بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

Sabtu, 30 Desember 2023

Tadabbur Al-Quran Hal. 352

Tadabbur Al-Quran Hal. 352
----------------------------------------------
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

- Al Qur'an Indonesia Tajwid.

- An-Nur ayat 23 :

اِنَّ الَّذِيْنَ يَرْمُوْنَ الْمُحْصَنٰتِ الْغٰفِلٰتِ الْمُؤْمِنٰتِ لُعِنُوْا فِى الدُّنْيَا وَالْاٰخِرَةِۖ وَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيْمٌ ۙ

Sungguh, orang-orang yang menuduh perempuan-perempuan baik, yang lengah [561] dan beriman (dengan tuduhan berzina), mereka dilaknat di dunia dan di akhirat, dan mereka akan mendapat azab yang besar,

- [561] Yang dimaksud dengan perempuan-perempuan yang lengah ialah perempuan-perempuan yang tidak pernah sekalipun terpikir oleh mereka untuk melakukan perbuatan yang keji itu.

- Asbabun Nuzul An-Nur ayat 23 :

Ath-Thabrani meriwayatkan dari Khashif, dia berkata, "Aku bertanya kepada Sa'id ibnuz-Zubair,"Mana yang lebih berat: zina atau qadzaf" Ia menjawab, 'Zina.' Aku berkata, 'Allah berfirman, 'Sesungguhnya orang-orang yang menuduh wanita yang baik-baik." Ia berkata,"Ini turun khusus tentang urusan Aisyah." Dalam sanad riwayat ini terdapat Yahya al-Hamaani, seorang yang lemah. Ia meriwayatkan pula dari adh-Dhahhak bin Muzahim bahwa ayat ini turun tentang para istri Nabi saw. secara khusus.

Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Sa'id ibnuz-Zubair dari Ibnu Abbas bahwa ayat ini turun tentang Aisyah secara khusus.

lbnu Jarir meriwayatkan dari Aisyah, dia berkata, "Aku difitnah tanpa aku menyadarinya. Kemudian aku mendengarnya. Dan ketika Rasulullah berada bersamaku, beliau menerima wahyu. lalu beliau duduk tegak dan mengusap wajahnya. Kemudian beliau bersabda, 'Hai Aisyah, bergembiralah!' Aku menyahut, 'Aku memuji Allah, bukan memujimu!' Lalu beliau membaca, 'Sesungguhnya orang-orang yang menuduh wanita yang baik-baik,"sampai ayat,"Mereka itu bersih dari apa yang dituduhkan orang....".

- Tafsir Al Muyassar An-Nur ayat 23 :

Sesungguhnya orang-orang yang menuduh wanita yang baik-baik, yang lengah dan beriman, yakni para wanita yang tidak pernah terbersit dalam hatinya untuk berbuat zina, maka mereka akan dijauhkan dari rahmat Allah baik di dunia maupun di akhirat. Dan mereka akan ditimpa azab yang dahsyat di dalam Neraka Jahanam. Ayat ini merupakan dalil yang jelas tentang kufurnya seseorang yang mencela atau menuduh para istri Nabi dengan tuduhan yang buruk.

- Asmā'ul Husnā :

Allah Swt. berfirman, Di hari itu, Allah akan memberi mereka balasan yang setimpal menurut semestinya, dan mereka mengetahui bahwa Allah-lah Yang Benar, lagi Yang Menjelaskan (segala sesuatu menurut hakikat yang sebenarnya). (QS. An-Nür, 24: 25).

Al Mubiin bagi Allah Yang Esa dengan sifat-Nya, yang berbeda dari setiap makhluk-Nya, Dialah Sang Raja yang bersemayam di atas 'arsy-Nya, Yang Maha Memperhatikan di atas kerajaan-Nya, Maha dekat dengan hamba yang menyembah-Nya, Maha Mendengar segala ucapan, Maha Mendengar segala macam tingkah laku, Maha Mengetahui segala macam rahasia, kepunyaan-Nya segala macam ketinggian. Dialah yang telah membedakan segala macam makhluk dengan sebab keberadaan dan tujuannya, membedakan mereka dengan kebesaran kekuasaan dengan segala hikmah-Nya, menjelaskan kepada para hamba bukti yang sangat jelas atas keesaan-Nya, menjelaskan kepada mereka agama-Nya dengan hukum-hukum syariat-Nya, tidak sesekali menyiksa para hamba
kecuali setelah dijelaskan kepada mereka hujjah. Dialah yang telah berbicara kepada para hamba-Nya dengan segala macam penjelasan dan menjelaskan hujah dengan segala macam bukti. (Dr. Mahmūd Abdurrazāk Ar-Ridwāni, Ad-Du'ầu bil Asmāii Husnā, 2005: 104).

- Riyādus şälihin :

Dari Abu Hurairah Ra., Rasulullah Saw. bersabda, "Cukuplah seseorang (dianggap) berbohong apabila dia menceritakan semua yang didengar." (HR Muslim).

Hadis di atas memberikan beberapa faedah:

(a) Keharusan menjaga dalam menerima dan menyampaikan berita dan tidak membenarkan semua yang dikatakan.
(b) lbnu 'Alä'an berkata, "Makna hadiš ini dan pengaruh yang diterangkan dalam masalah ini ialah larangan untuk membicarakan setiap yang didengar karena bisa jadi benar atau salah. Jika ia membicarakan setiap yang didengar, maka ia telah berdusta terhadap berita yang tidak terjadi."
(Dr. Muştafā Sa'id Al-Khin, Nuzhatul Muttaqina Syarhu Riyādis Şālihina, Juz 2, 1407 H/1987 M: 1065).

- Hadiš Nabawi :

Dari Abu Salamah, ia berkata, "Saya bertanya kepada Aisyah Ra., Dengan apakah NabibSaw. membuka salatnya apabila beliau melakukan salat malam? la berkata, 'Beliau apabila melakukan salat malam membuka salatnya dan mengucapkan, Allähumma Rabba Jibril wa Mikail wa lsrāfil, Fātiras Samāwāti wal Ardi 'Alimal Gaibi wasy Syahādah Anta Tahkumu baina lbādika fimā Kānū fihi Yakhtalifün. Ihdini limakhtulifa fihi minal Haqqi biiznika Innaka Tahdi Man Tasyāu ilã Şirātin Mustaqim. (Ya Allah Tuhan Jibril, Mikail, dan Israfil, Pencipta langit dan bumi, Yang Maha Mengetahui perkara yang tersembunyi dan yang tampak, Engkau memberikan keputusan di antara para hamba-Mu dalam perkara yang mereka perselisihkan. Berilah aku petunjuk agar mendapatkan kebenaran yang diperselisihkan dengan izin-Mu, sesungguhnya Engkau memberikan petunjuk kepada orang yang Engkau kehendaki ke jalan yang lurus.)" Abu Isa berkata, Hadis ini hasan garib." (HR At-Timizi, Sunan At-Tirmiži, Juz 5, No. Hadis, 3420, 1397 H/1977 M: 421).

- Penjelasan Surah An-Nur Ayat 21-27

Ayat 21-27 menjelaskan beberapa kaidah kehidupan sosial kaum mukminin agar kuat dan solid : 

Harus ada keinginan kuat untuk menjauhi langkah-langkah setan. Kalau tidak, akan sulit terhindar dari godaannya. Kemudian mintalah karunia dan rahmat Allah agar  kesucian diri terjaga dari maksiat.

Orang-orang yang memiliki kelapangan ekonomi hendaklah membantu karib kerabat, orang-orang miskin dan orang-orang berhijrah di jalan Allah dan menjadi  pemaaf serta berlapang dada. Itulah salah satu cara meraih ampunan Allah.  

Dilarang menuduh wanita-wanita Mukminah yang bersih berbuat zina. Orang-orang yang melakukannya akan mendapat laknat di dunia dan azab yang besar di akhirat. Ingatlah di akhirat nanti yang akan menjadi saksi itu adalah lidah, tangan dan kaki masing-masing. Allah akan sempurnakan pembalasan-Nya. 

Perempuan yang keji untuk pasangan lelaki yang keji dan begitu sebaliknya. Wanita yang baik  untuk pasangan lelaki yang baik dan begitu sebaliknya. 

Hendaklah meminta izin dan memberi salam sebelum masuk ke rumah orang lain. Itu adalah adab yang terbaik dalam berkunjung ke rumah orang lain.

Rabu, 27 Desember 2023

Macam-Macam Sesembahan selain Allah Ta’ala

Tematik (181)
---------------------
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
 
Macam-Macam Sesembahan selain Allah Ta’ala

Terdapat berbagai macam sesembahan selain Allah Ta’ala. Sesembahan selain Allah Ta’ala dapat dikelompokkan menjadi dua macam.

A. Kelompok sesembahan yang memiliki akal.

Kelompok pertama adalah sesembahan yang memilki akal (‘aaqilah), seperti manusia, malaikat, dan jin. Mereka terbagi dalam dua jenis.

Mereka yang rida disembah
Jenis pertama adalah mereka yang rida dengan penyembahan tersebut. Misalnya, Fir’aun, iblis, dan selain keduanya yang termasuk dalam thaghut. Mereka kekal di neraka bersama dengan para penyembahnya. Hal ini sebagaimana firman Allah Ta’ala,

إِذْ تَبَرَّأَ الَّذِينَ اتُّبِعُواْ مِنَ الَّذِينَ اتَّبَعُواْ وَرَأَوُاْ الْعَذَابَ وَتَقَطَّعَتْ بِهِمُ الأَسْبَابُ وَقَالَ الَّذِينَ اتَّبَعُواْ لَوْ أَنَّ لَنَا كَرَّةً فَنَتَبَرَّأَ مِنْهُمْ كَمَا تَبَرَّؤُواْ مِنَّا كَذَلِكَ يُرِيهِمُ اللّهُ أَعْمَالَهُمْ حَسَرَاتٍ عَلَيْهِمْ وَمَا هُم بِخَارِجِينَ مِنَ النَّارِ

“(Yaitu) ketika orang-orang yang diikuti itu berlepas diri dari orang-orang yang mengikutinya, dan mereka melihat siksa; dan (ketika) segala hubungan antara mereka terputus sama sekali. Dan berkatalah orang-orang yang mengikuti, “Seandainya kami dapat kembali (ke dunia), pasti kami akan berlepas diri dari mereka, sebagaimana mereka berlepas diri dari kami.” Demikianlah Allah memperlihatkan kepada mereka amal perbuatannya menjadi sesalan bagi mereka, dan sekali-kali mereka tidak akan keluar dari api neraka.” (QS. Al-Baqarah: 166-167)

Allah Ta’ala berfirman,

لَأَمْلَأَنَّ جَهَنَّمَ مِنكَ وَمِمَّن تَبِعَكَ مِنْهُمْ أَجْمَعِينَ

“Sesungguhnya Aku pasti akan memenuhi neraka Jahannam dengan jenis kamu dan dengan orang-orang yang mengikuti kamu di antara mereka kesemuanya.” (QS. Shaad: 85)

Allah Ta’ala berfirman berkaitan dengan Fir’aun,

يَقْدُمُ قَوْمَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَأَوْرَدَهُمُ النَّارَ وَبِئْسَ الْوِرْدُ الْمَوْرُودُ

“Dia berjalan di muka kaumnya di hari kiamat, lalu memasukkan mereka ke dalam neraka. Neraka itu seburuk-buruk tempat yang didatangi.” (QS. Huud: 98)

Mereka yang tidak rida disembah
Jenis kedua adalah mereka yang tidak rida dengan penyembahan tersebut, bahkan berlepas diri dari orang-orang yang menyembah mereka, baik ketika di dunia maupun di akhirat. Misalnya, ‘Isa, Maryam, ‘Uzair, dan malaikat ‘alaihimus salaam.

Sebagaimana firman Allah Ta’ala tentang ‘Isa ‘Alaihis salaam,

وَإِذْ قَالَ اللّهُ يَا عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ أَأَنتَ قُلتَ لِلنَّاسِ اتَّخِذُونِي وَأُمِّيَ إِلَـهَيْنِ مِن دُونِ اللّهِ قَالَ سُبْحَانَكَ مَا يَكُونُ لِي أَنْ أَقُولَ مَا لَيْسَ لِي بِحَقٍّ إِن كُنتُ قُلْتُهُ فَقَدْ عَلِمْتَهُ تَعْلَمُ مَا فِي نَفْسِي وَلاَ أَعْلَمُ مَا فِي نَفْسِكَ إِنَّكَ أَنتَ عَلاَّمُ الْغُيُوبِ

“Dan (ingatlah) ketika Allah berfirman, “Hai ‘Isa putera Maryam, adakah kamu mengatakan kepada manusia, ‘Jadikanlah aku dan ibuku sebagai dua orang tuhan selain Allah?’ ‘Isa menjawab, ‘Maha Suci Engkau, tidaklah patut bagiku mengatakan apa yang bukan hakku (mengatakannya). Jika aku pernah mengatakan, maka tentulah Engkau mengetahui apa yang ada pada diriku dan aku tidak mengetahui apa yang ada pada diri Engkau. Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui perkara yang ghaib-ghaib.’” (QS. Al-maidah: 116)

Allah Ta’ala berfirman berkaitan dengan malaikat,

وَيَوْمَ يَحْشُرُهُمْ جَمِيعاً ثُمَّ يَقُولُ لِلْمَلَائِكَةِ أَهَؤُلَاء إِيَّاكُمْ كَانُوا يَعْبُدُونَ قَالُوا سُبْحَانَكَ أَنتَ وَلِيُّنَا مِن دُونِهِم بَلْ كَانُوا يَعْبُدُونَ الْجِنَّ أَكْثَرُهُم بِهِم مُّؤْمِنُونَ

“Dan (ingatlah) hari (yang di waktu itu) Allah mengumpulkan mereka semuanya, kemudian Allah berfirman kepada malaikat, “Apakah mereka ini dahulu menyembah kamu?’ Malaikat-malaikat itu menjawab, ‘Maha Suci Engkau. Engkaulah pelindung kami, bukan mereka. Bahkan mereka telah menyembah jin, kebanyakan mereka beriman kepada jin itu.’” (QS. Saba’: 40-41)

B. Kelompok sesembahan yang tidak memiliki akal.

Kelompok kedua adalah sesembahan yang tidak memiliki akal (ghairu ‘aaqilah). Misalnya, pohon, batu, matahari, bulan, dan sesembahan selain Allah Ta’ala lainnya yang tidak memiliki akal.

Dalil yang menunjukkan matahari dan bulan sebagai sesembahan orang musyrik adalah firman Allah Ta’ala,

وَمِنْ آيَاتِهِ اللَّيْلُ وَالنَّهَارُ وَالشَّمْسُ وَالْقَمَرُ لَا تَسْجُدُوا لِلشَّمْسِ وَلَا لِلْقَمَرِ

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah malam, siang, matahari, dan bulan. Janganlah menyembah matahari maupun bulan.” (QS. Fushilat: 37)

Syekh Shalih Fauzan Hafidzahullah menjelaskan, ”(Ayat tersebut) menunjukkan bahwa ada orang yang menyembah matahari dan bulan. Oleh karena itu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam melarang untuk melaksanakan salat ketika matahari terbit atau tenggelam dalam rangka menutup sarana menuju kesyirikan. Karena ada orang yang menyembah matahari ketika terbit atau tenggelam, maka Rasulullah melarang kita untuk melaksanakan salat pada kedua waktu tersebut, meskipun salatnya tersebut ditujukan kepada Allah. Akan tetapi, ketika salat dalam kedua waktu tersebut menyerupai perbuatan orang-orang musyrik, maka hal tersebut dilarang dalam rangka menutup sarana yang dapat mengantarkan kepada kesyirikan. Dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam melarang perbuatan syirik dan menutup sarana yang dapat mengantarkan kepada syirik tersebut” (Syarh Al-Qawa’idul Arba’, hal. 28-29).

Semua sesembahan selain Allah Ta’ala yang tidak memiliki akal itu tercakup dalam firman Allah Ta’ala,

لَوْ كَانَ هَؤُلَاء آلِهَةً مَّا وَرَدُوهَا وَكُلٌّ فِيهَا خَالِدُونَ

“Sesungguhnya kamu dan apa yang kamu sembah selain Allah adalah umpan Jahannam, kamu pasti masuk ke dalamnya. Andaikata berhala-berhala itu Tuhan, tentulah mereka tidak masuk neraka. Dan semuanya akan kekal di dalamnya.” (QS. Al-Anbiya’: 98-99)

Referensi:

Al-Maqshadul Ma’muul min Ma’aarijil Qabuul bi Syarhi Sullamil Wushuul, hal. 114-115.

Syarh Al-Qawa’idul Arba’, hal. 28-29

Rabu, 20 Desember 2023

Juairiyah binti Harist

Kisah Istri Rasulullah SAW (8)
---------------------
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

Juairiyah binti Harist

Telah kita ketahui bahwa setiap istri Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam itu memiliki suatu kelebihan. Demikian juga halnya dengan Juwairiyah yang telah membawa berkah besar bagi kaumnya, Bani al-Musthaliq. Bagaimana tidak, setelah dia memeluk Islam, Bani al-Musthaliq mengikrarkan diri menjadi pengikut Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam. Hal ini pernah diungkapkan Aisyah, “Aku tidak mengetahui jika ada seorang wanita yang lebih banyak berkahnya terhadap kaumnya daripada Juwairiyah.”

Juwairiyah adalah putri seorang pemimpin Bani al-Musthaliq yang bernama al-Harits bin Abi Dhiraar yang sangat memusuhi Islam. Rasulullah memerangi mereka sehingga banyak kalangan mereka yang terbunuh dan wanita-wanitanya menjadi tawanan perang. Di antara tawanan tersebut terdapat Juwairiyah yang kemudian memeluk Islam, dan keislamannya itu merupakan awal kebaikan bagi kaumnya.

Kelahiran dan Masa Pertumbuhannya
Juwairiyah dilahirkan empat belas tahun sebelum Nabi hijrah ke Madinah. Semula namanya adalah Burrah, yang kemudian diganti menjadi Juwairiyah. Nama lengkapnya adalah Juwairiyah binti al-Harits bin Abi Dhiraar bin Habib bin Aid bin Malik bin Judzaimah bin Musthaliq bin Khuzaah. Ayahnya, al-Harits, adalah pemimpin kaumnya yang masih musyrik dan menyembah berhala sehingga Juwairiyah dibesarkan dalam kondisi keluarga seperti itu. Tentunya dia memiliki sifat dan kehormatan sebagai keluarga seorang pemimpin. Dia adalah gadis cantik yang paling luas ilmunya dan paling baik budi pekertinya di antara kaumnya. Kemudian dia menikah dengan seorang pemuda yang bernama Musafi’ bin Shafwan.

Berada dalam Tawanan Rasulullah
Di bawah komando al-Harits bin Abi Dhiraar, orang-orang munafik berniat menghancurkan kaum muslimin. Al-Harits sudah mengetahui kekalahan orang-orang Quraisy yang berturut-turut oleh kaum muslimin. Al-Harits beranggapan, jika pasukannya berhasil mengalahkan kaum muslimin, mereka dapat menjadi penguasa suku-suku Arab setelah kekuasaan bangsa Quraisy. Al-Harits menghasut pengikutnya untuk memerangi Rasulullah dan kaum muslimin. Akan tetapi, kabar tentang persiapan penyerangan tersebut terdengar oleh Rasulullah, sehingga beliau berinisiatif untuk mendahului menyerang mereka. Dalam penyerangan tersebut, Aisyah Radhiyallahu ‘anha turut bersama Rasulullah, yang kemudian meriwayatkan pertemuan Rasulullah dengan Juwairiyah setelah dia menjadi tawanan. Perang antara pasukan kaum muslimin dengan Bani al-Musthaliq pun pecah, dan akhirnya dimenangkan oleh pasukan muslim. Pemimpin mereka, al-Harist, melarikan diri, dan putrinya, Juwairiyah, tertawan di tangan Tsabit bin Qais al-Anshari. Juwairiyah mendatangi Rasulullah dan mengadukan kehinaan dan kemalangan yang menimpanya, terutama tentang suaminya yang terbunuh dalam peperangan.

Tentang Juwairiyah, Aisyah mengemukakan cerita sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnu Saad dalam Thabaqatnya, “Rasulullah menawan wanita-wanita Bani Musthaliq, kemudian beliau menyisihkan seperlima dari antara mereka dan membagikannya kepada kaum muslimin. Bagi penunggang kuda mendapat dua bagian, dan lelaki yang lain mendapat satu bagian. Juwairiyah jatuh ke tangan Tsabit bin Qais bin Samas al-Anshari. Sebelumnya, Juwairiyah menikah dengan anak pamannya, yaitu Musafi bin Shafwan bin Malik bin Juzaimah, yang tewas dalam pertempuran melawan kaum muslimin. Ketika Rasulullah tengah berkumpul denganku, Juwairiyah datang menanyakan tentang penjanjian pembebasannya. Aku sangat membencinya ketika dia menemui beliau. Kemudian dia benkata, ‘Ya Rasulullah, aku Juwairiyah binti al-Harits, pemimpin kaumnya. Sekarang ini aku tengah berada dalam kekuasaan Tsabit bin Qais. Dia membebaniku dengan sembilan keping emas, padahal aku sangat menginginkan kebebasanku.’ Beliau bertanya, ‘Apakah engkau menginginkan sesuatu yang lebih dari itu?’ Dia balik bertanya, ‘Apakah gerangan itu?’ Beliau menjawab, ‘Aku penuhi permintaanmu dalam membayar sembilan keping emas dan aku akan menikahimu.’ Dia menjawab, ‘Baiklah, ya Rasulullah!” Beliau bersabda, ‘Aku akan melaksanakannya.’ Lalu tersebarlah kabar itu, dan para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam berkata, ‘Ipar-ipar Rasulullah tidak layak menjadi budak-budak.’ Mereka membebaskan tawanan Bani al-Musthaliq yang jumlahnya hingga seratus keluarga karena perkawinan Juwairiyah dengan Rasulullah. Aku tidak pernah menemukan seorang wanita yang lebih banyak memiliki berkah daripada Juwairiyah.”

Selain itu, Aisyah sangat memperhatikan kecantikan Juwairiyah, dan itulah di antaranya yang menyebabkan Rasulullah menawarkan untuk menikahinya. Aisyah sangat cemburu dengan keadaan seperti itu. Padahal Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam berbuat baik kepada Juwairiyah bukan semata karena wajahnya yang cantik, melainkan karena rasa belas kasih beliau kepadanya. Juwairiyah adalah wanita yang ditinggal mati suaminya dan saat itu dia telah menjadi tawanan rampasan perang kaum muslimin.

Mendengar putrinya berada dalam tawanan kaum muslimin, al-Harits bin Abi Dhiraar mengumpulkan puluhan unta dan dibawanya ke Madinah untuk menebus putrinya. Sebelum sampai di Madinah dia berpendapat untuk tidak membawa seluruh untanya, namun dia hanya membawa dua ekor unta yang terbaik, yang kemudian dibawa ke al-Haqiq di bawah pengawasan para pengawalnya. Lalu dia pergi ke Madinah dan menemui Rasulullah di masjid. Terdapat dua riwayat yang menerangkan pertemuan al-Harits dengan Rasulullah. Dalam riwayat pertama, seperti yang diungkapkan Ibnu Saad dalam Thabaqat-nya, dikatakan bahwa Rasulullah menyerahkan keputusan kepada Juwairiyah.

Juwairiyah berkata, “Aku telah memilih Rasulullah ..” Ayahnya berkata, “Demi Allah, kau telah menghinakan kami.” Dalam riwayat kedua seperti yang disebutkan Ibnu Hisyam bahwa al-Harits menemui Rasulullah dan berkata, “Ya Muhammad, engkau telah menawan putriku. Ini adalah tebusan untuk kebebasannya.” Rasulullah menjawab, “Di manakah kedua unta yang engkau sembunyikan di al-Haqiq? Di tempat anu dan anu?” Al-Harits menjawab, “Aku bersaksi tiada Tuhan selain Allah, dan engkau adalah utusanNya. Tiada yang mengetahui hal itu selain Allah.” Al-Harits memeluk Islam dan diikuti sebagian kaumnya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam meminang Juwairiyah dengan mas kawin 400 dirham.

Berada di Rumah Rasulullah
Ketika Juwairiyah menikah dengan Rasulullah, beliau mengubah namanya, yang asalnya Burrah menjadi Juwairiyah, sebagaimana disebutkan dalam Thabaqat-nya Ibnu Saad, “Nama Juwairiyah binti al-Harits merupakan perubahan dari Burrah. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menggantinya menjadi Juwairiyah, karena khawatir disebut bahwa beliau keluar dari rumah burrah.”

Juwairiyah telah memeluk Islam dan keimanan di hatinya telah kuat. Semata-mata dia mengikhlaskan diri untuk Allah dan Rasul-Nya. Ibnu Abbas banyak meriwayatkan shalat dan ibadahnya, di antaranya, “Ketika itu Rasulullah hendak melakukan shalat fajar dan keluar dari tempatnya. Setelah shalat fajar dan duduk hingga matahani meninggi, beliau pulang, sementara Juwairiyah tetap dalam shalatnya. Juwairiah berkata, ‘Aku tetap giat shalat setelahmu, ya Rasulullah.’ Nabi bersabda, ‘Aku akan mengatakan sebuah kalimat setelahmu. Jika engkau kerjakan, niscaya akan lebih berat dalam timbangan, ‘Maha Suci Allah, sebanyak yang Dia ciptakan. Maha Suci Allah Penghias Arsy-Nya. Maha Suci Allah, unsur seluruh kalimat-Nya.”

Setelah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam meninggal dunia, Juwairiyah mengasingkan diri serta memperbanyak ibadah dan bersedekah di jalan Allah dengan harta yang diterimanya dari Baitul-Mal. Ketika terjadi fitnah besar berkaitan dengan Aisyah, dia banyak berdiam diri, tidak berpihak ke mana pun.

Wafat
Juwairiyah wafat pada masa kekhalifahan Mu’awiyah bin Abu Sufyan, pada usianya yang keenam puluh. Dia dikuburkan di Baqi’, bersebelahan dengan kuburan istri-istri Rasulullah yang lain. Semoga Allah rela kepadanya dan kepada semua istri Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam Semoga Allah memberikan kemuliaan kepadanya di akhirat dan ditempatkan bersama hamba-hamba yang saleh. Amin.

Selasa, 12 Desember 2023

Tadabbur Al-Quran Hal. 351

Tadabbur Al-Quran Hal. 351
----------------------------------------------
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

- Al Qur'an Indonesia Tajwid.
- An-Nur ayat 11 :

اِنَّ الَّذِيْنَ جَاۤءُوْ بِالْاِفْكِ عُصْبَةٌ مِّنْكُمْۗ  لَا تَحْسَبُوْهُ شَرًّا لَّكُمْۗ بَلْ هُوَ خَيْرٌ لَّكُمْۗ لِكُلِّ امْرِئٍ مِّنْهُمْ مَّا اكْتَسَبَ مِنَ الْاِثْمِۚ وَالَّذِيْ تَوَلّٰى كِبْرَهٗ مِنْهُمْ لَهٗ عَذَابٌ عَظِيْمٌ

Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu (juga). Janganlah kamu mengira berita itu buruk bagi kamu bahkan itu baik bagi kamu. Setiap orang dari mereka akan mendapat balasan dari dosa yang diperbuatnya. Dan barangsiapa di antara mereka yang mengambil bagian terbesar (dari dosa yang diperbuatnya), dia mendapat azab yang besar (pula). [560]

- [560] Berita bohong ini mengenai Aisyah radhiallahu anha, sehabis berperang dengan Bani Mushthaligq di bulan Sya'ban tahun ke 5 Hijrah. Peperangan itu dikuti oleh kaum munafik, dan turut pula Aisyah bersama Nabi Muhammad dengan undian yang diadakan diantara isteri-isteri beliau. Dalam perjalanan mereka ketika kembali dari peperangan, mereka berhenti pada suatu tempat. Aisyah keluar dari sekedupnya untuk suatu keperluan, dan ketika kembali ke sekedupnya dia merasa bahwa kalungnya hilang, lalu dia kenmbali lagi mencarinya. Sementara itu, rombongan berangkat membawa sekedup itu dengan persangkaan bahwa Aisyah masih berada di dalam sekedupnya. Setelah Aisyah mengetahui bahwa sekedupnya telah berangkat, maka dia duduk di tempatnya dan berharap orang-orang akan kembali menjemputnya. Kebetulan, lewat di tempat itu seorang sahabat Nabi yaitu Shafwan bin Mu'aththal. Dia terkejut melihat seseorang yang sedang tidur sendirian seraya mengucapkan "Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un, istri Rasulullah!". Maka Aisyah pun terbangun. Lalu dia dipersilakan oleh Shafwan untuk mengendarai untanya sedangkan Shafwan berjalan di depan menuntun untanya hingga mereka sampai di Madinah. Orang-orang yang melihat mereka., membicarakan hal ini menurut pendapat mereka masing-masing. Maka mulailah timbul desas-desus lalu kemudian kaum munafik membesar-besarkannya sehingga tuduhan atas Aisyah semakin menyebar dan menimbulkan kegoncangan di kalangan kaum muslimin.

- Tafsir Al Muyassar An-Nur ayat 11 :

Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita terbohong. yakni tuduhan terhadap Ummul Mukminin Aisyah dengan perbuatan zina, mereka adalah dari golongan yang dinisbatkan kepada kalian (wahai kaum muslimin). Janganlah kalian mengira bahwa perkataan mereka itu buruk bagi kalian, bahkan ia adalah baik bagi kalian. Karena dalam peristiwa itu terdapat penetapan tentang bebasnya Ummul Mukminin dari tuduhan tersebut, kesuciannya, diagungkan penyebutannya, mengangkat derajatnya, dan menghapus keburukannya.

Setiap orang dari mereka yang mengabarkan kabar dusta tersebut akan mendapat balasan dari dosa yang mereka kerjakan. Yang paling besar tanggungannya adalah Abdullah bin Ubay bin Salul, mudah-mudahan Allah melaknatnya. la merupakan pembesar kaum munafik. Dia akan mendapatkan azab yang sangat pedih nanti di akhirat. Yaitu berada di kerak neraka yang paling dalam selama-lamanya.

- Asmā'ul Husnā :

Allah Swt. mempunyai nama Ar-Rouf artinya, hanya Dia yang Maha lemah-lembut terhadap hamba-hamba-Nya yang beriman. Dialah yang menjaga pendengaran, penglihatan, gerak, dan diam mereka dalam bertauhid dan taat kepada-Nya. Inilah kesempurnaan kasih sayang terhadap orang-orang yang benar. Juga mengandung makna Maha lemah-lembut terhadap orang-orang yang durhaka kepada-Nya. Dia membukakan bagi mereka kesempatan untuk bertobat selama nyawa belum terlepas dari kerongkongannya atau matahari terbit dari sebelah barat.

Seorang muslim yang mengesakan Allah dengan nama ini, hatinya penuh dengan belas kasih terhadap sesama muslim secara umum dan khusus. Namun belas kasih ini ditempatkan pada tempatnya karena ia merupakan salah satu akhlak terpuji dan sifat yang agung. Walaupun kadang bersikap keras dan tegas bermanfaat di sebagian kondisi-seperti diberlakukannya hukum had, serta memerangi orang-orang yang berbuat kerusakan dan aniaya di saat nasehat dan lemah lembut tidak berlaku dan tidak bermanfaat bagi mereka. (Dr. Mahmūd Abdurrazāk Ar-Ridwāni, Ad-Du äu bil Asmāil Husnā, 2005 M: 104).

- Riyāduş Şālihin :

Dari lbnu 'Umar Ra., Rasulullah Saw. bersabda, "Seorang muslim adalah saudara bagi muslim lainnya, dia tidak menzaliminya dan tidak membiarkannya untuk disakiti. Siapa yang membantu kebutuhan saudaranya, maka Allah akan membantu memenuhi kebutuhannya. Siapa yang menghilangkan satu kesusahan seorang muslim, maka Allah akan menghilangkan satu kesusahan baginya dari kesusahan-kesusahan hari kiamat. Siapa yang menutupi (aib) seorang muslim, maka Allah akan menutupi aibnya pada hari kiamat." (HR AI-Bukhāri-Muslim).

Hadis di atas memberikan beberapa faedah:

(a) Melapangkan kesulitan dan menutupi aib orang lain merupakan kebaikan di antara makhluk Allah dan Allah Swt. mencintai kebaikan yang dimiliki keluarganya.

(b) Haram menzalimi muslim dan membiarkannya dizalimi orang lain.

(c) Berikhtiar untuk menutupi kebutuhan hidup muslim dan melapangkan kegelisahannya.

(Dr. Muştafā Sa'lid Al-Khin, Nuzhatul Muttaqina Syarhu Riyādis Salihina, Juz 1, 1407H/1987 M: 250).

- Hadiš Nabawi :

Dari Al-Bara' Ra., sesungguhnya Rasulullah Saw. salat dengan menghadap ke Baitul Magdis selama enam belas atau tujuh belas bulan. Beliau menyukai jika kiblatnya menghadap ke arah Ka'bah. Kemudian beliau pun Salat asar bersama sekelompok sahabat dengan menghadap ke arah kiblat. Setelah itu salah seorang dari sahabat tersebut keluar dan melewati kaum muslimin di sebuah masjid yang pada waktu itu mereka sedang rukuk. Sahabat tadi berkata, "Aku bersaksi kepada Allah, sungguh aku telah salat bersama Nabi Saw. dengan menghadap kiblat." Mereka pun segera berputar dalam keadaan salat menghadap ke arah kiblat.

Ada beberapa orang yang telah meninggal dengan menghadap ke arah kiblat pertama yang kami tidak tahu apa yang harus kami katakan mengenai hukumnya bagi mereka tersebut. Maka Allah pun menurunkan ayat {..Dan Allah tidak akan menyia-nyiakan ke imanan kalian, sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia. } (QS Al-Baqarah, 2: 143). (HR A Bukhārí, Sahihu'l Bukhāri, Juz 6, No. Hadis 4486, 1400 H: 25).

- Penjelasan Surah An-Nur Ayat 11-20 :

Ayat 11-20 terkait dengan peristiwa yang menimpa keluarga Rasul Saw. sehingga sempat menggoncangkan kehidupan rumah tangga Rasul Saw. Kisahnya bermula dari kaum munafik yang diketuai Abdullah Bin Ubai Bin Salul menuduh Aisyah berzina dengan sahabat Shafwan dan menyebarkan berita bohong itu sampai tersebar di kalangan masyarakat Madinah. Sebagian kaum muslimin sempat terpengaruh saking dahsyatnya berita bohong yang disebarkan kaum munafikin itu. Ini adalah cobaan berat bagi Rasul saw. 

Berita bohong tersebut beredar dikalangan masyarakat Madinah selama satu bulan sampai  Allah turunkan ayat-ayat ini untuk menjelaskan Aisyah bersih dari tuduhan itu. Berita bohong itu tidak akan berdampak buruk kepada Rasulullah saw. dan keluarganya, melainkan mengandung kebaikan. Dengan demikian terbuka tabir siapa sebenarnya Abdullah Bin Ubai Bin Salu dan kawan-kawanya dan pada waktu yang sama menambah kecintaan para sahabat terhadap Rasul saw. dan keluarganya.

Sungguh tipu daya kaum munafik itu sangat dahsyat. Kalaulah bukan karena karunia dan rahmat Allah, kehidupan  kaum mukmin saat itu kacau. Allah mengancam orang yang menyebarkan berita keji itu dengan azab yang pedih di dunia dan akhirat.

Sabtu, 02 Desember 2023

5 Amalan Berpahala Haji

Tematik (180)
---------------------
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
 
5 Amalan Berpahala Haji

Ada lima amalan yang jika diamalkan bisa berpahala haji. Amalan ini ada yang ringan bahkan kita bisa melakukannya setiap waktu. Walau ringan, namun pahalanya sangat luar biasa.

1. Shalat lima waktu berjama’ah di masjid.

Dari Abu Umamah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ مَشَى إِلَى صَلاَةٍ مَكْتُوْبَةٍ فِي الجَمَاعَةِ فَهِيَ كَحَجَّةٍ وَ مَنْ مَشَى إِلَى صَلاَةٍ تَطَوُّعٍ فَهِيَ كَعُمْرَةٍ نَافِلَةٍ

“Siapa yang berjalan menuju shalat wajib berjama’ah, maka ia seperti berhaji. Siapa yang berjalan menuju shalat sunnah, maka ia seperti melakukan umrah yang sunnah.” (HR. Thabrani dalam Al-Mu’jam Al-Kabir, 8: 127. Syaikh Al-Albani dalam Shahih wa Dha’if Al-Jami’ Ash-Shagir, no. 11502 menyatakan bahwa hadits ini hasan)

2. Melakukan shalat isyraq.
 
Cara melakukannya:

a. Shalat shubuh berjamaah di masjid.
b. Berdiam untuk berdzikir dan melakukan kegiatan yang manfaat.
c. Ketika matahari setinggi tombak (15 menit setelah matahari terbit) melakukan shalat dua raka’at (disebut shalat isyraq atau shalat Dhuha di awal waktu).

Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ صَلَّى الْغَدَاةَ فِى جَمَاعَةٍ ثُمَّ قَعَدَ يَذْكُرُ اللَّهَ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ كَانَتْ لَهُ كَأَجْرِ حَجَّةٍ وَعُمْرَةٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- تَامَّةٍ تَامَّةٍ تَامَّةٍ

“Barangsiapa yang melaksanakan shalat shubuh secara berjama’ah lalu ia duduk sambil berdzikir pada Allah hingga matahari terbit, kemudian ia melaksanakan shalat dua raka’at, maka ia seperti memperoleh pahala haji dan umroh.” Beliau pun bersabda, “Pahala yang sempurna, sempurna dan sempurna.” (HR. Tirmidzi, no. 586. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan)

3. Menghadiri majelis ilmu di masjid.
 
Dari Abu Umamah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ غَدَا إِلَى الْمَسْجِدِ لا يُرِيدُ إِلا أَنْ يَتَعَلَّمَ خَيْرًا أَوْ يُعَلِّمَهُ، كَانَ لَهُ كَأَجْرِ حَاجٍّ تَامًّا حَجَّتُهُ

“Siapa yang berangkat ke masjid yang ia inginkan hanyalah untuk belajar kebaikan atau mengajarkan kebaikan, ia akan mendapatkan pahala haji yang sempurna hajinya.” (HR. Thabrani dalam Al-Mu’jam Al-Kabir, 8: 94. Syaikh Al-Albani dalam Shahih At-Targhib wa At-Tarhib, no. 86 menyatakan bahwa hadits ini hasan shahih)

4. Membaca tasbih, tahmid dan takbir setelah shalat.
 
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,

جَاءَ الْفُقَرَاءُ إِلَى النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – فَقَالُوا ذَهَبَ أَهْلُ الدُّثُورِ مِنَ الأَمْوَالِ بِالدَّرَجَاتِ الْعُلاَ وَالنَّعِيمِ الْمُقِيمِ ، يُصَلُّونَ كَمَا نُصَلِّى ، وَيَصُومُونَ كَمَا نَصُومُ ، وَلَهُمْ فَضْلٌ مِنْ أَمْوَالٍ يَحُجُّونَ بِهَا ، وَيَعْتَمِرُونَ ، وَيُجَاهِدُونَ ، وَيَتَصَدَّقُونَ قَالَ « أَلاَ أُحَدِّثُكُمْ بِأَمْرٍ إِنْ أَخَذْتُمْ بِهِ أَدْرَكْتُمْ مَنْ سَبَقَكُمْ وَلَمْ يُدْرِكْكُمْ أَحَدٌ بَعْدَكُمْ ، وَكُنْتُمْ خَيْرَ مَنْ أَنْتُمْ بَيْنَ ظَهْرَانَيْهِ ، إِلاَّ مَنْ عَمِلَ مِثْلَهُ تُسَبِّحُونَ وَتَحْمَدُونَ ، وَتُكَبِّرُونَ خَلْفَ كُلِّ صَلاَةٍ ثَلاَثًا وَثَلاَثِينَ » . فَاخْتَلَفْنَا بَيْنَنَا فَقَالَ بَعْضُنَا نُسَبِّحُ ثَلاَثًا وَثَلاَثِينَ ، وَنَحْمَدُ ثَلاَثًا وَثَلاَثِينَ ، وَنُكَبِّرُ أَرْبَعًا وَثَلاَثِينَ . فَرَجَعْتُ إِلَيْهِ فَقَالَ « تَقُولُ سُبْحَانَ اللَّهِ ، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ ، وَاللَّهُ أَكْبَرُ ، حَتَّى يَكُونَ مِنْهُنَّ كُلِّهِنَّ ثَلاَثًا وَثَلاَثِينَ »

“Ada orang-orang miskin datang menghadap Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka berkata, orang-orang kaya itu pergi membawa derajat yang tinggi dan kenikmatan yang kekal. Mereka shalat sebagaimana kami shalat. Mereka puasa sebagaimana kami berpuasa. Namun mereka memiliki kelebihan harta sehingga bisa berhaji, berumrah, berjihad serta bersedekah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas bersabda, “Maukah kalian aku ajarkan suatu amalan yang dengan amalan tersebut kalian akan mengejar orang yang mendahului kalian dan dengannya dapat terdepan dari orang yang setelah kalian. Dan tidak ada seorang pun yang lebih utama daripada kalian, kecuali orang yang melakukan hal yang sama seperti yang kalian lakukan. Kalian bertasbih, bertahmid, dan bertakbir di setiap akhir shalat sebanyak tiga puluh tiga kali.”

Kami pun berselisih. Sebagian kami bertasbih tiga puluh tiga kali, bertahmid tiga puluh tiga kali, bertakbir tiga puluh empat kali. Aku pun kembali padanya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ucapkanlah subhanallah wal hamdulillah wallahu akbar, sampai tiga puluh tiga kali.” (HR. Bukhari, no. 843)

5. Umrah di bulan Ramadhan.

Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bertanya pada seorang wanita,

مَا مَنَعَكِ أَنْ تَحُجِّى مَعَنَا

“Apa alasanmu sehingga tidak ikut berhaji bersama kami?”

Wanita itu menjawab, “Aku punya tugas untuk memberi minum pada seekor unta di mana unta tersebut ditunggangi oleh ayah fulan dan anaknya –ditunggangi suami dan anaknya-. Ia meninggalkan unta tadi tanpa diberi minum, lantas kamilah yang bertugas membawakan air pada unta tersebut". Lantas Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

فَإِذَا كَانَ رَمَضَانُ اعْتَمِرِى فِيهِ فَإِنَّ عُمْرَةً فِى رَمَضَانَ حَجَّةٌ

“Jika Ramadhan tiba, berumrahlah saat itu karena umrah Ramadhan senilai dengan haji.” (HR. Bukhari, no. 1782; Muslim, no. 1256)

Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Yang dimaksud adalah umrah Ramadhan mendapati pahala seperti pahala haji. Namun bukan berarti umrah Ramadhan sama dengan haji secara keseluruhan. Sehingga jika seseorang punya kewajiban haji, lalu ia berumrah di bulan Ramadhan, maka umrah tersebut tidak bisa menggantikan haji tadi.” (Syarh Shahih Muslim, 9:2)

Semoga Allah memudahkan kita mengamalkan amalan di atas. Moga kita pun dimudahkan untuk mengamalkan haji yang sebenarnya.