بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

Selasa, 31 Oktober 2023

Tadabbur Al-Quran Hal.344

Tadabbur Al-Quran Hal. 344
----------------------------------------------
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

- Al Qur'an Indonesia Tajwid.

- Al-Mu'minun ayat 41 :

فَاَخَذَتْهُمُ الصَّيْحَةُ بِالْحَقِّ فَجَعَلْنٰهُمْ غُثَاۤءًۚ فَبُعْدًا لِّلْقَوْمِ الظّٰلِمِيْنَ

Lalu mereka benar-benar dimusnahkan oleh suara yang mengguntur, dan Kami jadikan mereka (seperti) sampah yang dibawa banjir. [1002] Maka binasalah bagi orang-orang yang zalim.

- [1002] Maksudnya; demikian buruknya akibat mereka sampai mereka tidak berdaya sedikitpun, tidak ubahnya seperti sampah yang dihanyutkan banjir, padahal mereka bertubuh besar dan kuat.

- Tafsir Al Muyassar Al-Mu'minun ayat 41 :

Dalam waktu yang sebentar, datanglah kepada mereka suara yang mengguntur disertai dengan angin yang dahsyat. Allah memusnahkan mereka dan mereka pun mati semua. Seakan mereka menjadi sampah yang dihanyutkan banjir. Maka kebinasaanlah bagi orang-orang yang zalim dan alangkah jauhnya mereka dari rahmat Allah. Berhati-hatilah wahai orang yang mendengar dari mendustakan seorang Rasul yang akan mengakibatkan ditimpa azab seperti kaum-kaum terdahulu.

- Tafsir lbnu Kasir :

Allah Swt. mengabarkan bahwasanya setelah kaum Nuh As., Dia pun menciptakan umat yang lainnya. Ada yang mengatakan bahwa yang dimaksud dengan umat tersebut adalah kaum 'Ad, karena mereka itulah yang datang setelahnya. Tetapi ada pula yang mengatakan bahwa yang dimaksud dengan kaum itu adalah kaum Samūd. Hal itu didasarkan pada firman-Nya, { Lalu mereka benar-benar dimusnahkan oleh suara yang mengguntur... } (QS Al-Mukminün, 23: 41) Allah Swt. pun telah mengutus seorang rasul pada mereka dari jenis mereka sendiri. Lalu dia menyeru mereka untuk beribadah kepada Allah semata yang tidak ada sekutu bagi-Nya. Tetapi mereka malah mendustakannya, menentangnya, dan menolak untuk mengikutinya disebabkan ia manusia biasa seperti mereka. Mereka menolak untuk mengikuti seorang rasul yang berasal dari manusia biasa. Lalu mereka pun mendustakan hari pertemuan dengan Allah pada hari kiamat, serta mereka mengingkari bahwa jasad mereka akan dikembalikan pada hari kebangkitan.

Kemudian mereka berkata, { Adakah dia menjanjikan kepada kamu, bahwa apabila kamu telah mati dan menjadi tanah dan tulang-belulang, sesungguhnya kamu akan dikeluarkan (dari kuburmu)? Jauh! Jauh sekali (dari kebenaran) apa yang diancamkan kepada kamu. } (0S Al-Mu'minün, 23: 35-36), yakni jauh, jauhlah hal seperti itu. «Dia tidak lain hanyalah seorang laki-laki yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah... (QS Al-Mu'minūn, 23: 38), yaitu pada apa yang dibawanya berupa risalah, peringatan, dan berita tentang kebangkitan.

{ ..Dan kita tidak akan mempercayainya. Dia (Hūd) berdoa, Ya Tuhanku, tolonglah aku karena mereka mendustakan aku. } (QS Al-Mu'minūn, 23: 38-39), yaitu utusan tersebut meminta kepada Tuhannya agar mereka diberi kemenangan, seraya memohon bantuan kepada-Nya dalam menghadapi mereka, sampai akhirnya Allah mengabulkan doa tersebut.

{ Dia (Allah) berfirman, Tidak lama lagi mereka pasti akan menyesal. } (Qs Al-Mu'minūn, 23: 40), yaitu atas tindakan mereka menentangmu dan memusuhimu terhadap apa yang kamu bawa. { Lalu mereka benar-benar dimusnahkan oleh suara yang mengguntur...}  (QS Al-Mu'minün, 23: 41). Mereka memang layak mendapatkan hal tersebut dari Allah dísebabkan kekufuran dan penyimpangan mereka. (lbnu Kašir, Tafsirul Qur'anil Azimi, Jilid 10, 1421 H/2000M: 122).

- Riyāduş Şalihin :

Dari Muaż bin Jabal Ra., "Ketika aku dibonceng Nabi Saw. di punggung unta, beliau bersabda, 'Hai Mu'až! Apa hak Allah Swt. atas hamba-Nya? Aku menjawab, Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu. Beliau bersabda, "Hak Allah Swt. atas hamba-Nya adalah agar mereka beribadah kepada-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun. Dan hak hamba atas Allah Swt. adalah agar Dia tidak menyiksanya selama dia tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun.' Lalu aku berkata, Wahai Rasulullah Saw., apakah boleh aku menyampaikan kabar gembira ini kepada manusia? Beliau menjawab, Jangan kamu beri tahu mereka, sebab nanti mereka akan berpasrah saja." (HR Al-Bukhāri-Muslim).

Hadis di atas memberikan faedah:

(a) Allah Swt. memberikan keutamaan kepada hamba-Nya dengan ampunan dan rahmat.
(b) Bolehnya meninggalkan berita gembira apabila hal itu akan membawa pada perkara yang dilarang dan meninggalkan kerja keras menuju yang lebih baik.
(Dr. Mustafā Sa'id AI-Khin, Nuzhatul Muttaqina Syarhu Riyādis Sālihina, Juz 1, 1407H/1987 M: 386).

- Hadis Nabawi :

Dari lbnu Abbās Ra., sesungguhnya berhala-berhala yang dahulu diagungkan oleh kaum Nabi Nuh As. di kemudian hari tersebar di bangsa Arab. Wadd menjadi berhala untuk kaum Kalb di Daumah Al-Jandal. Suwā untuk Bani Hużail. Yagūs untuk Murad dan Bani Gutaif di Jawf tepatnya di Saba'.

Adapun Ya' ūg adalah untuk Bani Hamdān. Sedangkan Nasr untuk Himyar keluarga Zul Kala'. Itulah nama-nama orang saleh dari kaum Nabi Nuh As. Ketika mereka wafat, setan membisikkan kepada kaum mereka untuk mendirikan berhala pada majelis mereka dan menamakannya dengan nama-nama mereka. Saat itu berhala-berhala belum disembah hingga mereka wafat. Kemudian, setelah ilmu tiada, maka berhala-berhala itu pun disembah." (HR Bukhāri secara Mauqūf, Al-Jāmiu A-Sahih Bukhāri, Juz 3: 316).

- Hadiš Qudsi :

Dari lbnu Abbās Ra., dia berkata, Rasulullah Saw. bersabda, "Aku pernah bertanya kepada Tuhanku satu pertanyaan, yang (sebenarnya) tidak ingin kutanyakan, aku berkata, Wahi Tuhanku, sesungguhnya sebelum aku (diutus) terdapat rasul-rasul dari mereka. Ada yang Engkau tundukkan angin untuk mereka dan ada pula yang dapat menghidupkan kembali orang mati?" Dia berfirman, 'Bukankah Aku mendapatimu sebagai anak yatim, kemudian Aku melindungimu? Bukankah Aku mendapatimu sebagai orang yang tersesat, lalu Aku memberimu petunjuk? Bukankah Aku mendapatimu sebagai orang yang berkekurangan, kemudian Aku memberikan kecukupan padamu? Bukankah Aku telah melapangkan dadamu? Dan bukankah Aku telah menghilangkan bebanmu?" Beliau menjawab, Betul wahai Tuhanku." (HR At-Tabrāni). (Syaikh Mustafa Al-Adawy, Sahihu' Ahādisil Qudsiyyati: 138).

- Tadabbur Surah Al-Mukminun Ayat 28-42 :

Ayat 28-30 meneruskan kisah sebelumnya terkait kehancuran kaum Nabi Nuh. Ketika berada dalam kapal dalam keadaan selamat, Allah perintahkan Nabi Nuh dan para pengikutnya untuk memuji Allah yang telah menyelamatkan mereka dari masyarakat yang zalim dan meminta kepada-Nya agar dilabuhkan ke kawasan yang penuh berkah. Peristiwa musnahnya kaum Nuh ini selayaknya menjadi pelajaran bagi manusia setelah mereka.

Ayat 31-42 menjelaskan kisah generasi setelah kaum Nuh yang Allah ciptakan. Allah mengutus kepada mereka seorang rasul yang menyuruh mereka menyembah Allah saja dan bertakwa pada-Nya. Para pemuka mereka tidak beriman pada akhirat, tenggelam dalam kehidupan dunia, melecehkan rasul mereka karena hanya manusia biasa, memprovokasi masyarakat agar tidak beriman kepadanya karena hanya akan menyebabkan kerugian, menuduhnya pembohong besar terkait hari kebangkitan yang dijanjikannya, karena mereka meyakini kehidupan ini hanya di dunia. 

Melihat pembangkangan yang luar biasa itu, rasul tersebut berdoa meminta pertolongan  dari Allah. Lalu, Allah kirim petir dahsyat untuk menyambar mereka. Mereka pun mati seperti daun kering. Setelah itu, Allah munculkan lagi beberapa generasi berikutnya.

Kitab Khulasah Ta’dzimil Ilmi (Ringkasan Memuliakan Ilmu)

Kitab Khulasah Ta’dzimil Ilmi (Ringkasan Memuliakan Ilmu).

 

Pelajaran 001 Muqaddimah & Wadah Ilmu [ Download MP3 24,2 MB  ]

 

Pelajaran 002 Kiat Kedua & Ketiga [ Download MP3 34,8 MB ]

 

Pelajaran 003 Kiat Keempat & Kelima [ Download MP3 21,9 MB ]

 

Pelajaran 004 Kiat Keenam & Ketujuh [ Download MP3 25,4 MB ]

 

Pelajaran 005 Kiat Kedelapan & Kesembilan [ Download MP3 27,6 MB ]

 

Pelajaran 006 Kiat Kesepuluh & Kesebelas [ Download MP3 23,2 MB ]

 

Pelajaran 007 Kiat Kedua Belas & Ketiga Belas [ Download MP3 29,5 MB ]

 

Pelajaran 008 Kiat Keempat Belas & Kelima Belas [ Download MP3 25,6 MB ]

 

Pelajaran 009 Kiat Keenam Belas & Ketujuh Belas [ Download MP3 28,1 MB ]

 

Pelajaran 010 Kiat Kedelapan Belas, Kesembilan Belas & Kedua Puluh [ Download MP3 30,4 MB ]

 

Minggu, 29 Oktober 2023

ADAB BERTAMU DAN ADAB MENERIMA TAMU

Tematik (175)
---------------------
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
 
ADAB BERTAMU DAN ADAB MENERIMA TAMU

ADAB BERTAMU

1. DUDUK DI TEMPAT YANG DIA DI SURUH UNTUK DUDUK

Hendaklah dia duduk di tempat yang dia di suruh untuk duduk oleh tuan rumah. Jadi dia tidak membangkang, tidak menolak.

2. RIDHA TERHADAP APA YANG DISAJIKAN OLEH TUAN RUMAH

Hendaknya dia ridha, lapang dada, menerima apa adanya jika tuan rumah menerima dia dan menyajikan apa yang ada yang dia sajikan untuk para tamu itu. Dan ini juga menunjukkan bahwa ketika kita menerima tamu, kita pun tidak dibebankan oleh agama ini untuk berbuat yang berlebihan atau membebani diri kita dengan suatu yang kita tidak mampu. Tapi kita menyambut tamu itu dengan apa adanya, jangan berlebihan dan jangan pelit. Apa yang memang ada, kita sajikan sebagai bentuk pemuliaan dan penghormatan kepada mereka. Dan tamu harus ridha terhadap apa yang disajikan oleh tuan tuan rumah.

3. MINTA IZIN KEPADA TUAN RUMAH

Tamu tidak bangun dari tempat duduknya atau meninggalkan rumah tanpa seizin dari tuan rumah itu. Makanya tamu kalau datang dan dia ingin pulang, harus pamit. Dan dia tidak pulang kecuali dengan seizin dari tuan rumah.

4. MENDOAKAN TUAN RUMAH

Hendaknya tamu mendoakan tuan rumahnya. Mengucapkan جزاك اللهُ خيرًا “Jazakallahu Khairan (Semoga Allah memberikan balasan yang melimpah)” dan ada kalimat-kalimat yang sering diucapkan dan ini adalah bagian dari ucapan-ucapan ketika ketika kita mendoakan tuan rumah. Mengucapkan اكرمكم الله “Akramakumullah (Semoga Allah memuliakan anda wahai tuan rumah) dan yang lainnya dari ucapan-ucapan yang sudah biasa diucapkan di dalam kita mendoakan tuan rumah.

5. MEMINTA IZIN UNTUK MASUK

(menit ke-12:47)

Diantara adab-adab yang disebutkan oleh para ulama dalam hal bertamu yaitu ketika tamu itu datang, hendaknya dia meminta izin untuk masuk, jangan langsung menerobos masuk ke rumah seseorang. Tapi hendaknya dia mengetuk pintu misalnya, mengucapkan salam, atau mungkin di zaman sekarang ini dia memberitahukan sebelumnya dengan WhatsApp atau dengan menelpon tuan rumah.

Jadi intinya bahwa dia minta izin kepada tuan rumah, terutama ketika masuk rumah tersebut. Diantara (manfaat) disyariatkannya Isti‘dzan (meminta izin) ketika masuk rumah, ini adalah dalam rangka menutup aurat. Karena ketika seseorang masuk rumah, apalagi orang lain atau bukan mahramnya, kalau tanpa memberitahukan atau tanpa mengetuk pintu atau tanpa mengucapkan salam kepada tuan rumah, dikhawatirkan mungkin ada wanita-wanita dalam rumah itu yang masih dalam keadaan terbuka auratnya. Sehingga dikhawatirkan orang kalau tidak izin ketika masuk rumah seseorang, dia tiba-tiba melihat aurat wanita yang bukan mahramnya.

Maka ini adab-adab yang mulia yang telah diajarkan oleh Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam bertamu. Maka disebutkan:

إِنَّمَا جُعِلَ الِاسْتِئْذَانُ مِنْ أَجْلِ البَصَرِ

“Bahwa kita disyariatkan minta izin ketika masuk rumah seorang karena pandangan mata dari melihat yang diharamkan.” (HR. Bukhari)

ADAB SEBAGAI TUAN RUMAH

1. TIDAK MEMBEBANI DIRI

Tidak seyogyanya seorang membebani dirinya untuk tamunya. Bahkan kadang-kadang mungkin sampai berhutang kepada orang lain hanya karena tamu. Ini tidak seyogyanya dilakukan. Dan memuliakan tamu itu sebagaimana dikatakan para ulama, itu juga sesuai dengan ‘urf yang ada. ‘Urf yaitu seperti ibarat suatu kebiasaan, suatu budaya yang ada di suatu masyarakat. Selama budaya itu tidak bertentangan dengan tuntunan Islam, maka kita seadaanya dalam menerima tamu itu dengan tidak membebani.

Kalau dulu sebelum ada air mineral kemasan, pada umumnya tuan rumah selalu membuat minuman teh atau kopi atau sirup misalnya. Tapi yang menjadi ‘urf sekarang di kebanyakan masyarakat kita pada umumnya -ketika tamu datang itu- kebanyakan di tiap-tiap rumah sudah air mineral gelas. Sehingga itu bagian dari yang disajikan kepada tamu kalau tamu itu datang mungkin hanya sebentar. Lain dengan tamu yang datang dan menginap di tempat kita.

Bagi tamu yang menginap, maka kita harus menghormati mereka. Namun tetap ada batasan bahwa tamu dihitung sebagai tamu dan kita diberikan ganjaran oleh Allah Ta’ala dengan pahala menghormati tamu adalah selama tiga hari. Adapun hari yang berikutnya (hari ke-4, 5 dan seterusnya), itu sudah merupakan sedekah. Artinya pahala dari apa yang kita belanjakan untuk tamu itu sudah menjadi pahala sedekah kepada orang yang tinggal di rumah kita.

Jadi selama tiga hari itu dia dilayani sebagai tamu. Adapun selebihnya dari itu kalau dia menginap di tempat kita, maka nilainya menjadi pahala sedekah bagi tuan rumah. Dan ini juga tentu semampu tuan rumah. Tidak harus dia mengeluarkan duit yang besar kalau dia memang tidak punya. Apa adanya, makan seadanya, tuan rumah biasa makan seperti apa, maka hendaknya tamu juga harus ikut apa yang dimakan oleh tuan rumah. Jangan dia menuntut yang berlebihan. Apalagi sudah lebih dari tiga.

Dan tidak sopan jika tamu sampai menuntut tuan rumah, itu adalah satu akhlak yang kurang baik. Sudah bertemu, menuntut kepada tuan rumah untuk membeli ini, menyiapkan itu dan seterusnya. Karena orang yang bertamu itu bukan dia datang di hotel. Tapi dia datang di rumah seseorang. Lain dengan orang yang datang tinggal di hotel. Kalau di hotel tinggal dia menelpon resepsionisnya, dia minta apa diberikan, tapi bayar. Ini tentu lain dengan tamu.

Maka di sini kita ketika bertamu, kita pun harus tahu adab-adab didalam bertamu. Apalagi kalau kita tinggal di rumah seseorang lebih dari tiga hari.

Sabtu, 28 Oktober 2023

CINCIN RASULULLAH SAW

Syamail Muhammad saw (11)
---------------------
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

CINCIN RASULULLAH SAW

"Cincin Rasulullah saw. terbuat dari perak sedangkan permatanya dari Abessina (Habsyi)".
(Diriwayatkan oleh Qutaibah bin Sa'id dan sebagainya, dari `Abdullah bin Wahab, dari Yunus, dari Ibnu Syihab, yang bersumber dari Anas bin Malik r.a.)

"Tatkala Rasulullah saw. hendak menulis surat kepada penguasa bangsa `Ajam (asing), kepadanya diberitahukan: "Sungguh bangsa `Ajam tidak akan menerimanya, kecuali surat yang memakai cap. Maka Nabi saw. dibuatkan sebuah cincin (untuk cap surat). Terbayanglah dalam benakku putihnya cincin itu di tangan Rasulullah saw."
(Diriwayatkan oleh Ishaq bin Manshur, dari Mu'adz bin Hisyam, dari ayahnya, dari Qatadah, yang bersumber dari Anas bin Malik r.a.)

• karena sebagaimana dikatakan bahwa cincin Nabi saw. dipakai sebagai pengecap surat, maka Nabi saw. tidak memakainya karena fungsinya pun lain. Atau mungkin saja pengertiannya bukan tidak dipakai, tapi jarang.

"Ukiran yang tertera di cincin Rasulullah saw adalah "Muhammad" satu baris ,"Rasul" satu baris, dan "Allah" satu baris".
(Diriwayatkan oleh Muhammad bin Yahya, dari Muhammad bin `abdullah al Anshari, dari ayahnya, dari Tsumamah, yang bersumber dari Anas bin Malik r.a.)

"Sesungguhnya apabila Nabi saw. masuk ke jamban, maka ia melepaskan cincinnya."
(Diriwayatkan oleh Ishaq bin Manshur, dari Sa'id bin `Amir, dan diriwayatkan pula oleh Hajjaj bin Minhal, dari Hamman, dari Ibnu Juraij, dari Zuhri yang bersumber dari Anas bin Malik r.a.)

Darurat Kebohongan, Tanda Akhir Zaman

One Day One Hadits (287)
------------------------------------------
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

Darurat Kebohongan, Tanda Akhir Zaman

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَيَأْتِي عَلَى النَّاسِ سَنَوَاتٌ خَدَّاعَاتُ يُصَدَّقُ فِيهَا الْكَاذِبُ وَيُكَذَّبُ فِيهَا الصَّادِقُ وَيُؤْتَمَنُ فِيهَا الْخَائِنُ وَيُخَوَّنُ فِيهَا الْأَمِينُ وَيَنْطِقُ فِيهَا الرُّوَيْبِضَةُ قِيلَ وَمَا الرُّوَيْبِضَةُ قَالَ الرَّجُلُ التَّافِهُ فِي أَمْرِ الْعَامَّةِ

Dari Abu Hurairah
radhiyallahu’anhu-, dia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Akan datang kepada manusia tahun-tahun yang penuh dengan penipuan. Ketika itu pendusta dibenarkan sedangkan orang yang jujur malah didustakan, pengkhianat dipercaya sedangkan orang yang amanah justru dianggap sebagai pengkhianat. Pada saat itu Ruwaibidhah berbicara.” Ada yang bertanya, “Apa yang dimaksud Ruwaibidhah?”. Beliau menjawab, “Orang bodoh yang turut campur dalam urusan masyarakat luas.” (HR. Ibnu Majah, disahihkan al-Albani dalam as-Shahihah [1887] as-Syamilah).

Pelajaran yang terdapat di dalam hadits:

1. Hadits ini menunjukan bahwa saat nilai sudah tumpang tindih dan tak begitu diindahkan: orang bohong dianggap jujur; orang jujur dianggap bohong; pengkhianat dianggap amanah; orang amanah dianggap pengkhianat. Di situlah muncul zaman Ruwaibidhah, yang dijelaskan nabi sebagai orang bodoh (pandir, dungu) tapi mengurusi orang umum.

2. Pentingnya kejujuran dan mengandung peringatan dari bahaya kedustaan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Wajib atas kalian untuk bersikap jujur, karena kejujuran akan menuntun kepada kebaikan, dan kebaikan itu akan menuntun ke surga. Apabila seseorang terus menerus bersikap jujur dan berjuang keras untuk senantiasa jujur maka di sisi Allah dia akan dicatat sebagai orang yang shiddiq. Dan jauhilah kedustaan, karena kedustaan itu akan menyeret kepada kefajiran, dan kefajiran akan menjerumuskan ke dalam neraka. Apabila seseorang terus menerus berdusta dan mempertahankan kedustaannya maka di sisi Allah dia akan dicatat sebagai seorang pendusta.” (HR. Muslim dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu’anhu).

3. Pentingnya menjaga amanah dan memperingatkan dari bahaya mengkhianati amanah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila amanah telah disia-siakan maka tunggulah datangnya hari kiamat.” Lalu ada yang bertanya, “Bagaimana amanah itu disia-siakan?”. Maka beliau menjawab, “Apabila suatu urusan diserahkan kepada bukan ahlinya maka tunggulah kiamatnya.” (HR. Bukhari dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu).

4. Dari beberapa ciri tersebut, mengandung subtansi yang sama: orang rendahan, bodoh dan hina, tidak mengerti ilmu mengurusi urusan publik (seperti: menjadi pejabat, penguasa dan lain sebagainya) tapi diberikan kesempatan seluas-luasnya untuk membicarakan atau mengurusi masalah orang umum. Ini gambaran jelas bahwa sesuatu tidak diserahkan kepada ahlinya. Sehingga, akan berdampak negatif secara sosial.

5. Jalan keluar ketika menghadapi situasi kacau semacam itu adalah dengan kembali kepada ilmu dan ulama. Yang dimaksud ilmu adalah al-Qur’an dan as-Sunnah dengan pemahaman salafus shalih. Dan yang dimaksud ulama adalah ahli ilmu yang mengikuti perjalanan Nabi dan para sahabat dalam hal ilmu, amal, dakwah, maupun jihad.

Tema hadist yang berkaitan dengan Al Qur'an:

- Peringatan akan bahaya berbicara tanpa landasan ilmu.

وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ ۚ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَٰئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا

“Janganlah kamu mengikuti sesuatu yang kamu tidak punya ilmu tentangnya, sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, itu semua akan dimintai pertanggung-jawabannya.” (QS. al-Israa’ : 36).

Kamis, 26 Oktober 2023

Saudah Al-A'miriyah

Kisah Istri Rasulullah SAW (2)
---------------------
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

Saudah Al-A'miriyah

Walaupun Saudah binti Zam’ah tidak terlalu populer dibandingkan dengan istri Rasulullah lainnya, dia tetap termasuk wanita yang memiliki martabat yang mulia dan kedudukan yang tinggi di sisi Allah dan Rasul-Nya. Dia telah ikut berjihad di jalan Allah dan termasuk wanita yang pertama kali hijrah ke Madinah. Perjalanan hidupnya penuh dengan teladan yang baik, terutama bagi wanita-wanita sesudahnya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menikahinya bukan semata-mata karena harta dan kecantikannya, karena memang dia tidak tergolong wanita cantik dan kaya. Yang dilihat Rasulullah adalah semangat jihadnya di jalan Allah, kecerdasan otaknya, perjalanan hidupnya yang senantiasa baik, keimanan, serta keikhlasannya kepada Allah dan Rasul-Nya.

Dia adalah Seorang Janda

Telah kita ketahui bahwa pada tahun-tahun kesedihan karena ditinggal wafat oleh Abu Thalib dan Khadijah, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam tengah mengalami masa sulit. Kondisi seperti itu dimanfaatkan olah orang-orang Quraisy untuk menyiksa Rasulullah dan kaum muslimin. Pada tahun-tahun ini, terasa cobaan dan kesedihan datang sangat besar dan silih berganti.

Ketika itu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam berpikir untuk kembali ke Tsaqif atau Thaif, dengan harapan agar orang-orang di Thaif memperoleh hidayah untuk masuk Islam dan membantu beliau. Akan tetapi, masyarakat Tsaqif menolak mentah-mentah kehadiran beliau, bahkan mereka memerintahkan anak-anak mereka melempari beliau dengan batu, hingga kedua tumit beliau luka dan berdarah. Walaupun begitu, beliau tetap sabar, bahkan tetap mendoakan mereka agar memperoleh hidayah. Dalam keadaan kesepian sesudah kematian Khadijah, terjadilah peristiwa Isra’ Mi’raj. Malaikat Jibril membawa Rasulullah ke Baitul Maqdis dengan kendaraan Buraq, kemudian menuju langit ke tujuh, dan di sana beliau menyaksikan tanda-tanda kebesaran Allah. Ketika kembali ke Mekah, beliau menuju Ka’bah dan mengumpulkan orang-orang untuk mendengarkan kisah perjalanan beliau yang sangat menakjubkan itu. Kaum musyrikin yang mendengar kisah itu tidak memercayainya, bahkan mengolok-olok beliau, Bertambahlah hambatan dan rintangan yang harus beliau hadapi. Dalam kondisi seperti itu, tampillah Saudah binti Zam’ah yang ikut berjuang dan senantiasa mendukung Rasulullah, kemudian dia menjadi istri Rasulullah yang kedua setelah Khadijah.

Terdapat beberapa kisah yang menyertai pernikahan Rasulullah dengan Saudah binti Zum’ah. Tersebutlah Khaulah binti Hakim, salah seorang mujahid wanita yang pertama masuk Islam. Khaulah adalah istri Ustman bin Madh’um. Dia yang dikenal sebagai wanita yang berpendirian kuat, berani, dan cerdas, sehingga dia memiliki nilai tersendiri bagi Rasulullah. Melalui kehalusan perasaan dan kelembutan fitrahnya, Khaulah sangat memahami kondisi Rasulullah yang sangat membutuhkan pendamping, yang nantinya akan menjaga dan mengawasi urusan beliau serta mengasuh Ummu Kultsum dan Fathimah setelah Zainab dan Ruqayah menikah. Pada mulanya, Utsman bin Madh’um kurang sepakat dengan pemikiran Khaulah, karena khawatir hal itu akan menambah beban Rasulullah, namun dia tetap pada pendiriannya.

Kemudian Khaulah menemui Rasulullah dan bertanya langsung tentang orang yang akan mengurus rumah tangga beliau. Dengan saksama, beliau mendengarkan seluruh pernyataan Khaulah karena baru pertama kali ini ada orang yang memperhatikan masalah rumah tangganya dalam kondisi beliau yang sangat sibuk dalam menyebarkan agama Allah. Beliau melihat bahwa apa yang diungkapkan Khaulah mengandung kebenaran, sehingga beliau pun bertanya, “Siapakah yang kau pilih untukku?” Dia menjawab, “Jika engkau menginginkan seorang gadis, dia adalah Aisyah binti Abu Bakar, dan jika yang engkau inginkan adalah seorang janda, dia adalah Saudah binti Zam’ah.” Rasulullah mengingat nama Saudah binti Zam’ah, yang sejak keislamannya begitu banyak memikul beban perjuangan menyebarkan Islam, sehingga pilihan beliau jatuh pada Saudah. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam memilih janda yang namanya hanya dikenal oleh beberapa orang. Pernikahan beliau dengannya tidak didorong oleh keinginan untuk memenuhi nafsu duniawi, tetapi lebih karena Rasulullah yakin bahwa Saudah dapat ikut serta menjaga keluarga dan rumah tangga beliau setelah Khadijah wafat.

Jika kita rajin menyimak beberapa catatan sejarah tentang kehidupan Rasulullah yang berkaitan dengan Saudah binti Zam’ah, kita akan menemukan beberapa keterangan tentang sosok Saudah. Saudah adalah seorang wanita yang tinggi besar, berbadan gemuk, tidak cantik, juga tidak kaya. Dia adalah janda yang ditinggal mati suaminya. Rasulullah memilihnya sebagai istri karena kadar keimanannya yang kokoh. Dia termasuk wanita pertama yang masuk Islam dan sabar menanggung kesulitan hidup.

Nasab dan Keislamannya

Saudah binti Zam’ah yang bernama lengkap Saudah binti Zam’ah bin Abdi Syamsin bin Abdud dari Suku Quraisy Amiriyah. Nasabnya ini bertemu dengan Rasulullah pada Luay bin Ghalib. Di antara keluarganya, dia dikenal memiliki otak cemerlang dan berpandangan luas. Pertama kali dia menikah dengan anak pamannya, Syukran bin Amr, dan menjadi istri yang setia dan tulus. Ketika Rasulullah menyebarkan Islam dengan terang-terangan, suaminya, Syukran, termasuk orang yang pertama kali menerima hidayah Allah. Dia memeluk Islam bersama kelompok orang dari Bani Qais bin Abdu Syamsin. Setelah berbai’at di hadapan Nabi, dia segera menemui istrinya, Saudah, dan memberitakan tentang keislaman serta agama baru yang dianutnya. Kecemerlangan pikiran dan hatinya menyebabkan Saudah cepat memahami ajaran Islam untuk selanjutnya mengikuti suami menjadi seorang muslimah.

Hijrah ke Habbasyah

Keislaman Syukran, Saudah, dan beberapa orang yang mengikuti jejak mereka berakibat cemoohan, penganiayaan, dan pengasingan dari keluarga terdekat mereka. Karena itu, Syukran menemui Rasulullah beserta beberapa keluarganya yang sudah memeluk Islam, seperti saudaranya (Saud dan Hatib), keponakannya (Abdullah bin Sahil bin Amr), ditambah saudara kandung Saudah (Malik bin Zum’ah). Rasulullah menasihati agar mereka tetap kokoh berpegang pada akidah dan menyarankan agar mereka hijrah ke Habasyah, mengikuti saudara-saudara seiman yang telah terlebih dahulu hijrah, seperti Utsman bin Affan dan istrinya, Ruqayah binti Muhammad. Akhirnya, kaum muslimin memutuskan untuk hijrah. Di antara kaum muslimin yang hijrah ke dua ke Habasyah, terdapat Saudah yang turut merasakan pedihnya meninggalkan kampung halaman serta sulitnya menempuh perjalanan dan cuaca buruk demi menegakkan agama yang diyakininya.

Di Habasyah mereka disambut dan diperlakukan baik oleh Raja Habasyah walaupun keyakinan mereka berbeda, sehingga beberapa hari lamanya mereka menjadi tamu raja. Akan tetapi, rasa rindu mereka dan keinginan untuk melihat wajah Rasulullah mendera mereka. Sambil menunggu waktu yang tepat untuk kembali ke Mekah, mereka mengisi waktu dengan mengenang kehangatan berkumpul dengan Rasulullah dan saudara-saudara seiman di Mekah. Ketika mendengar keislaman Umar bin Khaththab, mereka menyambut dengan suka cita. Betapa tidak, Umar bin Khaththab adalah pemuka Quraisy yang disegani. Karena itu, mereka memutuskan untuk kembali ke Mekah dengan harapan Umar dapat menjamin keselamatan mereka dan gangguan kaum Quraisy. Di antara mereka yang ikut kembali adalah Syukran bin Amr. Akan tetapi, dalam perjalanan, Syukran jatuh sakit karena kelaparan sejak kakinya menginjak tanah Habasyah. Akhirnya dia meninggal di tengah perjalanan menuju Mekah.

Betapa sedih perasaan Saudah binti Zum’ah ketika mendengar suaminya meninggal dunia. Baru saja dia mengalami betapa sedihnya meninggalkan kampung halaman, sulitnya perjalanan ke Habasyah, cemoohan, dan penganiayaan orang-orang Quraisy, sekarang dia harus merasakan sedihnya ditinggal suami. Dia merasa kehilangan orang yang senantiasa bersamanya dalam jihad di jalan Allah.

Rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala

Saudah binti Zam’ah menanggung semua derita itu dengan kepasrahan dan ketabahan, serta menyerahkan semuanya kepada Allah dengan senantiasa mengharapkan keridhaan-Nya. Dia kembali ke Mekah sebagai satu-satunya janda, dengan perkiraan bahwa keadaan kaum muslimin di Mekah sudah membaik setelah beberapa pemuka Quraisy menyatakan memeluk Islam. Akan tetapi, ternyata kezaliman orang-orang Quraisy tetap merajalela. Dalam kondisi seperti itu, tidak ada pilihan lain baginya selain kembali ke rumah ayahnya, Zam’ah bin Qais yang masih memeluk agama nenek moyang. Akan tetapi, Zam’ah bin Qais tetap menerima dan menghormati putrinya. Tidak sedikit pun dia berusaha membujuk agar putrinya meninggalkan Islam dan kembali menganut kepercayaan nenek moyang.

Ketika Khaulah binti Hakim berusaha mencarikan istri untuk Rasulullah, dia menyebut nama Saudah. Dalam diri Saudah, Rasulullah tidak meihat kecantikannya, tetapi lebih melihat bahwa Saudah adalah sosok wanita yang sabar, mujahidah yang hijrah bersama kaum muslimin, dan mampu menjadi pemimpin di rumah ayahnya yang masih musyrik. Karena itulah, Rasulullah tergerak menikahinya dan menjadikannya sebagai istri yang akan meringankan beban hidupnya. Khaulah menemui Saudah dan menyampaikan kabar gembira bahwa tidak semua wanita dianugerahi Allah menjadi istri Rasulullah serta menjadi istri manusia yang paling mulia dan hamba pilihan-Nya. Ketika bertemu dengan Saudah, Khaulah berteriak, “Apa gerangan yang telah engkau perbuat sehingga Allah memberkahimu dengan nikmat yahg sebesar ini?

Rasulullah mengutusku untuk meminang engkau baginya.” Sungguh, hal itu merupakan berita besar. Saudah tidak pernah memimpikan kehormatan sebesar itu, terutama setelah orang-orang mencampakkannya karena kematian suaminya. Rasulullah yang mulia benar-benar akan menjadikannya sebagai istri. Dengan perasaan terharu dia menyetujui permintaan itu dan meminta Khaulah menemui ayahnya. Setelah Zam’ah bin Qais mengetahui siapa yang akan meminang putrinya, dan Saudah pun sudah setuju, lamaran itu langsung diterimanya, kemudian meminta Rasulullah Muhammad datang ke rumahnya. Rasulullah memenuhi undangan tersebut bersama Khaulah, dan perkawinan itu terlaksana dengan baik.

Berada di Rumah Rasulullah

Saudah mulai memasuki rumah tangga Rasulullah, dan di dalamnya dia merasakan kehormatan yang sangat besar sebagai wanita. Dia merawat Ummu Kultsum dan Fathimah seperti merawat anaknya sendiri. Ummu Kultsum dan Fathimah pun menghargai dan memperlakukan Saudah dengan baik. Saudah memiliki kelembutan dan kesabaran yang dapat menghibur hati Rasulullah, sekaligus memberi semangat. Dia tidak terlalu berharap dirinya dapat sejajar dengan Khadijah di hati Rasulullah. Dia cukup puas dengan posisinya sebagai istri Rasulullah dan Ummul-Mukminin. Kelembutan dan kemanisan tutur katanya dapat menggantikan wajahnya yang tidak begitu cantik, tubuhnya yang gemuk, dan umurnya yang sudah tua. Apa pun yang dia lakukan semata-mata untuk menghilangkan kesedihan Rasulullah. Sewaktu-waktu dia meriwayatkan hadits-hadits beliau untuk menunjukkan suka citanya di hadapan Nabi.

Beberapa bulan lamanya Saudah berada di tengah-tengah keluarga Rasulullah. Keakraban dan keharmonisan mulai terjalin antara dirinya dan Rasulullah. Dia tidak pernah melakukan apa pun yang dapat menyakitkan Rasulullah. Akan tetapi, pada dasarnya, dia belum mampu mengisi kekosongan hati Rasulullah, walaupun dia telah memperoleh limpahan kasih dari beliau, sehingga beberapa saat kemudian turun wahyu Allah yang memerintahkan Rasulullah menikahi Aisyah binti Abu Bakar yang masih sangat belia. Rasulullah menemui Abu Bakar dan menjelaskan makna wahyu Allah kepadanya. Dengan kerelaan hati, Abu Bakar menerima putrinya menikah dengan Rasulullah, dan disuruhnya Aisyah menemui beliau. Setelah melihat Aisyah, beliau mengumumkan pinangan terhadap Aisyah.

Lantas, sikap apa yang dilakukan Saudah ketika mengetahui pertunangan tersebut? Dia rela dan tidak sedikit pun memiliki perasaan cemburu. Dia merelakan madunya berada di tengah keluarga Rasulullah. Dia merasa cukup bangga menyandang gelar Ummul-Mukminin, dapat menyayangi Rasulullah, dan dapat meyakini ajarannya, sehingga dia tidak terpengaruh oleh kepentingan duniawi.

Hijrahnya ke Madinah

Pertama kali Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam hijrah ke Madinah tanpa keluarga. Setelah menetap di sebuah rumah, beliau mengutus seseorang membawa keluarganya, termasuk Saudah binti Zam’ah. Bersama Ummu Kultsum dan Fathimah, Saudah menuju Madinah, dan itu merupakan hijrahnya yang kedua setelah ke Habasyah. Bedanya, sekarang ini dia hijrah menuju negeri muslim yang masyarakatnya sudah berbai’at setia kepada Rasulullah.

Setelah masjid Nabawi di Yatsrib selesai dibangun, dibangunlah rumah Rasulullah di samping masjid tersebut. Di rumah itulah Saudah dan putri-putri Nabi tinggal, hingga Ummu Kultsum dan Fathimah menyayangi Saudah seperti kepada ibu kandung sendiri. Setelah masyarakat Islam di Yatsrib terbentuk dan sarana ibadah selesai dibangun, Abu Bakar mengingatkan Rasulullah agar segera menikahi putrinya, “Bukankah engkau hendak membangun keluargamu, ya Rasul?” Ketika itu kehidupan Rasulullah tersibukkan oleh dakwah dan jihad di jalan Allah, sehingga kepentingan pribadinya tidak sempat terpikirkan. Ketika Abu Bakar mengingatkannya, barulah beliau sadar dan segera menikahi Aisyah. Kemudian beliau membangun kamar untuk Aisyah yang bersebelahan dengan kamar Saudah.

Sikap Hidupnya

Sejarah banyak mencatat sikap Saudah terhadap Aisyah binti Abu Bakar. Wajahnya senantiasa ceria dan tutur katanya selalu lembut, bahkan dia sering membantu menyelesaikan urusan-urusan Aisyah, sehingga Aisyah sangat mencintai Saudah. Begitulah kecintaannya kepada Rasulullah sangat melekat erat di dasar hati. Segala sesuatunya dia niatkan untuk memperoleh kerelaan Rasulullah melalui pengabdian yang tulus terhadap keluarga beliau, tanpa keluh kesah. Baginya, kenikmatan yang paling besar di dunia ini adalah melihat Rasulullah senang dan tertawa. Aisyah berkata, “Tidak ada wanita yang lebih aku cintai untuk berkumpul bersamanya selain Saudah binti Zam’ah, karena dia memiliki keistimewaan yang tidak dimiiki wanita lain.” Itu merupakan pengakuan Aisyah, wanita yang pikirannya cerdas dan senantiasa jernih, yang selalu ingin bersama Saudah dalam jihad, keyakinan, kesabaran, dan keteguhannya.

Saudah merelakan malam-malam gilirannya untuk Aisyah semata-mata untuk memperoleh keridhaan Rasulullah. Aisyah mengisahkan, ketika usia Saudah semakin uzur dan Rasulullah ingin menceraikannya, Saudah berkata, “Aku mohon jangan ceraikan diriku. Aku ingin selalu berkumpul dengan istri-istrimu. Aku rela menyerahkan malam-malamku untuk Aisyah. Aku sudah tidak menginginkan lagi apa pun yang biasa diinginkan kaum wanita.” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam pun mengurungkan niatnya. Sebenarnya Rasulullah ingin menceraikan Saudah dengan baik-baik agar Saudah tidak bermasalah dengan istri-istri beliau yang lainnya. Akan tetapi, Saudah menginginkan Rasulullah tetap mengikatnya hingga akhir hayatnya agar dia dapat berkumpul dengan istri-istri Rasulullah. Alasan itulah yang menyebabkan Rasulullah tetap mempertahankan pernikahannya dengan Saudah.

Saudah mendampingi Rasulullah dalam Perang Khaibar. Biasanya, sebelum berangkat berperang, Rasulullah mengundi dahulu istri yang akan menyertai beliau. Dalam Perang Khaibar, undian jatuh pada diri Saudah, dan kali ini Rasulullah disertai pendamping yang sabar. Dalam perang ini banyak sekali kesulitan yang dialami Saudah, karena banyak juga kaum muslimin yang syahid sebelum Allah memberikan kemenangan kepada mereka. Dalam kemenangannya, kaum muslimin memperoleh banyak rampasan perang yang belum pernah mereka alami pada peperangan lainnya. Saudah pun mendapatkan bagian rampasan perang ini. Pada peperangan ini pula Rasulullah menikahi Shafiyyah binti Huyay bin Akhtab. Mendengar hal itu pun Saudah tetap rela dan menerima kehadiran Shafiyyah karena hatinya bersih dari sifat iri dan cemburu.

Saudah menunaikan haji wada’ bersama istri-istri Rasul lainnya. Setelah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalm. meninggal, Saudah tidak pernah lagi menunaikan ibadah haji karena khawatir melanggar ketentuan beliau. Beberapa saat setelah haji wada’, Shallallahu ‘alaihi wasallam sakit keras. Beliau meminta persetujuan istri-istri beliau yang lain untuk tinggal di rumah Aisyah. Ketika Nabi sakit, Saudah tidak pernah putus-putusnya menjenguk beliau dan membantu Aisyah sampai beliau wafat. Setelah beliau wafat, dia memutuskan untuk beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah. Harta bagiannya dan BaitulMal sebagian besar dia salurkan di jalan Allah dengan semata-mata mengharapkan keridhaan-Nya. Dia tidak pemah meninggalkan kamarnya kecuali untuk kebutuhan yang mendesak. Pada saat-saat seperti itu Abu Bakar selalu menjenguknya karena dia tahu bahwa Saudah sangat mencintai putrinya.

Pada masa kekhalifahan Umar bin Khaththab, Saudah tetap menyendiri untuk beribadah hingga ajal menjemputnya. Sebagian riwayat menyebutkan bahwa dia meninggal pada tahun ke-19 Hijrah, sementara itu ada juga riwayat yang mengatakan bahwa dia meninggal pada tahun ke-54 Hijrah. Yang lebih mendekati kebenaran adalah pendapat pertama, karena pada masa Rasulullah pun Saudah sudah termasuk tua.

Sifat dan Keutamaannya

Hal istimewa yang dimiliki Saudah adalah kekuatannya dan keteguhannya dalam menanggung derita, seperti pengusiran, penganiayian, dan bentuk kezaliman lainnya, baik yang datangnya dari kaum Quraisy maupun dan keluarganya sendiri. Hal seperti itu tidak mudah dia lakukan, karena perjalanan yang harus ditempuhnya itu sangat sulit serta perasaan yang berat ketika harus meninggalkan keluarga dan kampung halaman.

Sifat mulia yang juga menonjol darinya adalah kesabaran dan keridhaannya menerima takdir Allah ketika suaminya meninggal, harus kembali ke rumah orang tua yang masih musyrik, hingga Rasulullah memilihnya menjadi istri. Selama berada di tengah-tengah Rasulullah, keimanan dan ketakwaannya bertambah. Dia pun bertambah rajin beribadah. Jelasnya, kadar keimanannya berada di atas manusia rata-rata. Di dalam hatinya tidak pernah ada perasaan cemburu terhadap istri-istri Rasulullah lainnya.

Saudah pun dikenal dengan kemurahan hatinya dan suka bersedekah. Pada sebagian riwayat dikatakan bahwa Saudah paling gemar bersedekah di jalan Allah, baik ketika Rasulullah masih hidup maupun pada masa berikutnya, yaitu pada masa kekhalifahan Abu Bakar dan Umar.

Pembawaan yang ceria dan menyenangkan dia curahkan untuk menghibur Rasulullah. Karakter seperti itu merupakan teladan yang baik bagi setiap istri hingga saat ini. Semoga rahmat Allah senantiasa menyertai Sayyidah Saudah binti Zam’ah dan semoga Allah memberinya tempat yang layak di sisi-Nya. Amin.

Wafat

Saudah meninggal di akhir kekhalifahan Umar di Madinah pada tahun 54 Hijriyah. Sebelum dia meninggal dia mewariskan rumahnya kepada Aisyah. Semoga Allah meridhainya dan membalasnya dengan kebaikan yang melimpah.

Senin, 23 Oktober 2023

Tadabbur Al-Quran Hal. 343

Tadabbur Al-Quran Hal. 343
----------------------------------------------
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

- Al Qur'an Indonesia Tajwid.

- Al-Mu'minun ayat 26 :

قَالَ رَبِّ انْصُرْنِيْ بِمَا كَذَّبُوْنِ

Dia (Nuh) berdoa, “Ya Tuhanku, tolonglah [997] aku karena mereka mendustakan aku.”

- [997] Pertolongan yang dimohonkan oleh Nabi Nuh kepada Allah ialah membinasakan kaumnya sampai ke akar-akarnya. Lihat surah Nuh ayat 26.

- Tafsir Al Muyassar:

Nuh berkata: Ya Rabb! Tolonglah aku dari mereka karena mereka telah mendustakanku terhadap risalah-Mu yang aku sampaikan.

- Tatsir lbnu Kašir :

Allah Swt. mengabarkan tentang Nuh As. ketika ia diutus kepada kaumnya untuk memberi peringatan kepada mereka tentang azab Allah Swt., siksaan-Nya yang sangat keras, serta balasan bagi siapa saja yang menyekutukan-Nya, menentang perintah-Nya, dan mendustakan rasul-Nya. { ...Lalu dia berkata. "Wahai kaumku! Sembahlah Allah, (karena) tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) bagimu selain Dia. Maka mengapa kamu tidak bertakwa (kepada-Nya)? } Artinya, mengapa kalian tidak takut kepada Allah ketika menyekutukan-Nya? Kemudian para pemuka dan pembesar di antara mereka berkata, { ...Orang ini tidak lain hanyalah manusia seperti kamu, yang bermaksud menjadi seorang yang lebih tinggi darimu.. } Yang mereka maksudkan adalah dia lebih tinggi daripada kalian serta lebih terhormat dengan pengakuan kenabiannya. Padahal, dia hanyalah manusia biasa seperti kalian, lalu bagaimana Allah telah memberikan wahyu kepadanya bukan kepada kalian? { ...Kalaulah Allah berkehendak, tentulah Dia akan mengutus beberapa malaikat... }, Artinya, jika Dia hendak mengutus seorang Nabi, niscaya Dia akan mengutus malaikat dari sisi-Nya, bukan seorang manusia. Kita tidak pernah mendengar hal seperti itu, yakni tentang pengutusan seorang manusia pada nenek moyang kami yang pertama. Yang mereka maksudkan adalah para pendahulu dan nenek moyang mereka pada masa-masa yang terdahulu. (lbnu Kašir, Tafsirul Qurānil Azimi, Jilid 10, 1421 H/2000 M: 120).

- Riyāduş Şālihin :

Dari lbnu Umar Ra., dia berkata, "Kami berbincang-bincang tentang haji Wada', pada waktu Nabi Saw. berada bersama kami. Namun kami tidak mengetahui apa yang dimaksud dengan haji Wada'. Kemudian Rasulullah Saw. berkhutbah dengan memuji Allah Swt. terlebih dahulu, lalu beliau menyebut-nyebut tentang Masih Ad-Dajāl, kemudian beliau terus menyebutnya berulang-ulang kali hingga beliau bersabda, Tidaklah Allah Swt. mengutus seorang Nabi kecuali dia mengingatkan umatnya (dari bahaya Dajal). Nuh As. telah mengingatkan umatnya, dan juga para Nabi yang datang setelahnya. Ketahulah bahwa Dajāl akan keluar kepada kalian dan sekali-kali tidak tersembunyi dari kalian. Rabb kalian pun tidak akan menyembunyikannya dari kalian. (Beliau menyebutkan sebanyak tiga kali). Sesungguhnya Rabb kalian tidaklah pecak, sedangkan Dajāl pecak mata kanannya. Matanya seperti buah anggur yang menjorok. Ketahuilah sesungguhnya Allah Swt. telah mengharamkan kepada kalian darah dan harta kalian. Sebagaimana
haramnya pada hari ini, di negeri ini, dan bulan ini. Ketahuilah apakah aku sudah menyampaikan? Mereka menjawab, Ya.' Beliau bersabda, Ya Allah, saksikanlah! (sebanyak tiga kali). Celakalah kalian, janganlah kalian kembali menjadi kafir sepeninggalku sehingga sebagian kalian memenggal leher sebagian yang lainnya." (HR AI-Bukhāri- Muslim).

Hadiš di atas memberikan faedah:

(a) Waspada terhadap ujian serta hati-hati kepada orang yang membawanya dengan cara mengetahui sifat-sifat dan cara-cara mereka.

(b) Tidak menutup kemungkinan bahwa Dajāl akan datang pada umat Islam dan sungguh Allah Swt. menjaga orang yang beriman dari kekufuran yang dibawanya dengan cara mengenal sifatnya, yang telah diterangkan pada hadis di atas. Maka, berhati-hatilah. Munculnya Dajjäl merupakan tanda-tanda dekatnya kiamat.

(c) Haramnya darah dan harta di antara kaum muslimin serta wajib memelihara dan tidak merusaknya.

(d) Kasih sayang Nabi Saw. kepada umatnya dan peringatan beliau pada umatnya akan terjadinya kezaliman-kezaliman serta pengaruh berbagai ujian bisa membawa pada kekufuran dan penolakan terhadap Islam.

(Dr. Muştafā Sa'id Al-Khin, Nuzhatul Muttaqina Syarhu Riyāgis Şalihina, Juz 1, 1407 H/1987 M: 231-232).

- Hadiš Nabawi :

Musa bin Talhah menceritakan dari Bapaknya, dia berkata, "Aku dan Nabi Saw. melewati kebun Madinah lalu beliau melihat beberapa orang yang sedang berada di atas pohon kurma, mereka sedang mengawinkan pohon kurma. Beliau bertanya, "Apa yang sedang mereka lakukan?" Aku menjawab, "Mereka sedang mengambil yang jantan dan menempelkannya pada yang betina, mereka sedang mengawinkannya." Maka beliau bersabda, Aku mengira hal itu tidak bermanfaat." Maka kabar itu sampai kepada mereka dan akhirnya mereka meninggalkannya. Mereka membiarkannya, akan tetapi pohon tersebut pada tahun itu tidak berbuah sedikitpun. Hal itu sampai kepada Nabi Savw., lalu berkata, "Itu hanya persangkaanku. Jika hal itu memberi manfaat, maka lakukanlah! Aku adalah manusia sebagaimana kalian. Perkiraan itu bisa benar dan salah. Namun apa yang aku sampaikan kepada kalian, bahwa Allah Swt. telah berfirman, maka saya tidak akan berdusta kepada Allah." (HR Ahmad, Musnadul Imām Ahmad Bin Hanbal, Tahqiq: Syu'aib Al-Arnaut, Jilid 3, No. Hadis, 1399: 18-19).

- Hadiš Qudsi :

Dari Abdurrahman bin Auf Ra., dia berkata, "Suatu ketika Rasulullah Saw. keluar, kemudian aku mengikuti beliau. Ketika beliau masuk ke kebun kurma, beliau lama bersujud sehingga membuatku takut atau khawatir jika Allah mewafatkan atau mencabut ruhnya. Maka aku mendekati beliau dan memperhatikannya, tiba-tiba beliau mengangkat kepalarnya, lalu bertanya, "Ada apa denganmu, wahai Abdurrahman?" Aku pun menerangkan hal itu kepada beliau, dan beliau menjawab, Jibril As. berkata kepadaku, Maukah aku sampaikan kabar gembira kepadamu, sesungguhnya Allah Swt. berfirman kepadamu, Barangsiapa bersalawat kepadamu, niscaya Aku akan bersalawat kepadanya, dan barangsiapa yang mengucapkan salam kepadamu, niscaya Aku akan mengucapkan salam kepadanya." (HR Ahmad). (Syaikh Muştafa Al-Adawy. Sahihu'l Ahādisil Qudsiyyati. 223).

- Tadabbur Surah Al-Mukminun Ayat 18-27 :

Ayat 18-22 terkait dengan ayat sebelumnya, yakni berbagai ciptaan Allah untuk kebutuhan manusia di dunia ini. Di antaranya. 

1. Allah turunkan air dari langit dengan takaran tertentu, kemudian Dia jadikan air itu tertahan di dalam bumi. Allah juga Kuasa menghilangkan air yang tertahan dalam bumi itu. 

2. Disebabkan air tersebut, Allah tumbuhkan untuk manusia kebun-kebun kurma dan anggur serta berbagai jenis buah-buahan yang dapat dimakan. 

3. Pohon Zaitun yang Allah tumbuhkan di bukit Sinai yang besar manfaatnya untuk minyak dan bumbu makanan manusia.

4. Binatang ternak yang  Allah jadikan dari dalam perutnya minuman (susu). Dari binatang ternak tersebut manusia mendapatkan manfaat yang banyak untuk makanan dan sebagiannya. 

5. Ada sebagian binatang yang berguna membawa barang-barang keperluan sebagaimana halnya dengan laut  yang menjadi sarana transportasi manusia.

Ayat 23-27 menjelaskan, kendati rahmat dan nikmat Allah tak terhingga yang diberikan kepada manusia sejak awal penciptaan mereka, namun manusia itu sering kali durhaka kepada Tuhan Pencipta mereka yakni Allah Ta’ala sebagaimana yang terjadi pada kaum Nabi Nuh. Pemuka-pemuka kaum Nuh tidak mau menauhidkan Allah dan tetap menyekutukan-Nya dalam ibadah dan praktek kehidupan lainnya, bahkan menuduh Nabi Nuh gila dan mengancam untuk membunuhnya. Lalu, Allah mewahyukan kepadanya untuk membuat kapal yang akan menyelamatkan Nuh dan para pengikutnya yang mukmin, karena Allah hendak membinasakan kaumnya yang kafir dan sangat durhaka dengan cara ditenggelamkan dalam banjir besar.

Islam dan Umatnya Tidak Pernah Menjadi Penjajah

One Day One Hadits (286)
------------------------------------------
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

Islam dan Umatnya Tidak Pernah Menjadi Penjajah

عن جابرُ بنُ عبدِ اللهِ رضِيَ اللهُ عنهما أنَّ النَّبيَّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ خَطَبَ أصحابَه في حَجَّةِ الْوَداعِ في أوْسَطِ أيَّامِ التَّشْريقِ: 
يَا أَيُّهَا النَّاسُ أَلَا إِنَّ رَبَّكُمْ وَاحِدٌ وَإِنَّ أَبَاكُمْ وَاحِدٌ، أَلَا لَا فَضْلَ لِعَرَبِيٍّ عَلَى أَعْجَمِيٍّ وَلَا لِعَجَمِيٍّ عَلَى عَرَبِيٍّ وَلَا لِأَحْمَرَ عَلَى أَسْوَدَ وَلَا أَسْوَدَ عَلَى أَحْمَرَ إِلَّا بِالتَّقْوَى، أَبَلَّغْتُ ؟ قَالُوا: بَلَّغَ رَسُولُ اللَّه

Dari Jabir bin Abdullah semoga Allah meridhai keduanya, sesungguhnya nabi shallallahu alaihi wa sallam berkhutbah dihadapan pengunjung haji wada' diwaktu hari tasyriq:
“Wahai umat manusia, ingatlah bahwa Tuhan kalian adalah satu, dan nenek moyang kalian juga satu. Tidak ada kelebihan bangsa Arab atas bangsa non-Arab, juga bangsa non-Arab atas bangsa Arab; bangsa berkulit putih atas bangsa kulit hitam, juga bangsa kulit hitam atas bangsa kulit putih, kecuali karena ketakwaannya. Apakah aku sudah menyampaikan?” Mereka [para sahabat] menjawab, “Rasulullah saw. telah menyampaikan.” (HR Ahmad). 

Pelajaran yang terdapat di dalam hadist:

1. Ini adalah penegasan Nabi saw. saat khutbah Haji Wada’. Dengan tegas Nabi saw. menyatakan bahwa identitas ketakwaan atau Islam itulah satu-satunya identitas yang ada; sementara identitas kesukuan, etnis dan bangsa semuanya telah dilebur dalam identitas keislaman. Karena itu meski suku, etnis dan bangsa tertentu jumlahnya banyak, itu tidak menentukan kedudukannya di dalam Islam. Yang menentukan adalah kualitas ketakwaan atau keislamannya.

2. Dengan demikian aspek dan faktor kesukuan, etnis dan bangsa yang menjadi penyebab lahirnya kelompok mayoritas dan minoritas jelas telah dihapus oleh Islam. Sebabnya, siapapun sama kedudukannya di dalam Islam. Inilah yang juga ditunjukkan oleh Nabi saw. ketika beliau mengangkat Muhammad bin Maslamah untuk menjadi pimpinan sementara di Madinah, selama Nabi saw. tidak berada di tempat saat berperang. Padahal Muhammad bin Maslamah bukan dari suku Quraisy. Begitu juga Abu Bakar yang dari suku Quraisy menjadi Khalifah, menggantikan Nabi saw., meski suku Quraisy di Madinah merupakan suku minoritas karena yang menjadi pertimbangan bukan faktor kesukuan, tetapi keislamannya.

3. Rasulullah SAW. datang salah satunya juga dalam rangka menghapus dan menenggelamkan superioritas suku dan kaum tertentu. Bagaimana tidak? hal ini terlihat dari fakta historis yang mengungkap bahwa aspek kesukuan pada masa itu masih sangat kental.

4. Juga islam datang salah satu juga dalam rangka menghapus adanya perbudakan dan penjajahan. Bagaimana tidak? hal ini terlihat dari fakta ajarannya dan perjalanan sejarah membuktikan, diantara sebagai cirihas ajaranya yaitu: Alinsan wal musawah(persamaan harkat dan martabat). Karomatul insan(memuliakan kehidupan manusia). Al hurriyah al masuliyah (kemerdekaan yang bertanggung jawa. Al wahdah wal ukhuwah(persatuan dan persaudaraan). Fakta sejarah, dengan berjalannya waktu secara berangsur-angsur perbudakan lenyap dari negeri-negeri islam. Dan dalam sejarah islam dan umatnya tidak pernah menjadi penjajah. 

Tema hadist yang berkaitan dengan Al qur'an :

-  Standar kemuliaan di sisi Allah adalah ketakwaan. Semakin tinggi tingkat takwa seseorang maka semakin mulia pula dirinya di hadapan Allah. Merupakan hal yang disepakati dalam syariat bahwa yang membedakan antara seseorang dengan yang lainnya adalah ketakwaan. 

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ

Artinya, “Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Kami (Allah) menciptakan kalian dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan kami jadikan kalian bersuku-suku dan berbangsa-bangsa agar kalian saling mengenali. Sesungguhnya yang paling mulia di sisi Allah adalah yang paling takwa di antara kalian. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui dan Maha Teliti.” (QS Al-Hujurat : 13).

Minggu, 22 Oktober 2023

Khadijah binti Khuwailid

Kisah Istri Rasulullah SAW (1)
---------------------
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

Khadijah binti Khuwailid

Khadijah binti Khuwailid (Bahasa Arab: خديجة بنت خويلد‎) (555 M – 619 M) adalah isteri pertama Nabi Muhammad s.a.w. Khadijah merupakan anak kepada Khuwaylid ibn Asad dan Fatimah binti Za'idah dan termasuk dalam suku Banu Hashim. Sebelum berkahwin dengan baginda, beliau pernah menjadi isteri kepada Atiq bin Abid dan Abi Halah bin Malik dan telah mempunyai empat anak, dua dengan suaminya yang bernama Atiq, iaitu Abdullah dan Jariyah, dan dua dengan suaminya Abu Halah iaitu Hindun dan Zainab.

Banyak kisah memaparkan bahawa sewaktu Nabi Muhammad s.a.w. bernikah dengan Khadijah, umur Khadijah berusia 40 tahun sedangkan nabi Muhammad s.a.w. hanya berumur 25 tahun. Tetapi menurut Ibnu Kathir, seorang tokoh dalam bidang tafsir, hadis dan sejarah, mereka berkahwin dalam usia yang sebaya. Nabi Muhammad s.a.w. bersama dengannya sebagai suami isteri selama 25 tahun iaitu 15 tahun sebelum "bithah" dan 10 tahun selepasnya iaitu sehingga wafatnya Khadijah, kira-kira 3 tahun sebelum hijrah. Khadijah wafat semasa beliau berusia 50 tahun.

Beliau merupakan isteri Nabi Muhammad s.a.w. yang tidak pernah dimadukan kerana kesemua isterinya yang dimadukan adalah berlaku selepas daripada wafatnya Khadijah. Di samping itu, kesemua anak baginda kecuali Ibrahim adalah kandungannya.

Mas kahwin daripada Nabi Muhammad s.a.w. sebanyak 20 "bakrah" dan upacara perkahwinan diadakan oleh saudaranya Amr bin Khuwailid kerana bapanya telah meninggal.

Anak-anak Rasulullah bersama Khadijah

Hasil perkongsian hidup Nabi Muhammad bersama Khadijah dikurniakan 6 orang cahaya mata, iaitu:

- Al-Qasim bin Muhammad
- Abdullah bin Muhammad
- Zainab binti Muhammad
- Ruqaiyah binti Muhammad
- Ummu Kalthum binti Muhammad
- Fatimah binti Muhammad

Manakala Ibrahim bin Muhammad pula adalah hasil perkongsian hidup antara Nabi Muhammad SAW dengan seorang hamba perempuan yang bernama Mariah Al-Qibtiyyah. Hamba ini dihadiahkan kepada Nabi SAW oleh Muqawqis(Pemerintah Mesir).

Diriwayatkan bahawa anak perempuan Nabi Muhammad SAW iaitu Fatimah az-Zahra telah berkahwin dengan Saidina Ali bin Abi Talib. Zainab berkahwin dengan sepupunya (anak saudara Khadijah) Abu al-'As ibn ar-Rabi'. Manakala Ruqayyah berkahwin dengan Saidina Uthman bin Affan. Selepas kematian Ruqayyah, Uthman mengahwini pula Ummu Kalthum.

Ketiga-tiga anak lelaki Rasullullah telah meninggal dunia sejak kecil lagi.

KHADIJAH BINTI KHUWAILID : Wanita hartawan, meninggal dalam kesusahan

Suatu hari, seorang nenek datang menemui Rasulullah SAW. Rasulullah SAW bertanya, “Siapakah Anda wahai nenek?”

“Aku adalah Jutsamah al-Muzaniah, ” jawab wanita tua itu.

Rasulullah SAW pun berkata, “Wahai nenek, sesungguhnya saya mengenalmu. Engkau adalah wanita yang baik hati. Bagaimana kabarmu dan keluargamu. Bagaimana pula keadaanmu sekarang setelah kita berpisah sekian lama?”

Nenek itu menjawab, “Alhamdulillah kami dalam keadaan baik. Terima kasih, Rasulullah.”

Tak lama kemudian, wanita tua itu pergi meninggalkan Rasulullah SAW. Aisyah RA yang melihat kejadian itu datang kepada Rasulullah SAW seraya berkata, “Wahai Rasulullah, seperti inikah engkau menyambut dan memuliakan seorang wanita tua? Istimewa sekali.”

Rasulullah menimpali, “Ya, dahulu nenek itu selalu mengunjungi kami ketika Khadijah masih hidup. Sesungguhnya melestarikan persahabatan adalah bagian dari iman.”

Setelah kejadian itu, Aisyah mengatakan, “Tak seorang pun dari istri-istri nabi yang aku cemburui lebih dalam ketimbang Khadijah. Meskipun aku belum pernah melihatnya, namun Rasulullah SAW seringkali menyebutnya. Pernah suatu kali beliau menyembelih kambing lalu memotong-motong dagingnya dan membagikannya kepada sahabat-sahabat karib Khadijah.”

Jika hal tersebut disampaikan Aisyah, Rasulullah SAW menanggapinya dengan berkata, “Wahai Aisyah, begitulah kenyataannya. Sesungguhnya darinyalah aku memperoleh anak.”

Pada kesempatan lainnya, Aisyah mengatakan, “Aku sangat cemburu dengan Khadijah karena sering disebut Rasulullah SAW, sampai-sampai aku berkata: Wahai Rasulullah, apa yang kau perbuat dengan wanita tua yang pipinya kemerah-merahan itu, sementara Allah SWT telah menggantikannya dengan wanita yang lebih baik?”

Rasulullah SAW menjawab, “Demi Allah SWT, tak seorang wanita pun lebih baik darinya. Ia beriman saat semua orang kufur, ia membenarkanku saat manusia mendustaiku, ia melindungiku saat manusia kejam menganiayaku, Allah SWT menganugerahkan anak kepadaku darinya.”

Khadijah Bertemu Muhammad

Suatu ketika, beliau mencari orang yang dapat menjual dagangannya, maka tatkala beliau mendengar tentang Muhammad sebelum bi’tsah (diangkat menjadi Nabi), yang memiliki sifat jujur, amanah dan berakhlak mulia, maka beliau meminta kepada Muhammad untuk menjualkan dagangannya bersama seorang pembantunya yang bernama Maisarah.

Beliau memberikan barang dagangan kepada Muhammad melebihi dari apa yang dibawa oleh selainnya. Muhammad al-Amin pun menyetujuinya dan berangkatlah beliau bersama Maisarah dan Allah menjadikan perdagangannya tersebut menghasilkan laba yang banyak.

Pada suatu hari iaitu dikatakan sebelum Nabi Muhammad mengambil upah mengetuai rombongan dagangan ke Syam itu, Siti Khadijah dikatakan telah didatangi satu mimpi yang agak aneh dan ini menyebabkan beliau segera menemui sepupunya, pendita atau rahib agama Hanif, Waraqah bin Naufal atau nama penuhnya Waraqah bin Nawfal bin Assad bin Abd al-Uzza bin Qusayy Al-Qurashi.

"Malam tadi aku bermimpi sangat menakjubkan. Aku melihat matahari berputar-putar di atas Kota Mekah, lalu turun ke arah bumi.

"Ternyata matahari itu turun dan memasuki rumahku. Cahayanya yang sangat agung itu membuatkanku terpegun.

"Lalu aku terbangun daripada tidurku itu" kata Siti Khadijah.

Mendengarkan itu, lalu Waraqah berkata; "Aku sampaikan berita gembira kepadamu, bahawa seorang lelaki agung dan mulia akan datang untuk menjadi teman hidupmu.

"Dia memiliki kedudukan penting dan kemasyhuran yang semakin hari semakin meningkat," kata Waraqah.

Khadijah merasa gembira dengan hasil yang banyak tersebut karena usaha dari Muhammad, akan tetapi ketakjubannya terhadap kepribadian Muhammad lebih besar dan lebih mendalam dari semua itu. Maka mulailah muncul perasaan-perasaan aneh yang berbaur dibenaknya, yang belum pernah beliau rasakan sebelumnya. Pemuda ini tidak sebagamana kebanyakan laki-laki lain dan perasaan-perasaan yang lain.

Akan tetapi dia merasa pesimis; mungkinkah pemuda tersebut mau menikahinya, mengingat umurnya sudah mencapai 40 tahun? Apa nanti kata orang karena ia telah menutup pintu bagi para pemuka Quraisy yang melamarnya?

Maka disaat dia bingung dan gelisah karena problem yang menggelayuti pikirannya, tiba-tiba muncullah seorang temannya yang bernama Nafisah binti Munabbih, selanjutnya dia ikut duduk dan berdialog hingga kecerdikan Nafisah mampu menyibak rahasia yang disembuyikan oleh Khodijah tentang problem yang dihadapi dalam kehidupannya. Nafisah membesarkan hati Khadijah dan menenangkan perasaannya dengan mengatakan bahwa Khadijah adalah seorang wanita yang memiliki martabat, keturunan orang terhormat, memiliki harta dan berparas cantik.Terbukti dengan banyaknya para pemuka Quraisy yang melamarnya.

Selanjutnya, tatkala Nafisah keluar dari rumah Khadijah, dia langsung menemui Muhammad al-Amin hingga terjadilah dialog yang menunjukan kelihaian dan kecerdikannya:

Nafisah : Apakah yang menghalangimu untuk menikah wahai Muhammad?

Muhammad : Aku tidak memiliki apa-apa untuk menikah .

Nafisah : (Dengan tersenyum berkata) Jika aku pilihkan untukmu seorang wanita yang kaya raya, cantik dan berkecukupan, maka apakah kamu mau menerimanya?

Muhammad : Siapa dia ?

Nafisah : (Dengan cepat dia menjawab) Dia adalah Khadijah binti Khuwailid

Muhammad : Jika dia setuju maka akupun setuju.

Nafisah pergi menemui Khadijah untuk menyampaikan kabar gembira tersebut, sedangkan Muhammad al-Amin memberitahukan kepada paman-paman beliau tentang keinginannya untuk menikahi sayyidah Khadijah. Kemudian berangkatlah Abu Tholib, Hamzah dan yang lain menemui paman Khadijah yang bernama Amru bin Asad untuk melamar Khadijah bagi putra saudaranya, dan selanjutnya menyerahkan mahar.

Setelah usai akad nikah, disembelihlah beberapa ekor hewan kemudian dibagikan kepada orang-orang fakir. Khadijah membuka pintu bagi keluarga dan handai taulan dan diantara mereka terdapat Halimah as-Sa’diyah yang datang untuk menyaksikan pernikahan anak susuannya. Setelah itu dia kembali ke kampungnya dengan membawa 40 ekor kambing sebagai hadiah perkawinan yang mulia dari Khadijah, karena dahulu dia telah menyusui Muhammad yang sekarang menjadi suami tercinta.

Maka jadilah Sayyidah Quraisy sebagai istri dari Muhammad al-Amin dan jadilah dirinya sebagai contoh yang paling utama dan paling baik dalam hal mencintai suami dan mengutamakan kepentingan suami dari pada kepentingan sendiri. Manakala Muhammad mengharapkan Zaid bin Haritsah, maka dihadiahkanlah oleh Khadijah kepada Muhammad. Demikian juga tatkala Muhammad ingin mengembil salah seorang dari putra pamannya, Abu Tholib, maka Khadijah menyediakan suatu ruangan bagi Ali bin Abi Tholib radhiallâhu ‘anhu agar dia dapat mencontoh akhlak suaminya, Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam .

Allah memberikan karunia pada rumah tangga tersebut berupa kebehagaian dan nikmat yang berlimpah, dan mengkaruniakan pada keduanya putra-putri yang bernama al-Qasim, Abdullah, Zainab, Ruqqayah, Ummi Kalsum dan Fatimah.

Peribadi Siti Khadijah

Sayyidatina Khadijah R.A merupakan anak kepada Khuwalid Bin Assan. Nasab Siti Khadijah R.A bertemu dengan junjungan besar Nabi Muhammad Sallahualaih wasalam melalui datuknya yang keempat. Di dalam sejarah pernah dipetik bahawa Khuwalid merupakan seorang yang berani. Diceritakan pernah datang seorang yang hebat bernama Taba' ingin mencabut Hajar Aswad dan membawanya pulang ke negerinya. Berita itu sampai kepada ayah Siti Khadijah dan beliau membawa pedangnya dan menghalang Taba' dari meneruskan perbuatannya itu. Melihat keberanian Khuwalid, Taba' berundur dan membatalkan niatnya untuk mencabut Hajar Aswad.

Ibu beliau bernama Fatimah. Personaliti Siti Khadijah banyak dipengaruhi oleh dua orang yang begitu rapat dengan beliau.

i) Hakim Ibnu Izam(Anak saudaranya)

ii) Waraqah bin Naufal (Sepupunya)

Hakim Ibn Izam merupakan seorang pemuda yang yang bijaksana. Semasa berumur 15 tahun lagi, beliau sudah layak memasuki Najwah(Parlimen) di Mekah pada masa itu. Biasanya golongan yang layak untuk memasuki Najwah adalah pada umur 40 tahun. Namun, beliau lebih banyak berkecimpung dalam bidang perniagaan. Minat ini tertanam kepada Siti Khadijah sehingga menjadi seorang usahawan wanita yang disegani.

Waraqah merupakan seorang yang beragama dan merupakan seorang ahli kitab yang asli. Beliau telah mengetahui dan percaya akan kedatangan nabi akhir zaman dan sentiasa menunggu kedatangannya. Beliau banyak mengajar Khadijah tentang Allah, syurga dan agama.

Suami yang awal :-

i) Atiq Ibn Atib - melahirkan anak bernama Abdullah

ii) Hind Ibn Zuhrah - Hendon, Zainab dan beberapa orang lagi.

Semenjak pada zaman jahiliah lagi, Siti Khadijah R.A disegani dan dihormati. Justeru itu, beberapa gelaran telah diberikan kepada beliau. Antaranya:

1) At-Tohiroh(Suci) - Siti Khadijah R.A. tidak pernah menghadiri sebarang perjumpaan atau pertemuan dengan lelaki berkaitan dengan perniagaan. Walaupun beliau merupakan seorang usahawan wanita yang ulung namun beliau tidak bertemu lelaki untuk berbincang hal perniagaan. Kebanyakannya diserahkan kepada pembantu beliau. Siti Khadijah juga enggan duduk bersama wanita yang suka melakukan maksiat. Beliau begitu menjaga keperibadian beliau.

2) Saidatina Quraisy (Penghulu wanita Quraisy) - Masyarakat begitu menyanjungi beliau. Walaupun beliau begitu kaya-raya, tetapi beliau tidak pernah lalai dan hilang punca kerana harta. Dengan kekayaan yang melimpah-ruah, Siti Khadijah tetap berguru dengan Waraqah bin Naufal.

3) Ummu Mukminin - Setiap wanita yang dinikahi oleh Nabi akan mendapat gelaran ini. Oleh itu Siti Khadijah merupakan Ummu Mukminin yang pertama.

4) Saidatina Nisa Lil Alamin - Penghulu wanita untuk sekalian alam sehingga di syurga nanti.

Sebagai nota tambahan, 4 orang wanita yang merupakan penghulu wanita di dunia dan syurga adalah :-

i) Siti Khadijah R.A

ii) Siti Mariam

iii) Asiah Isteri Firaun

iv) Fatimah Zahra (anak Rasulullah)

Permulaan perkenalan Nabi dan Siti Khadijah

Melalui pembantu beliau iaitu Maisarah, jelas sekali Maisarah melihat tanda-tanda kenabian pada Nabi Muhammad Sallahualaih wasalam. Pernah semasa dalam perjalanan untuk berniaga seorang ahli kitab melihat pokok yang mana nabi berlindung di bawahnya tunduk untuk melindungi nabi dari cahaya matahari. Beliau menyatakan kepada Maisarah bahawa jelas manusia yang berada di bawah pokok itu adalah seorang nabi. Begitu juga dengan kumpulan awan yang sentiasa mengekori nabi kemana sahaja baginda bergerak. Dari tanda-tanda itulah Maisarah meminta Khadijah untuk melamar nabi kita.

Anak pertama yang dilahirkan oleh Siti Khadijah adalah seorang anak perempuan iaitu Zainab. Walaupun masyarakat Arab Jahiliah pada masa itu memandang anak perempuan sebagai satu keaiban, namun nabi tetap ceria menyambut kelahiran tersebut. Seterusnya Siti Khadijah melahirkan Umi Kalthum, Ruqayah dan Qasim. Walaupun belum dilantik menjadi Rasul jelas tanda-tanda kenabian pada Rasulullah. Di sini pertemuan Rasulullah dan Siti Khadijah R.A. telah dirancang oleh Allah dengan persiapan-persiapan yang tersendiri.

Namun, semua anak lelaki nabi meninggal sewaktu kecil. Semasa kematian Qasim, Siti Khadijah mengalami tamparan yang begitu hebat sekali. Ini kerana susu di badan Siti Khadijah masih menitis semasa Qasim meninggal dunia. Akibatnya nabi terpaksa menenangkan Nabi dan Allah mengizinkan nabi memperlihatkan mukjizat beliau dengan memperdengarkan suara Qasim di syurga sehingga Siti Khadijah kembali tenteram.

Semasa nabi berkhalwat dan bersendirian di gua Hira', Siti Khadijah tidak pernah bermasam muka dengan nabi malah menyiapkan makanan dan keperluan Nabi Sallahualaih wasalam. Malah ada ketikanya semasa Khadijah merasakan bekalan makanan nabi telah habis, beliau sendiri mendaki gua Hira' untuk membawa bekalan makanan ke sana walaupun pada masa itu usia beliau sudah lanjut. Jika anda pernah ke sana, anda akan melihat sendiri bagaimana sukarnya untuk mendaki gua Hira'. Namun Siti Khadijah tetap cekal untuk berkorban demi suami tercinta.

Betapa kita kadang-kadang terlepas pandang akan kemuliaan Siti Khadijah R.A. Beliau merupakan orang pertama yang mendengar wahyu yang pertama ketika ia masih hangat di mulut nabi sewaktu menenangkan nabi yang berselimut kerana gementar.

Khadijah menjadi tulang belakang di dalam usaha dakwah nabi sehingga akhir hayat beliau. Segala harta yang dimiliki dihabiskan dalam usaha dakwah meluaskan Islam. Sehinggalah akhir tahun ke-7 kenabian, sekatan yang dikenakan oleh orang Quraisy terhadap umat Islam menyebabkan seluruh Bani Hasyim dipulaukan dengan sekatan yang amat dasyhat. Walaupun Siti Khadijah tidak termasuk dalam pemulauan itu tetapi beliau tetap bersama dengan nabi dalam peristiwa tersebut.

Pada awal pemulauan, usaha Siti Khadijah melalui rangkaian perniagaannya beliau berjaya menyeludup makanan masuk ke tempat pemulauan. Namun ia tidak berjalan lama dan disedari oleh pihak Quraisy dan menyekatnya. Sehinggalah satu keadaan, Ummu Mukminin terpaksa memakan daun-daun kerana ketiadaan bekalan makanan.

Akibat daripada dugaan yang berat tersebut beliau akhirnya sakit tenat. Namun semasa saat kematian beliau yang paling dirisaukannya adalah suami dan anak kesayangan beliau iaitu Fatimah. Fatimah mendapat tempat yang istimewa di hati Siti Khadijah kerana dua perkara :-

i) Fatimah merupakan anak bongsu

ii) Fatimah paling menyerupai Nabi Muhammad

Beliau akhirnya meninggal tanpa merasa sesal terhadap segala penderitaan yang dilalui bersama nabi. Nabi sendiri yang melakukan segala persiapan untuk menyempurnakan jenazah Siti Khadijah. Walaupun Siti Khadijah R.A telah lama meninggalkan nabi, namun baginda sentiasa mengenang Siti Khadijah. Semasa Siti Khadijah R.A masih hidup, Allah telah menyampaikan berita kepada nabi bahawa sebuah rumah di syurga telah disiapkan oleh Allah istimewa untuk Siti Khadijah R.A atas pengorbanan beliau selama ini.

Siti Khadijah R.A juga mendapat salam daripada Allah dan Jibril semasa menziarahi nabi. Ulama'-ulama' berselisih pendapat samada hanya Siti Khadijah R.A. seorang yang mendapat salam dari Allah dan Jibril ataupun Aisyah turut mendapat penghormatan yang sama. Aisyah juga pernah membuat pengakuan bahawa satu-satunya manusia yang beliau sentiasa merasa cemburu adalah Siti Khadijah kerana Nabi sentiasa menceritakan kebaikan beliau kepada isteri-isteri Baginda.

Sejarah Singkat

Khadijah berasal dari golongan pembesar Mekkah. Menikah dengan Nabi Muhammad, ketika berumur 40 tahun, manakala Nabi Muhammad berumur 25 tahun. Ada yang mengatakan usianya saat itu tidak sampai 40 tahun, hanya sedikit lebih tua dari Nabi Muhammad. Khadijah merupakan wanita kaya dan terkenal. Khadijah bisa hidup mewah dengan hartanya sendiri. Meskipun memiliki kekayaan melimpah, Khadijah merasa kesepian hidup menyendiri tanpa suami, karena suami pertama dan keduanya telah meninggal. Beberapa sumber menyangkal bahwa Khadijah pernah menikah sebelum bertemu Nabi Muhammad.

Pada suatu hari, saat pagi buta, dengan penuh kegembiraan ia pergi ke rumah sepupunya, yaitu Waraqah bin Naufal. Ia berkata, “Tadi malam aku bermimpi sangat menakjubkan. Aku melihat matahari berputar-putar di atas kota Mekkah, lalu turun ke arah bumi. Ia semakin mendekat dan semakin mendekat. Aku terus memperhatikannya untuk melihat kemana ia turun. Ternyata ia turun dan memasuki rumahku. Cahayanya yang sangat agung itu membuatku tertegun. Lalu aku terbangun dari tidurku". Waraqah mengatakan, “Aku sampaikan berita gembira kepadamu, bahwa seorang lelaki agung dan mulia akan datang meminangmu. Ia memiliki kedudukan penting dan kemasyhuran yang semakin hari semakin meningkat". Tak lama kemudian Khadijah ditakdirkan menjadi isteri Nabi Muhammad.

Ketika Nabi Muhammad masih muda dan dikenal sebagai pemuda yang lurus dan jujur sehingga mendapat julukan Al-Amin, telah diperkenankan untuk ikut menjualkan barang dagangan Khadijah. Hal yang lebih banyak menarik perhatian Khadijah adalah kemuliaan jiwa Nabi Muhammad. Khadijah lah yang lebih dahulu mengajukan permohonan untuk meminang Beliau, yang pada saat itu bangsa Arab jahiliyah memiliki adat, pantang bagi seorang wanita untuk meminang pria dan semua itu terjadi dengan adanya usaha orang ketiga, yaitu Nafisah Binti Munyah dan peminangan dibuat melalui paman Muhammad yaitu Abu Thalib. Keluarga terdekat Khadijah tidak menyetujui rencana pernikahan ini. Namun Khadijah sudah tertarik oleh kejujuran, kebersihan dan sifat-sifat istimewa Beliau ini, sehingga ia tidak memedulikan segala kritikan dan kecaman dari keluarga dan kerabatnya.

Khadijah yang juga seorang yang cerdas, mengenai ketertarikannya kepada Nabi Muhammad mengatakan, “Jika segala kenikmatan hidup diserahkan kepadaku, dunia dan kekuasaan para raja Persia dan Romawi diberikan kepadaku, tetapi aku tidak hidup bersamamu, maka semua itu bagiku tak lebih berharga daripada sebelah sayap seekor nyamuk.

”Sewaktu malaikat turun membawa wahyu kepada Muhammad maka Khadijah adalah orang pertama yang mengakui kenabian suaminya, dan wanita pertama yang memeluk Islam. Sepanjang hidupnya bersama Nabi, Khadijah begitu setia menyertainya dalam setiap peristiwa suka dan duka. Setiap kali suaminya ke Gua Hira’, ia pasti menyiapkan semua perbekalan dan keperluannya. Seandainya Nabi Muhammad agak lama tidak pulang, Khadijah akan melihat untuk memastikan keselamatan suaminya. Sekiranya Nabi Muhammad khusyuk bermunajat, Khadijah tinggal di rumah dengan sabar sehingga Beliaau pulang. Apabila suaminya mengadu kesusahan serta berada dalam keadaan gelisah, beliau coba sekuat mungkin untuk mententram dan menghiburkan, sehingga suaminya benar-benar merasai tenang. Setiap ancaman dan penganiayaan dihadapi bersama. Allah mengkaruniakannya 3 orang anak, yaitu Qasim, Abdullah, dan Fatimah.

Dalam banyak kegiatan peribadatan nabi Muhammad, Khadijah pasti bersama dan membantunya, seperti menyediakan air untuk mengambil wudhu.Nabi Muhammad menyebut keistimewaan terpenting Khadijah dalam salah satu sabdanya, “Di saat semua orang mengusir dan menjauhiku, ia beriman kepadaku. Ketika semua orang mendustakan aku, ia meyakini kejujuranku. Sewaktu semua orang menyisihkanku, ia menyerahkan seluruh harta kekayaannya kepadaku.” Khadijah telah hidup bersama-sama Nabi Muhammad selama 24 tahun dan wafat dalam usia 64 tahun 6 bulan.

Jumat, 20 Oktober 2023

BEBERAPA HAL INI YANG HARUS KITA INGAT AGAR HATI TERASA LAPANG SAAT MENDAPAT MUSIBAH

Tematik (173)
---------------------
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
 
BEBERAPA HAL INI YANG HARUS KITA INGAT AGAR HATI TERASA LAPANG SAAT MENDAPAT MUSIBAH

Beberapa hal ini yang harus kita ingat agar hati terasa lapang saat mendapat musibah :

1). Semua terjadi atas izin Allah.

"Tidak ada sesuatu musibah yang menimpa (seseorang), kecuali dengan izin Allah; dan barangsiapa beriman kepada Allah, niscaya Allah akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu." (Qs. At-Tagabun: 11)

2). Kamu bukan satu-satunya yang uji.

“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan.” (QS. Al-Anbiya: 35)

3). Musibah adalah penghapus dosa.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Setiap muslim yang terkena musibah penyakit atau yang lainnya, pasti Allah akan menghapuskan kesalahan-kesalahannya, sebagaimana pohon menggugurkan daun-daunnya.” (HR. Al-Bukhari no. 5660 dan Muslim no. 2571)
 
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Tidaklah suatu musibah menimpa jasad seorang mukmin dan itu menyakitinya melainkan akan menghapuskan dosa-dosanya” (HR. Ahmad 4: 98. Syaikh Syu’aib Al Arnauth berkata bahwa sanadnya shahih sesuai syarat Muslim).

4). Allah tidak membebani melebihi kemampuan kita

“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya” (QS. Al-Baqarah: 286

5). Bersama kesulitan ada kemudahan.

“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.“ (Qs. Al-Insyirah: 5-6)

6). Musibah adalah tanda cinta Allah.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Sesungguhnya jika Allah mencintai suatu kaum maka Dia akan menguji mereka. Barang siapa yang ridho (terhadap ujian tersebut) maka baginya ridho Allah dan barang siapa yang marah (terhadap ujian tersebut) maka baginya murka-Nya.” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah At Tirmidzi berkata bahwa hadits ini Hasan Ghorib)

7). Sarana meraih banyak pahala.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Tiada seorang muslim yang ditimpa musibah lalu ia mengatakan apa yang diperintahkan Allah (yaitu): ‘Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun, wahai Allah, berilah aku pahala pada (musibah) yang menimpaku dan berilah ganti bagiku yang lebih baik darinya’; kecuali Allah memberikan kepadanya yang lebih baik darinya.” (HR. Muslim no.918)

8). Mendapat kedudukan yang tinggi disurga.

Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda:
“Sesungguhnya seorang hamba jika telah ditentukan/ditakdirkan padanya suatu tingkatan (di Surga -pent) yang mana dia belum bisa meraihnya dengan sebab seluruh amalnya, maka Allah akan timpakan padanya musibah berkaitan dengan dirinya, hartanya atau pada anaknya, kemudian Allah jadikan dia bisa bersabar atas musibah tersebut sehingga dengan sebab tersebut Allah sampaikan ia pada tingkatan (di Surga -pent) yang telah Allah tetapkan untuknya.” (HR. Abu Daud, no. 2686 dengan sanad yang shahih)

9). Selalu ada hikmah terbaik dibalik musibah.

“Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. Itulah mereka yang jika ditimpa musibah, mereka mengucapkan: ‘Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un (Sesungguhnya kami milik Allah dan kami akan kembali kepada-Nya).’ . Mereka itulah yang mendapat keberkahan yang sempurna dan rahmat dari Tuhannya. Dan merekalah orang-orang yang diberi petunjuk.” (QS. Al-Baqarah : 155-157)

10). Lihat kebawah, banyak yang jauh lebih susah dari kita.

Dari Mush’ab bin Sa’id (seorang tabi’in) dari ayahnya berkata,

“Wahai Rasulullah, siapakah yang paling berat ujiannya?” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,

“Para Nabi, kemudian yang semisalnya dan semisalnya lagi. Seseorang akan diuji sesuai dengan kondisi agamanya. Apabila agamanya begitu kuat (kokoh), maka dia akan mendapat ujian begitu kuat. Apabila agamanya lemah, maka dia akan diuji sesuai dengan agamanya. Senantiasa seorang hamba akan mendapatkan cobaan hingga dia berjalan di bumi dalam keadaan bersih dari dosa.” (HR. Tirmidzi. At Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan shohih)

Semoga Allah ﷻ memberikan kita kesabaran, kekuatan dan pahala yang besar disetiap ujian atau musibah yg kita alami. Aamiin

Kamis, 19 Oktober 2023

Tadabbur Al-Quran Hal. 342

Tadabbur Al-Quran Hal. 342
----------------------------------------------
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

- Al Qur'an Indonesia Tajwid.
- Al-Mu'minun ayat 2 :

الَّذِيْنَ هُمْ فِيْ صَلٰو تِهِمْ خَاشِعُوْنَ

(yaitu) orang yang khusyuk dalam salatnya,

- Asbabun Nuzul Al-Mu'minun ayat 2 :

Diriwayatkan oleh Al Hakim yang bersumber dari Abu Hurairah. Diriwayatkan pula oleh lbnu Marduwaih dengan lafal: "Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam pernah menoleh pada waktu shalat." Diriwayatkan pula oleh Sa'id bin Manshur yang bersumber dari lbnu Sirin, dengan lafal: "Rasulullah melirikkan matanya pada waktu shalat," Hadits ini mursal. Bahwa apabila Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam shalat, beliau suka memandang ke langit. Maka turunlah ayat ini sebagai petunjuk bagi orang yang shalat. Sejak itu beliau shalat dengan menundukkan kepala.

Diriwayatkan oleh lbnu Abi Hatim yang bersumber dari Ibnu Sirin, hadits ini mursal. Bahwa apabila para shahabat shalat, mereka suka memandang ke langit. Maka turunlah ayat ini sebagai petunjuk bagaimana seharusnya shalat.

Sumber: Asbabun Nuzul-K.H.Q.Shaleh - H.AA. Dahlan dkk.

Al-hakim meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah apabila shalat, mengangkat kepalanya memandang ke arah langit. Maka tuurnlah ayat ini. Maka beliau menundukan kepalanya. Ibnu Mardawaih meriwayatkan dengan lafazh, "Rasulullah dahulu menoleh pada waktu shalat." Said bin Manshur dan Ibnu Sirin meriwayatkannya secara mursal dengan lafazh, "beliau dahulu membolak-balikkan pandangannya. Maka turunlah ayat ini. Ibnu abi Hatim meriwayatkan dari Ibnu Sirin secara mursal, "para sahabat dahulu memandang ke arah langit ketika shalat, maka turunlah ayat ini."

- Tafsir AlI Muyassar Al-Mu'minun ayat 2 :

Di antara sifat mereka adalah khusyu' di dalam shalatnya. Hati mereka focus di dalam shalat dan anggota tubuh mereka tenang.

- Tafsirlbnu Kasir :

Firman Allah, (yaitu) orang yang khusyuk dalam salatnya. Menurut Ibnu Abbas, makna khāsyi'ũn ialah orang-orang yang takut dan tenang. Ali bin Abi Talib mengatakan bahwa yang dimaksud khusyuk pada ayat ini ialah kekhusyukan hati. Al-Hasan Al-Bişri mengatakan bahwa kekhusyukan mereka terdapat dalam hati mereka, sehingga mereka menundukkan pandangan dan merendahkan diri mereka. Muhamad bin Sirin berkata, "Dahulu para sahabat Rasulullah Saw. mengangkat pandangannya ke langit ketika salat, maka setelah turun ayat, (Sungguh beruntung orang-orang yang beriman, (yaitu) orang yang khusyuk dalam salatnya. mereka menundukkan pandangan ke tempat sujud mereka. Ibnu Sirin berkata, para sahabat berkata, "Pandangan tertuju pada tempat salat.

Jika pandangan itu melanggarnya (batas tempat salat), maka pejamkanlah." Diriwayatkan oleh lbnu Jarir dan Abu Hatim.

Khusyuk dalam salat hanya dapat dilakukan oleh orang yang mencurahkan hatinya hanya tertuju pada salat, serta melupakan berbagai aktivitas lain dan lebih mementingkan salat dibandingkan urusan-urusan lainnya. Dengan cara inilah ketenangan dan kebahagiaan akan terwujud. Sebagaimana diterangkan dalam hadiš riwayat Imam Ahmad dan An-Nasāi dari Anas bin Malik, bahwa Rasulullah Saw. bersabda, "Dijadikan kecintaanku dari dunia ini ada pada wanita dan minyak wangi dan dijadikan penyejuk hatiku ada di dalam salat." Imam Ahmad berkata, telah menceritakan kepada kami Waki, ia berkata telah menceritakan kepada kami Mis'ar, dari Amr bin Murrah, dari Abu Al-Ja'd, dari seseorang, dari Aslam bahwa Rasulullah Saw. berkata kepada Bilal, "Wahai Bilal! Istirahatkanlah kita dengan salat."

Imam Ahmad berkata pula, telah menceritakan kepada kami Abdurahman bin Mahdi, ia berkata telah menceritakan kepada kami lsrail, dari Ušman bin Al-Mugirah, dari Salim bin Abu Al-Ja'd, bahwa Abdullah bin Muhamad Al-Hanafiyah berkata, "Aku dan bapakku pergi berkunjung ke rumah salah seorang kerabat kami dari kalangan Ansar. Ketika waktu salat tiba, ia berkata kepada sebagian keluarganya, "Wahai pelayan wanitaku, ambilkanlah untukku air wudu sehingga aku bisa salat dan beristirahat."

Abdullah berkata, "Maka kami tidak setuju atas apa yang dia ucapkan itu, tetapi justru ia berkata, "Aku mendengar Rasulullah Saw. bersabda, "Wahai Bilal, berdirilah! Buatlah kita beristirahat dengan salat." (Ibnu Kašir, Tafsirul Qur'ānil Azimi, Jilid 10, 1421 H/2000 M: 107-108).

- Riyāduş Şālihin :

Dari Aisyah Ra., dia berkata, Aku mendengar Rasulullah Saw. bersabda, "Tidak sempurna salat seseorang, apabila terdapat makanan yang telah dihidangkan (sebelum dia makan dulu), atau dia menahan buang air besar atau kecil." (HR Muslim).

Hadiš di atas memberikan beberapa faedah:

(a) Makruh salat bagi orang yang dalam keadaan lapar dan dahaga sedangkan di sampingnya ada makanan, minuman, atau yang semisalnya. Dia berhak untuk memakannya atau meminumnya terlebih dahulu karena hal itu dapat menghilangkan kekhusyukan salat dan menyibukkan hati.

(b) Makruh salat bagi orang yang dalam keaadaan ingin buang air kecil atau besar sehingga ia menahan keduanya, karena hal tersebut akan mengacaukan pikiran dan jiwa yang bisa menghalangi kekhusyukan dalam salat.

(c) Makruh salat apabila hal yang di atas terjadi pada waktu masih lapang, namun sebaliknya apabila waktu salat sempit, maka tidak apa-apa.

(Dr. Muştafā Sa'id Al-Khin, Nuzhatul Muttagina Syarhu Riyādis sālihina, Juz 2, 1407H/1987 M: 1193).

- Hadis Nabawi :

At Tirmiżi berkata, telah bercerita kepada kami Sa'id bin Abdurrahman A-Makhzumi, ia berkata, telah bercerita kepada kami Sufyan bin Uyainah, dari Az-Zuhri, dari Abu Al-Ahwaş, dari Abu Žar, dari Nabi Saw., beliau bersabda, "Jika salah seorang dari kalian melaksanakan salat, maka janganlah mengusap kerikil (yang menempel pada dahinya) sebab rahmat Allah sedang berada di hadapannya." (HR At-Tirmizi, Sunan At-Tirmiži, Juz 2, No. Hadis 379, 1397 H/1977 M. 219).

- Hadiš Qudsi :

Imam Al-Bukhari berkata, telah bercerita kepada kami Ismail, ia berkata, telah bercerita kepadaku Malik, dari Abu Az-Zinad, dari Al-Araj. dari Abu Hurairah, Rasulullah Saw. bersabda, "Allah berfirman, Jika hamba-Ku ingin berjumpa dengan-Ku, maka Akupun ingin berjumpa dengannya. Dan sebaliknya, jika hamba-Ku tidak ingin berjumpa dengan-Ku, maka Aku pun tidak ingin berjumpa dengannya." (HR Al-Bukhari) (Mustafā bin Adawi, As-Sahihul MuSnad Minal Ahādisil Qudsiyyati, t.t: 66).

- Tadabbur Surah Al-Mukminun Ayat 1-17 :

Ayat 1-11 dari surah Al-Mukminun menjelaskan beberapa syarat sukses meraih surga bagi orang-orang beriman: 1) Mengerjakan salat dengan khusyu’. 2) Menjauhkan diri dari perkataan dan perbuatan yang tidak berguna. 3)  Menunaikan zakat. 4) Menjaga kemaluan (tidak menyalurkan syahwat) kecuali kepada istri atau budak yang dimiliki. 5) Menunaikan amanah dan menepati janji. 6) Menjaga salat, baik yang terkait dengan syarat dan rukunnya ataupun yang terkait dengan konsekuensinya. Orang-orang Mukmin yang melaksanakan enam perkara tersebut, Allah akan wariskan kepada mereka surga Firdaus. Mereka kekal di dalamnya.

Ayat 12-16 menjelaskan perjalanan panjang kehidupan manusia (rihlatul khulud), sejak proses penciptaan manusia, seperti asal-usul sperma sampai dibangkitkan pada hari kiamat nanti. 

Proses penciptaan manusia seperti yang dijelaskan dalam ayat-ayat ini salah satu mukjizat Al-Qur’an dalam bidang ilmu pengetahuan modern. Tidak ada seorang ilmuwan pun yang dapat menolak kebenarannya, karena semuanya persis seperti yang mereka temukan sejak 60 tahun belakangan ini. Allah menjelaskan fase-fase perjalanan hidup manusia itu sebebagai berikut : 1)  Saripati  tanah. 2) Sperma. 3) ‘Alaqah (menempel di dinding rahim. 4) Mudhghah (Seperti daging yang digigit). 5) Tulang belulang. 6) Dibungkus dengan daging. 7) Menjadi makhluk lain  (sempurna). 8) dilahirkan ke atas bumi ini. 9) Mati. 10) Dibangkitkan kembali pada hari kiamat. Inilah 10  fase yang harus kita lewati sampai kembali kepada Allah. 

Ayat 17 menjelaskan Allah juga yang menciptakan tujuh lapis langit di atas kita dan Dia sama sekali tidak mengabaikan atau membiarkan ciptaan-Nya begitu saja.