenarnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan." (QS. al-Fath : 11).

Allah SWT juga berfirman:

إِنَّمَا أَمْرُهُ إِذَا أَرَادَ شَيْئًا أَنْ يَقُولَ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ (يس، 82).

"Sesungguhnya perintah-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya: "Jadilah!" maka terjadilah ia." (QS. Yasin : 82).

 

Lawan dari sifat ini adalah (الكراهة) yang mempunyai makna “terpaksa", yakni mustahil Allah berbuat sesuatu karena terpaksa, atau tidak dengan kehendak-Nya sendiri.

9. Ilmu (Mengetahui)

Allah SWT adalah Dzat yang Maha Menciptakan, maka Ia pasti mengetahui segala sesuatu diciptakan-Nya. Allah SWT mengetahui dengan jelas akan semua perkara yang jelas tampak ataupun yang samar, tanpa ada perbedaan antara keduanya. Allah SWT berfirman:

إِنَّهُ يَعْلَمُ الْجَهْرَ وَمَا يَخْفَى. (الأعلى، 7).

“Sesungguhnya Dia mengetahui yang terang dan yang tersembunyi.” (QS. al-A’la : 7).

Kebalikan sifat ini adalah al-jahlu (الجهل), yang berarti bodoh. Bahwa mustahil Allah SWT bodoh atau tidak mengetahui pada apa yang diciptakan.

10. Hayat (Hidup)

Allah SWT Maha Hidup, dan hidup Allah SWT adalah kehidupan abadi, tidak pernah dan tidak akan mati.

وَتَوَكَّلْ عَلَى ٱلْحَيِّ ٱلَّذِي لاَ يَمُوتُ وَسَبِّحْ بِحَمْدِهِ وَكَفَىٰ بِهِ بِذُنُوبِ عِبَادِهِ خَبِيراً. (الفرقان : 58).

"Dan bertawakkallah kepada Allah Yang Hidup (Kekal) Yang tidak mati, dan bertasbihlah dengan memuji-Nya. Dan cukuplah Dia Maha Mengetahui dosa-dosa hamba-hamba-Nya." (QS. al-Furqan : 58).

Kebalikan dari sifat ini adalah al-mautu (الموت), yang berarti mati. Yakni mustahil Allah SWT mati.

Minggu, 14 Agustus 2022

Shalat setelah makan

Hadits Sahih (227.0815)
-------------------------------------
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

Shalat setelah makan

Sahih al-Bukhori:200

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبَّاسٍ:

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَكَلَ كَتِفَ شَاةٍ ثُمَّ صَلَّى وَلَمْ يَتَوَضَّأْ.

Dari Abdullah ibn Abbas: 

Bahwa Rasulullah saw memakan paha kambing kemudian beliau shalat tanpa berwudhu lagi.

Pesan :
Makan tidak membatalkan wudhu, karena itu jika berwudhu lalu makan, tidak perlu berwudhu lagi untuk menunaikan shalat. Kecuali jika memakan daging unta, maka seorang muslim dianjurkan untuk berwudhu.

Sabtu, 13 Agustus 2022

Khuff

Hadits Sahih (226.0814)
-------------------------------------
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

Khuff

Sahih al-Bukhori:199

عَنْ الْمُغِيرَةِ قَالَ: كُنْتُ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي سَفَرٍ، فَأَهْوَيْتُ لأَنْزِعَ خُفَّيْهِ، فَقَالَ: 

دَعْهُمَا فَإِنِّي أَدْخَلْتُهُمَا طَاهِرَتَيْنِ. فَمَسَحَ عَلَيْهِمَا.

Dari al-Mughirah, dia berkata: Aku pernah bersama Nabi saw dalam suatu perjalanan, lalu aku merunduk untuk melepas khuffnya, namun beliau bersabda: 

Biarkan saja, karena aku mengenakannya dalam keadaan suci. Maka beliau mengusapnya.

Pesan :
1. Mengusap khuff dengan air merupakan salah satu kemudahan yang disyariatkan agama Islam untuk penganutnya. Karena terkadang jika sesorang bepergian, melepas sepatu dan kaus kaki untuk berwudhu agak sulit.
2. Diperbolehkan untuk mengusap bagian atas khuff (sejenis alas kaki) dengan air sebagai ganti mencuci kaki saat berwudhu, dengan beberapa syarat, seperti: Saat mengenakan alas kaki harus dalam keadaan suci (sudah berwudhu), alas kaki itu tidak dilepas, dalam jangka waktu yang tertentu, yaitu 1 hari 1 malam untuk orang yang mukim dan 3 hari 3 malam untuk orang yang bepergian.

Dua Nikmat Seringkali Manusia Tertipu

One Day One Hadits (203)
------------------------------------------
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

Dua Nikmat Seringkali Manusia Tertipu

عن ابن عباسٍ رضي الله عنهما قال: قال النبيُّ (صلَّ الله عليه وسلم): 
نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيهِمَا كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ ، الصِّحَّةُ وَالْفَرَاغُ. رواه البخاري.

Dari Ibnu Abas radhiAllah anhuma berkata, bersabda rasulullah sallahu alaihi wa salam :
”Ada dua kenikmatan yang banyak manusia tertipu, yaitu nikmat sehat dan waktu senggang”. (HR. Bukhari no. 6412, dari Ibnu ‘Abbas)

Pelajaran yang terdapat di dalam hadits :

1. Ibnu Baththol mengatakan, ”Seseorang tidaklah dikatakan memiliki waktu luang hingga badannya juga sehat. Barangsiapa yang memiliki dua nikmat ini (yaitu waktu senggang dan nikmat sehat), hendaklah ia bersemangat, jangan sampai ia tertipu dengan meninggalkan syukur pada Allah atas nikmat yang diberikan.

2. Bersyukur adalah dengan melaksanakan setiap perintah dan menjauhi setiap larangan Allah.

3. Barangsiapa yang luput dari syukur semacam ini, maka dialah yang tertipu.”

4. Ibnul Jauzi mengatakan, ”Terkadang manusia berada dalam kondisi sehat, namun ia tidak memiliki waktu luang karena sibuk dengan urusan dunianya. Dan terkadang pula seseorang memiliki waktu luang, namun ia dalam kondisi tidak sehat. Apabila terkumpul pada manusia waktu luang dan nikmat sehat, sungguh akan datang rasa malas dalam melakukan amalan ketaatan. Itulah manusia yang telah tertipu (terperdaya).”

5. Ibnul Jauzi juga mengatakan nasehat yang sudah semestinya menjadi renungan kita, “Intinya, dunia adalah ladang beramal untuk menuai hasil di akhirat kelak. Dunia adalah tempat kita menjajakan barang dagangan, sedangkan keuntungannya akan diraih di akhirat nanti.

6. Barangsiapa yang memanfaatkan waktu luang dan nikmat sehat dalam rangka melakukan ketaatan, maka dialah yang akan berbahagia. Sebaliknya, barangsiapa memanfaatkan keduanya dalam maksiat, dialah yang betul-betul tertipu. 

Tema hadits yang berkaitan dengan Al-Quran:

1. Dunia kesenangan yang menipu

وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ

Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.
[Surat Aal-E-Imran : 185]

2. Menggunakan waktu luang dengan sebaik-baiknya

فَإِذَا فَرَغْتَ فَانْصَبْ

Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain,
[Surat Al-Sharh : 7]

3. Peringatan akan penyesalan orang-orang yang tidak mau menggunakan waktu luang dan sehat

يَوْمَ يَجْمَعُكُمْ لِيَوْمِ الْجَمْعِ ذَلِكَ يَوْمُ التَّغَابُنِ

(Ingatlah) hari (dimana) Allah mengumpulkan kamu pada hari pengumpulan, itulah hari dinampakkan kesalahan-kesalahan.

4. Pertanggungan jawab terhadap nikmat yang diberikan

ثُمَّ لَتُسْأَلُنَّ يَوْمَئِذٍ عَنِ النَّعِيمِ 

Kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia itu). (At-Takastur:8)

Jumat, 12 Agustus 2022

Tumit yang tidak terkena air wudhu

Hadits Sahih (225.0813)
-------------------------------------
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

Tumit yang tidak terkena air wudhu

Sahih al-Bukhori:160

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: أَسْبِغُوا الْوُضُوءَ، فَإِنَّ أَبَا الْقَاسِمِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: 

وَيْلٌ للاعْقَابِ مِنْ النَّارِ.

Dari Abu Hurairah, dia berkata: Sempurnakanlah wudhu kalian! Sesungguhnya Abu al-Qasim saw bersabda: 

 Celakalah tumit-tumit yang tidak terkena air wudhu dari api neraka.

Pesan :
1. Penekanan akan pentingnya setiap anggota wudhu untuk terkena air.
2. Berhati-hatilah saat berwudhu dan pastikan tumit anda terbasuh air. Karena kaki dan secara khusus tumit jauh dari jangkauan tangan dan kadang luput dari penglihatan, ingatlah hadis ini saat berwudhu dan pastikan air telah membasahi tumit anda.

Manfa'at Shalat Malam

Tematik (92)
---------------------
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

Manfa'at Shalat Malam

عَلَيْكُمْ بِقِيَامِ اللَّيْلِ فَإِنَّهُ دَأْبُ الصَّالِحِيْنَ قَبْلَكُمْ وَهُوَ قُرْبَةٌ إِلَى رَبِّكُمْ وَمُكَفِّرَةٌ لِلسَّيِّئَاتِ وَمَنْهَاةٌ عَنِ الإِثْمِ

“Hendaklah kalian melaksanakan qiyamul lail (shalat malam) karena shalat malam adalah kebiasaan orang sholih sebelum kalian dan membuat kalian lebih dekat pada Allah. Shalat malam dapat menghapuskan kesalahan dan dosa. ”Lihat Al Irwa’ no. 452. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan.

Pelajaran yang terdapat dalam hadits:

1. Suatu kenikmatan yang sangat indah adalah bila seorang hamba bisa merasakan bagaimana bermunajat dengan Allah di tengah malam terutama ketika 1/3 malam terakhir.

2. Shalat malam (qiyamul lail) biasa disebut juga dengan shalat tahajud. Mayoritas pakar fiqih mengatakan bahwa shalat tahajud adalah shalat sunnah yang dilakukan di malam hari secara umum setelah bangun tidur.

3. Sholat tahjud/ malam kebiasaan amalan orang shaleh, cara untuk medekatkan diri kepada Alloh dan dapat menghapus kesalahan dan mencegah  perbuatan dosa.

Tema hadits yang berkaitan dengan Al-Quran:

1. Pujian Allah terhadap orang yang waktu malamnya digunakan untuk shalat malam dan sedikit tidurnya. Allah Ta’ala berfirman,

كَانُوا قَلِيلًا مِنَ اللَّيْلِ مَا يَهْجَعُونَ
“Di dunia mereka sedikit sekali tidur diwaktu malam.” (QS. Adz Dzariyat: 17)

وَمِنَ اللَّيْلِ فَاسْجُدْ لَهُ وَسَبِّحْهُ لَيْلًا طَوِيلًا
“Dan pada sebagian dari malam, maka sujudlah kepada-Nya dan bertasbihlah kepada-Nya pada bagian yang panjang dimalam hari.” (QS. Al Insan: 26)

2. Tidak sama antara orang yang shalat malam dan yang tidak.

أَمْ مَنْ هُوَ قَانِتٌ آَنَاءَ اللَّيْلِ سَاجِدًا وَقَائِمًا يَحْذَرُ الْآَخِرَةَ وَيَرْجُو رَحْمَةَ رَبِّهِ قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُولُو الْأَلْبَابِ
“(Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: “Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran. ” (QS. Az Zumar: 9).

3. Shalat tahajud adalah sifat orang bertakwa dan calon penghuni surga.

إِنَّ الْمُتَّقِينَ فِي جَنَّاتٍ وَعُيُونٍ (15) آَخِذِينَ مَا آَتَاهُمْ رَبُّهُمْ إِنَّهُمْ كَانُوا قَبْلَ ذَلِكَ مُحْسِنِينَ (16) كَانُوا قَلِيلًا مِنَ اللَّيْلِ مَا يَهْجَعُونَ (17) وَبِالْأَسْحَارِ هُمْ يَسْتَغْفِرُونَ (18) 
“Sesungguhnya orang-orang yang bertaqwa itu berada dalam taman-taman (syurga) dan mata air-mata air, sambil menerima segala pemberian Rabb mereka. Sesungguhnya mereka sebelum itu di dunia adalah orang-orang yang berbuat kebaikan. Di dunia mereka sedikit sekali tidur di waktu malam. Dan selalu memohonkan ampunan diwaktu pagi sebelum fajar.” (QS. Adz Dzariyat: 15-18).

Rabu, 10 Agustus 2022

Sinar bekas wudhu

Hadits Sahih (223.0811)
-------------------------------------
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

Sinar bekas wudhu

Sahih al-Bukhori:133

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: إِنِّي سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: 

إِنَّ أُمَّتِي يُدْعَوْنَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ غُرًّا مُحَجَّلِينَ مِنْ آثَارِ الْوُضُوءِ، فَمَنْ اسْتَطَاعَ مِنْكُمْ أَنْ يُطِيلَ غُرَّتَهُ فَلْيَفْعَلْ. 

Dari Abu Hurairah, dia berkata: Sesungguhnya aku mendengar Nabi saw bersabda: 

 Sesungguhnya umatku akan dipanggil pada hari kiamat dengan wajah, tangan dan kaki mereka yang bersinar karena bekas air wudhu, barangsiapa diantara kalian yang bisa memperpanjang cahayanya hendaklah ia lakukan.

Pesan :
1. Anggota tubuh yang terkena air wudhu akan bersinar di hari kiamat.
2. Anjuran untuk melebihkan basuhan anggota wudhu, agar saat dibangkitkan di hari kiamat nanti, anggota tubuh kita bercahaya karena bekas wudhu.

Akan Masuk Surga Suatu Kaum Yang Hati Mereka Bagaikan Hati Seekor Burung

One Day One Hadits (202)
------------------------------------------
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

Akan Masuk Surga Suatu Kaum Yang Hati Mereka Bagaikan Hati Seekor Burung

عن أبي هريرةَ رضي الله عنه عن النَّبيّ صلى الله عليه وسلم قَالَ: ((يَدْخُلُ الجَنَّةَ أَقْوامٌ أفْئِدَتُهُمْ مِثلُ أفْئِدَةِ الطَّيرِ)). رواه مسلم. 

Dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi s.a.w., sabdanya:
"Masuklah ke dalam syurga itu para kaum yang hatinya seperti hati burung." (Riwayat Muslim)

Pelajaran yang terdapat di dalam hadist:

1. Artinya kata-kata di atas itu disebutkan: Bahwasanya mereka itu sama bertawakkal.

2  Juga dapat diartikan: bahawasanya hati mereka itu lemah lembut.

3. Ini Hadist dasar yang paling utama dari tawakal. Dan hakekatnya: Bersandar diri kepada Allah Subhana wa Ta'ala dalam mengambil maslahah dan madhorot.

4. Tawakal inti dari al-iman, dan ketahuilah tawakal tidak melepaskan usaha yang mendatangkan sebab- sebab, seperti burung yang pagi hari mencari rizqi.

5. "Akan masuk Surga suatu kaum yang hati mereka bagaikan hati seekor burung."
Ada yang memaknainya tidak ada padanya sifat hasad, hatinya kosong dari sifat hasad, maka hatinya bagaikan hati seekor burung.

6. Orang yang hatinya penuh dengan tawakal kepada Allah Subhana wa Ta'ala dan bersih dari sifat hasad akan masuk surga.

Tema hadist yang berkaitan dengan Al-Quran:

1. Bertawakallah kamu dalam semua urusanmu kepada Allah yang Mahahidup yang tidak mati selama-lamanya. 

وَتَوَكَّلْ عَلَى الْحَيِّ الَّذِي لَا يَمُوتُ

Dan bertawakallah kepada Allah Yang Hidup (Kekal) Yang tidak mati. (Al-Furqan: 58)

2. Apabila engkau bermusyawarah dengan mereka dalam urusan itu, dan kamu telah membulatkan tekadmu, hendaklah kamu bertawakal kepada Allah dalam urusan itu.

إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ

Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya. (Ali Imran: 159)

3. Barang siapa yang mempunyai suatu keperluan, lalu ia menyerahkannya kepada manusia, maka dapat dipastikan bahwa keperluannya itu tidak dimudahkan baginya. Dan barang siapa yang menyerahkan keperluannya kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, maka Allah akan mendatangkan kepadanya rezeki yang segera atau memberinya kematian yang ditangguhkan (usia yang diperpanjang).

وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ

Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. (Ath-Thalaq: 3).

Tadabbur Al-Quran Hal. 239

Tadabbur Al-Quran Hal. 239
----------------------------------------------
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

- Al Qur'an Indonesia Tajwid.

- Yusuf ayat 33 :

قَالَ رَبِّ السِّجْنُ اَحَبُّ اِلَيَّ مِمَّا يَدْعُوْنَنِيْٓ اِلَيْهِ ۚوَاِلَّا تَصْرِفْ عَنِّيْ كَيْدَهُنَّ اَصْبُ اِلَيْهِنَّ وَاَكُنْ مِّنَ الْجٰهِلِيْنَ

Yusuf berkata, “Wahai Tuhanku! Penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka. Jika aku tidak Engkau hindarkan dari tipu daya mereka, niscaya aku akan cenderung untuk (memenuhi keinginan mereka) dan tentu aku termasuk orang yang bodoh.”

- Tafsir Al Muyassar Yusuf ayat 33 :

Yusuf berdoa meminta perlindungan dari kejahatan wanita itu dan tipu daya mereka: "Wahai Rabb-ku, Penjara lebih
aku sukai daripada aku memenuhi ajakan mereka untuk melakukan perbuatan keji. Dan apabila Engkau tidak hindarkan tipu daya mereka kepadaku, tentu aku akan cenderung memenuhi keinginan mereka. Dan tentulah aku termasuk orang-orang bodoh yang berbuat dosa karena
kebodohan mereka."

- Hadis Sahih Yusuf ayat 33 :

Dari Abu Hurairah Ra, ia berkata, "Rasulullah Saw. bersabda, Dunia adalah penjara bagi orang-orang yang beriman dan surga bagi orang-orang kafir. (HR Muslim, Sahih Muslim, No. Hadis 7605, t.t., 1518)

Selasa, 09 Agustus 2022

Tata cara wudhu

Hadits Sahih (222.0810)
-------------------------------------
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

Tata cara wudhu

Sahih al-Bukhori:155

عَنْ حُمْرَانَ مَوْلَى عُثْمَانَ: أَنَّهُ رَأَى عُثْمَانَ بْنَ عَفَّانَ دَعَا بِإِنَاءٍ، فَأَفْرَغَ عَلَى كَفَّيْهِ ثَلاَثَ مِرَارٍ فَغَسَلَهُمَا، ثُمَّ أَدْخَلَ يَمِينَهُ فِي الأِنَاءِ فَمَضْمَضَ وَاسْتَنْشَقَ، ثُمَّ غَسَلَ وَجْهَهُ ثَلاَثًا وَيَدَيْهِ إِلَى الْمِرْفَقَيْنِ ثَلاَثَ مِرَارٍ، ثُمَّ مَسَحَ بِرَأْسِهِ، ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَيْهِ ثَلاَثَ مِرَارٍ إِلَى الْكَعْبَيْنِ. ثُمَّ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: 

مَنْ تَوَضَّأَ نَحْوَ وُضُوئِي هَذَا، ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ لاَ يُحَدِّثُ فِيهِمَا نَفْسَهُ، غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ.

Dari Humran maula Utsman: Bahwa ia melihat Utsman ibn Affan meminta untuk diambilkan bejana (berisi air). Lalu dia menuangkan pada telapak tangannya tiga kali, lalu membasuh keduanya, lalu ia memasukkan tangan kanannya ke dalam bejana, lalu ia berkumur-kumur dan memasukkan air ke dalam hidung, kemudian ia membasuh wajahnya tiga kali dan kedua tangan hingga kedua siku tiga kali, kemudian ia mengusap kepalanya, kemudian ia membasuh kedua kakinya tiga kali hingga kedua mata kaki. Setelah itu ia berkata: Rasulullah saw bersabda:

Barangsiapa yang berwudhu seperti wudhuku ini, kemudian dia shalat dua rakaat, ia tidak berbicara dalam hatinya saat shalat, maka dosanya yang telah lalu akan diampuni.

Pesan :
1. Antusias para sahabat dalam mencari ilmu sehingga mereka senantiasa memerhatikan segala sesuatu yang dilakukan Rasulullah dengan teliti, dan mempraktekkannya di dalam keseharian mereka.
2. Wudhu sempurna yang diikuti shalat dua raka'at dengan khusyu adalah salah satu penyebab dosa yang telah lalu diampuni oleh Allah.

MANUSIA MEMANDANG WAKTU

Tematik (91)
---------------------
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

MANUSIA MEMANDANG WAKTU

Kadang kala terbesit dalam benak kita, sampai kapan waktuku di dunia ini?
Buat hamba dunia waktu adalah uang, mengumpulkan banyak pundi-pundi emas dan batu mulia. Adapun bagi hamba yang beriman kepada Allah Ta’ala, Ia akan meyakini bahwa waktu ini adalah ibadah. Pertanyaannya Sekarang, engkau di bagian kelompok yang mana?
Waktumu kau habiskan untuk apa? Renungkanlah!



Allah Ta’ala telah bersumpah dengan menyebut masa dalam firman-Nya:

وَالْعَصْرِ ﴿١﴾ إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ ﴿٢﴾ إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ

“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih dan nasihat-menasihati supaya mentaati kebenaran dan nasihat-menasihati supaya menetapi kesabaran”.
(QS. al-‘Ashr/103:1-3).

Nabi menerangkan tentang nikmat waktu dan kesehatan

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيهِمَا كَثِيرٌ مِنْ النَّاسِ الصِّحَّةُ وَالْفَرَاغُ

Dari Ibnu Abbas Radhiallahu anhuma, dia berkata: Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Dua kenikmatan, kebanyakan manusia tertipu pada keduanya, (yaitu) kesehatan dan waktu luang”.
(Hadits shahih. HR. Bukhari, no. 5933).

Berdasarkan pengalaman manusia, di antara kerugian tak sadar waktu yang paling utama adalah tidak beramal dengan bentuk paling sempurna (paling baik), menyia-nyiakan amalan utama (sibuk dengan perkara mubah), serta yang lebih jauh dari itu yaitu jatuh dalam perkara-perkara yang diharamkan.

- Inilah urgensi waktu itu :

1. Waktu adalah umur dan modal utama manusia.

Seorang Tabi’in, al-Hasan al-Bashri rahimahullah berkata:

اِبْنَ آدَمَ إِنَّمَا أَنْتَ أَيَّامٌ كُلَّمَا ذَهَبَ يَوْمٌ ذَهَبَ بَعْضُكَ

“Wahai anak manusia, kamu itu hanyalah (kumpulan) hari-hari, tiap-tiap satu hari berlalu, hilang sebagian dirimu.” (Riwayat Abu Nu’aim dalam Hilyatul-Auliya`. Perkataan ini juga diriwayatkan al-Baihaqi dalam Syu’abul- Iman, dari Abud Darda’ radhiallahu anhu)

Diriwayatkan bahwa ‘Umar bin Abdul-‘Aziz rahimahullah berkata:

إِنَّ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ يَعْمَلَانِ فِيْكَ فَاعْمَلْ فِيْهِمَا

“Sesungguhnya malam dan siang bekerja terhadapmu, maka beramalah pada malam dan siang itu”.
(Kitab Rabi’ul-Abrar, hlm. 305).

2. Waktu sangat cepat berlalu dan tidak pernah kembali.

Sahabat terbaik Nabi, Abu Bakar ash-Shiddiq radhiallahu ‘anhu berkata:

إِنَّ لِلَّهِ حَقًّا بِالنَّهَارِ لَا يَقْبَلُهُ بِاللَّيْلِ، وَلِلَّهِ حَقٌّ بِاللَّيْلِ لَا يَقْبَلُهُ بِالنَّهَارِ

“Sesungguhnya Allâh memiliki hak pada waktu siang, Dia tidak akan menerimanya di waktu malam. Dan Allâh juga memiliki hak pada waktu malam, Dia tidak akan menerimanya di waktu siang”.
(Hadits Mauquf. HR. Ibnu Abi Syaibah, no. 37056).

Dengan demikian seharusnya seseorang bersegera melaksanakan tugasnya pada waktunya, dan tidak menumpuk tugas dan mengundurkannya sehingga akan memberatkan dirinya sendiri. Oleh karena itu waktu di sisi Salaf (para sahabat dan Tabi’in) lebih mahal dari pada uang. Al-Hasan al-Bashri rahimahullah menuturkan:

أَدْرَكْتُ أَقْوَامًا كَانَ أَحَدُهُمْ أَشَحَّ عَلَى عُمْرِهِ مِنْهُ عَلَى دَرَاهِمِهِ وَدَنَانِيْرِهِ

“Aku telah menemui orang-orang yang sangat bakhil terhadap umurnya daripada terhadap dirham dan dinarnya”.
(Disebutkan dalam kitab Taqrib Zuhd Ibnul-Mubarok, 1/28).

3. Manusia tidak mengetahui kapan berakhirnya waktu yang diberikan untuknya.

Oleh karena itu Allâh Ta’ala banyak memerintahkan untuk bersegera dan berlomba dalam ketaatan. Demikian juga Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan agar bersegera melaksanakan amal-amal shalih. Para ulama telah memperingatkan agar seseorang tidak menunda-nunda amalan. Al-Hasan berkata:

اِبْنَ آدَمَ إِيَّاكَ وَالتَّسْوِيْفَ فَإِنَّكَ بِيَوْمِكَ وَلَسْتَ بِغَدٍّ فَإِنْ يَكُنْ غَدٌّ لَكَ فَكُنْ فِي غَدٍّ كَمَا كُنْتَ فِيْ الْيَوْمَ وَإِلَّا يَكُنْ لَكَ لَمْ تَنْدَمْ عَلَى مَا فَرَّطْتَ فِيْ الْيَوْمِ

“Wahai anak Adam, janganlah engkau menunda-nunda (amalan-amalan), karena engkau memiliki kesempatan pada hari ini, adapun besok pagi belum tentu engkau memilikinya. Jika engkau bertemu besok hari, maka lakukanlah pada esok hari itu sebagaimana engkau lakukan pada hari ini. Jika engkau tidak bertemu esok hari, engkau tidak akan menyesali sikapmu yang menyia-nyiakan hari ini”.
(lihat Taqrib Zuhd Ibnul Mubarok, 1/28)

- Menyempatkan Waktu Untuk Menuntut Ilmu

Seseorang pernah bercerita : “Kita masuk TK saat masih usia 4 atau 5 tahun, setelah itu 6 tahun di bangku sekolah dasar (SD), lalu 3 tahun di bangku sekolah menengah tingkat pertama (SMP), lalu 3 tahun di bangku sekolah menengah atas (SMA), setelah itu melanjutkan kuliah sarjana 4 tahun. Sebagian orang tidak berhenti sampai di sini. Masih lanjut lagi sekolah magister selama 2 tahun, lalu doktor selama 4 atau 5 tahun, atau bahkan lebih lama dari itu”.

Perjalanan waktu dalam pendidikan di atas mayoritasnya untuk ilmu dunia, bagaimana dengan Ilmu Akhirat??
Yang tersisa adalah sisa-sisa waktu yang ada dan tidak menyengaja untuk belajar ilmu. Inilah yang juga Allah Ta’ala cela dalam firman-Nya,

يَعْلَمُونَ ظَاهِرًا مِنَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ عَنِ الْآخِرَةِ هُمْ غَافِلُونَ

“Mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia, sedangkan mereka lalai tentang (kehidupan) akhirat.”
(QS. Ar-Ruum [30]: 7)

Ketika hari-hari kita disibukkan dengan urusan dunia, lalu lalai dengan urusan akhirat, dari situlah awal mula munculnya kebinasaan.
Dari sahabat mulia Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إن الله يبغض كل جعظري جواظ سخاب في الأسواق جيفة بالليل حمار بالنهار عالم بالدنيا جاهل بالآخرة

“Sesungguhnya Allah Ta’ala membenci semua orang yang berkata keras, kasar lagi sombong; orang yang rakus namun pelit; orang yang bersuara gaduh, suka berdebat dan juga sombong di pasar; orang yang tidak pernah bangun malam (tidur sepanjang malam); hanya sibuk dengan dunia di waktu siang; sangat pandai dengan urusan dunia; namun bodoh dengan urusan akhirat.”
(HR. Al-Baihaqi dalam Sunan Kubra 10: 194. Dinilai shahih oleh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’ no. 1878).

- Manusia itu menghadapi waktu itu berbeda sikap, karena secara umum, faktornya kembali kepada tiga hal berikut :

1. Tidak menetapkan tujuan hidup, sukanya macam-macam. Waktu adalah ibadah.

Allah Ta’ala berfirman :

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku”.
(QS. adz-Dzariyat/51:56).

Dia harus mengetahui bahwa dunia ini adalah tempat beramal, bukan tempat santai dan main-main, sebagaimana firman-Nya:

أَفَحَسِبْتُمْ أَنَّمَا خَلَقْنَاكُمْ عَبَثًا وَأَنَّكُمْ إِلَيْنَا لَا تُرْجَعُونَ

“Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami?”
(QS. al-Mukminun/23:115).

2. Jahil / ketidaktahuan tentang penting dan berharga (nilai) nya waktu.

3. Lemah tekad dan semangat, karena kurang berdoa kepada Allah Ta’ala dan usaha yang minimal.

- Memilih Waktu Terbaik

Belajar dari manusia pilihan, pewaris para Nabi, yang sudah mengenal asam garam, pahit manis perjalanan mengarungi waktu di dunia ini. Para Ulama kita, ulama kaum muslimin, mereka pun dalam mengarungi kehidupan menuntut ilmu; membaca, menulis, menghafal, muraja’ah (mengulang pelajaran), dan aktivitas lainnya benar-benar telah memilih waktu terbaik dan membaginya dengan baik pula, itu adalah bukti sejarah, nyata dan tidak bisa ditampik tak terbantahkan dalam permasalahan ini.
Al Khathib Al Baghdadi rahimahullah berkata :

فأجود الأوقات: الأسحار، ثم بعدها وقت انتصاف النهار، وبعدها الغدوات دون العشيات. وحفظ الليل أصلح من حفظ النهار، وأوقات الجوع أحمد للتحفظ من أوقات الشبع

“waktu yang paling baik untuk menghafal adalah waktu sahur, di tengah hari, kemudian di pagi hari. Menghafal di waktu malam lebih baik dari waktu siang. Dan waktu lapar lebih baik dari waktu kenyang”
(Al Faqih wal Mutafaqqih, 2/103).

Ibnu Jama’ah rahimahullah berkata :

أن يقسم أوقات ليله ونهار ويغتنم ما بقي من عمره فإن بقية العمر لا قيمة له. وأجود الأوقات للحفظ الأسحار وللبحث الإبكار وللكتاب وسط النهار وللمطالعة والمذاكرة الليل

“(termasuk ada seorang penuntut ilmu) adalah membagi waktu malam dan siangnya, dan memanfaatkan sisa umurnya. Karena sisa umur tidak ternilai harganya baginya.
Waktu yang paling baik untuk menghafal adalah waktu sahur, waktu pagi untuk penelitian, tengah hari untuk menulis, dan malam untuk menelaah serta mudzakarah (mengulang).”
( Penulis Kitab ‘Tadzkiratus Sami’ wal Mutakallimin’).

Ibnul Jauzi rahimahullah berkata :

وللحفظ أوقات من العمر، فأفضلها الصبا، وما يقاربه من أوقات الزمان، وأفضلها عادة الأسحار، وأنصاف النهار، والغدوات خير من العشيات، وأوقات الجوع خير من أوقات الشبع

“Dalam menghafal ada waktu-waktunya, yang paling baik adalah ketika masih kecil, atau yang masih mendekati itu lebih baik dari rentang usia yang lain.
Dan yang paling baik adalah ketika waktu sahur dan tengah hari. dan waktu-waktu pagi hingga siang, lebih baik dari siang hingga sore. waktu lapar lebih baik dari waktu kenyang”
(Shaidul Khathir, 580).

“Wahai manusia! Adakah yang mau merenungi dan mengambil tindakan nyata??”
Semoga Allah Ta’ala Yang Maha Pemurah memberikan Taufiq kepada semuanya.
Wallahu Ta’ala A’lam.