بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

Senin, 26 Februari 2024

Tadabbur Al Quran Hal. 361

Tadabbur Al-Quran Hal. 361
----------------------------------------------
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

- Al Qur'an Indonesia Tajwid.

- Al-Furqan ayat 20 :

وَمَآ اَرْسَلْنَا قَبْلَكَ مِنَ الْمُرْسَلِيْنَ اِلَّآ اِنَّهُمْ لَيَأْكُلُوْنَ الطَّعَامَ وَيَمْشُوْنَ فِى الْاَسْوَاقِۗ وَجَعَلْنَا بَعْضَكُمْ لِبَعْضٍ فِتْنَةً  ۗ اَتَصْبِرُوْنَۚ وَكَانَ رَبُّكَ بَصِيْرًا ࣖ   ۔

Dan Kami tidak mengutus rasul-rasul sebelummu (Muhammad), melainkan mereka pasti memakan makanan dan berjalan di pasar-pasar. Dan Kami jadikan sebagian kamu sebagai cobaan bagi sebagian yang lain. Maukah kamu bersabar? Dan Tuhanmu Maha Melihat.

- Asbabun Nuzul Al-Furqan ayat 20 :

Al-Wahidi meriwayatkan dari Juwaibir dari adh-Dhahhak dari Ibnu Abbas bahwa ketika kaum musyrikin menyindir Rasulullah miskin dengan mengatakan, "Mengapa rasul ini memakan makanan dan berjalan-jalan di pasar?" Rasulullah merasa sedih. Maka turunlah ayat ini. Ibnu Jarir meriwayatkan hal senada dari Sa'id dan Ikrimah dari Ibnu Abbas.

- Tafsir Al Muyassar Al-Furqan ayat 20 :

Wahai Rasul! Kami tidak mengutus Rasul-Rasul sebelum dirimu melainkan mereka adalah manusia biasa. Mereka memakan makanan dan berjalan di pasar-pasar. Wahai sekalian manusia! Kami jadikan sebagian kalian cobaan dan ujian bagi sebagian yang lain yakni dengan petunjuk dan kesesatan, kekayaan dan kemiskinan, sehat dan sakit, apakah kalian akan bersabar dan tetap menjalankan kewajiban yang telah diwajibkan Allah atas kalian. Serta mensyukurinya sehingga Maula kalian (Allah) akan memberikan pahala kepada kalian? Atukah kalian tidak bersabar sehingga kalian berhak mendapatkan hukuman? Wahai Rasul! Rabb-mu melihat mana orang yang putus asa dan mana orang yang sabar, mana orang yang kufur dan mana orang yang bersyukur.

- Tazkiyyatun Nafs :

Nabi Saw. bersabda, "Jangan kalian jadikan kuburanku (sebagai tempat) berhari raya." (HR Abu Dawud, Sahih A-Jāmi, no. 7266).

Menjadikan kuburan sebagai tempat berhari raya (perayaan) adalah termasuk hari rayanya orang-orang musyrik sebelum kedatangan Islam, dan Nabi Saw. telah melarang hal tersebut dilakukan pada kuburannya yang paling mulia sebagai bentuk peringatan agar juga tidak dilakukan pada kuburan-kuburan yang lain. 

Menurut Syaikhu'l Islam, Ibnu Taimiyah, "Maksudnya, bahwa kuburan Rasulullah Saw adalah kuburan paling utama di muka bumi.

Namun demikian, beliau melarang menjadikan kuburannya sebagai tempat perayaan, apalagi terhadap kuburan lain selain kuburan beliau." Menjadikan kuburan sebagai tempat perayaan dapat menimbulkan kerusakan yang amat besar. Adapun bentuk kerusakan itu adalah ia membuat orang salat kepada kuburan, tawaf mengelilinginya, menciumnya, mengusapnya, membedaki wajah dengan debu dan tanahnya, menyembah para penghuninya, meminta pertolongan kepada mereka, memohon kemenangan rezeki dan kesehatan kepada mereka, juga memohon agar dilunaskan dari utang dibebaskan dari kesusahan, diangkat dari kelengahan, serta berbagai bentuk permohonan lainnya. Hal yang juga sama diminta oleh para penyembah
berhala kepada berhala-berhala mereka.

Apa yang dilakukan oleh orang-orang musyrik itu menyakiti para penghuni kubur.

Para penghuni kubur itu sangat benci terhadap perbuatan mereka, sebagaimana Isa Al-Masih As. membenci terhadap apa yang dilakukan orang-orang Nasrani terhadap kuburannya. Demikian pula halnya dengan para nabi, wali, dan syaikh. Mereka merasa disakiti dengan apa yang dilakukan dikuburan mereka, karena hal itu menyerupai perlakuan orang-orang Nasrani. Pada hari kiamat mereka berlepas diri dari orang-orang tersebut. Sebagaimana firman Allah Swt., Dan (ingatlah) pada hari (ketika) Allah Swt. mengumpulkan mereka bersama apa yang mereka sembah selain Allah Swt. lalu Dia berfirman (kepada yang disembah), "Apakah kamu yang menyesatkan hamba-hamba-Ku itu, atau mereka sendirikah yang sesat darijalan (yang benar)?" Mereka (yan disembah itu) menjawab, Mahasuci Engkau, tidaklah pantas bagi kami mengambil pelindung selain Engkau, tetapi Engkau telah memberi mereka dan nenek moyang mereka kenikmatan hidup, sehingga mereka melupakan peringatan, dan mereka kaum yang binasa. (QS A-Furqān, 25: 17-18).

Selanjutnya, Allah Swt. berfirman kepada orang-orang musyrik, «Maka sungguh, mereka (yang disembah itu) telah mengingkari apa yang kamu katakan, maka kamu tidak akan dapat menolak (azab) dan tidak dapat (pula) menolong (dirimu), dan barangsiapa di antara kamu berbuat zalim, niscaya Kami timpakan kepadanya rasa azab yang besar. (Q5 AI-Furqān, 25: 19) Allah Swt. juga berfirman tentang Isa Al-Masih As., <Dan (ingatlah) ketika Allah Swt. berfirman, "Wahai 'isa putra Maryam! Engkaukah yang mengatakan kepada orang-orang, jadikanlah aku dan ibuku sebagai dua tuhan selain Allah Swt.?" (sa As) menjawab, "Mahasuci Engkau, tidak patut bagiku mengatakan apa yang bukan. hakku. Jika aku pernah mengatakannya, tentulah Engkau telah mengetahuinya. Engkau mengetahui apa yang ada pada diriku dan aku tidak mengetahui apa yang ada pada-Mu. Sungguh, Engkau-lah Yang Maha Mengetahui segala yang gaib. (0S A-Māidah, 5: 116).

Firman-Nya tentang para malaikat, Dan (ingatlah) pada hari (ketika) Allah Swt. mengumpulkan mereka semuanya kemudian Dia berfirman kepada para malaikat, "Apakah kepadamu mereka inibdahulu menyembah?" Para malaikat itu menjawab, "Mahasuci Engkau. Engkaulah pelindung kami, bukan mereka, bahkan mereka telah menyembah jin, kebanyakan mereka beriman kepada jin itu. (QS Saba 34: 40-41) (Ibnu't Qayyim Al-Jauziyyah, lgāšatu'lLahfāni fi Masayidi Asy-Syaitāni, Juz 2.

- Riyāduş Şalihin :

Dari Abu Hurairah Ra., ia berkata, Rasulullah Saw. bersabda, "Janganlah kalian jadikan rumah-rumah kalian sebagai kuburan, dan jangan kalian jadikan kuburanku sebagai id (hari raya), dan bersalawatlah kepadaku, sesungguhnya salawat kalian akan sampa kepadaku di manapun kalian berada." (HR Abu Dāwud, dengan sanad yang Sahih, Sahih Al-Jāmi, No. 7266).

- Hadis di atas mengandung beberapa faedah, antara lain:

(a) Larangan untuk melakukan sesuatu yang akan merusak adab ketika berziarah ke makam Nabi Saw. berupa hiburan dan gemerlap perhiasan, karena hal itu akan menjerumuskan kepada pemujaan berhala sebagaimana terjadi pada umat-umat sebelumnya.
(b) Dianjurkan untuk menziarahí masjid Nabi Saw. dan berşalawat di hadapan kuburannya sesuai dengan adab Islam tanpa merusak atau menyalahi sunnah dan petunjuk beliau.
(Dr. Muştafā Sa'id AI-Khin, Nuzhatul Muttaqina Syarhu Riyādis sālihina, Juz 2, 1407 H/1987 M: 964).

- Medical Hadis. :

Dari Talhah bin Ubaidillah Ra., dia berkata, "Saya bersama Rasulullah pernah berjalan melewati orang-orang yang sedang berada di atas pohon kurma, Tak lama kemudian beliau Saw. bertanya, Apa yang dilakuka orang-orang itu?' Para sahabat menjawab, Mereka sedan mengawinkan pohon kurma dengan meletakkan benang sari pada putik agar lekas berbuah. Maka Rasulullah Saw. pun bersabda, Aku kira perbuatan mereka itu tidak ada gunanya. Talhah Ra. berkata, Kemudian mereka diberitahukan tentang sabda Rasulullah Saw. itu. Lalu mereka tidak mengawinkan pohon kurma.' Selang beberapa hari kemudian, Rasulullah Saw. diberitahu bahwa pohon kurma yang dahulu tidak dikawinkan itu tidak berbuah lagi.

Lalu Rasulullah Saw. bersabda, "Jika okulasi (perkawinan) pohon kurma itu berguna bagi mereka, maka hendaklah mereka terus melanjutkannya. Sebenarnya aku hanya berpendapat secara pribadi. Oleh karena itu, janganlah menyalahkanku karena adanya pendapat pribadiku. Tetapi, jika aku beritahukan kepada kalian tentang sesuatu dari Allah Swt., maka hendaklah kalian menerimanya. Karena aku tidak pernah mendustakan Allah Swt." (HR Muslim). (bnu'l Qayyim Al-Jauziyyah, At-Tibbun Nabawi, t.t.: 261-262). 

- Tibbun Nabawi :

Khasiat Tal' (mayang kurma)

Mayang kurma terdiri atas dua macam: jantan dan betina. Proses penyerbukan dilakukan dengan memindahkan serbuk sari jantan ke betina. Mayang kurma bermanfaat untuk kekuatan air mani dan meningkatkan seksualitas. Jika serbuknya dimakan wanita sebelum berjima', dapat mempercepat proses kehamilan. la juga menguatkan perut, mengeringkannya, menstabilkan tensi darah yang disertai dengan kelembapan pencernaan. Allah Swt. menyebutkan tal (mayang kurma) dalam firman, ..dan pohon kurma yang tinggi-tinggi yang mempunyai mayang yang bersusun-susun. (QS Qāf, 50: 10) (lbnu'l Qayyim Al-Jauziyyah, Zādul Ma adifi Hadyi Khayril ibādi, Juz 4, t.t.: 338).

- Penjelasan Surah Al-Furqan Ayat 12-20 :

Ayat 12-20 meneruskan ayat sebelumnya terkait orang-orang yang ingkar pada Al-Qur’an dan hari kiamat.

1. Ketika neraka melihat orang-orang yang kafir kepada Nabi Muhammad Saw. Al-Qur’an dan hari kiamat dari kejauhan, neraka itu mengeluarkan suara kemarahan dan gemuruh. Ketika dilemparkan ke tempat yang sempit di neraka, orang-orang kafir itu berteriak-teriak meminta kemusnahan. Tidak ada gunanya meminta  kemusnahan, mereka kekal di dalam neraka. 

2. Allah memberikan perbandingan neraka yang menjadi tempat kaum kafir itu dengan  surga yang menjadi tempat dan balasan bagi orang-orang bertakwa. Mereka di dalamnya mendapatkan apa saja yang mereka inginkan. Itulah janji baik yang Allah tepati. 

3. Di akhirat nanti kaum musyrik akan dikumpulkan dengan tuhan-tuhan mereka. Lalu tuhan-tuhan tersebut ditanya apakah benar mereka yang menyesatkan manusia? Tuhan-tuhan itu tidak mengakuinya dan mengatakan merekalah yang kufur nikmat sehingga melupakan Al-Qur’an. Merekalah kaum yang binasa. Mereka mencoba berbohong, namun tidak ada gunanya.  

4. Semua rasul itu manusia; mereka makan dan berjalan di pasar. Sabar adalah kunci kesuksesan mereka.

Sabtu, 24 Februari 2024

TAHUKAH ANDA BAGAIMANA RASANYA BILA DI GHIBAHI?

Tematik (190)
---------------------
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

TAHUKAH ANDA BAGAIMANA RASANYA BILA DI GHIBAHI?
 
Akhuukum Fillaah :
Abu Hashif Wahyudin Al-Bimawi

بسم الله الرحمن الرحيم
الســـلام عليــكم ورحــمة اﻟلّـہ وبركاته

إِنَّ الْحَمْدَ لله نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَ نَتُوْبُ إِلَيْهِ وَنَعُوْذُ بلله مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ الله فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إله إلا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لا نَبِيَّ بَعْدَهُ

NIKMATNYA DI GHIBAHI

Anda Pernah di Ghibah orang...?
Apa yang anda rasakan...?
Gak enak kan...?
Hati panas dan geram rasanya...!

Padahal bila kita pikirkan...
Di Ghibahin itu nikmat...
Karena kita terus mendapatkan aliran pahala tiap saat dari orang yang menggibahi kita tanpa harus beramal...

Dalam hadits Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam,   
 
“Apabila seseorang mencelamu dengan aib yang ada pada dirimu. Janganlah kamu mencelanya dengan aib yang kamu tahu ada padanya. Niscaya pahalanya untukmu dan dosa untuk dia." 
[HR. Ibnu Mani’]

Ibnu Qudamah Rahimahullah berkata :  
 
“Siapa yang ingin mengetahui kekurangan yang ada pada dirinya, maka ada empat cara :

1. Duduklah di hadapan seorang syaikh yang amat faham mengenal kesalahan diri. Ia akan memberitahumu dan memberi obatnya. Namun cara ini amat jarang di zaman ini.

2. Memiliki teman yang jujur yang mengingatkan kesalahannya. Dahulu Umar bin Khathab berkata, 
 
“Semoga Allah merahmati orang yang mengingatkan aib-aib kami.” Demikian pula salafus shalih terdahulu suka bila ada yang mengingatkan kesalahannya. Sedangkan di zaman ini, orang yang mengingatkan kesalahan kita mungkin orang yang paling tidak kita sukai.

3. Mendengar dari lisan musuh. Karena mata yang memusuhi biasanya akan memperlihatkan aib sekecil apapun. Ini lebih bermanfaat untuk mengenal aib sendiri di bandingkan teman yang menjilat.

4. Bergaul dengan manusia. Sesuatu yang tercela di antara mereka jauhilah.

[Lihat Kitab Mukhtashar Minhajil Qashidin hal 156].

KAFARAH BAGI PELAKU GHIBAH

Syaikh Shalih Al-Fauzan menjawab : 
 
"Adapun ghibah sendiri hukumnya haram, dan termasuk salah satu dari dosa besar. Allah Subhaanahu Wa Ta’ala telah melarang hamba- Nya dari praktek ghibah."

Allah 'Azza wa Jalla berfirman,

*يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ ۖ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا ۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ*

“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, karena sebagian prasangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.”  
[QS. Al-Hujurat : 12]

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, 

*كُلُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ حَرَامٌ دَمُهُ وَمَالُهُ وَعِرْضُهُ*

“Setiap muslim dengan muslim yang lain adalah haram darahnya, hartanya, dan haram kehormatannya.”  
[HR. Muslim No. 2564]

Maka ghibah adalah perbuatan haram, dan salah satu dari dosa besar dan perbuatan yang menjijikkan.

Lalu apa itu ghibah...?

Nabi shallallaahu ‘alaihi wa salam telah menjelaskan makna dari ghibah ketika di tanya tentang perkara tersebut.

Rasululllah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

*ذِكْرُكَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ*

“Yaitu engkau menyebutkan sesuatu yang tidak di sukai oleh saudaramu”

Sahabat bertanya :

*أَفَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ فِيْ أَخِيْ مَا أَقُوْلُ...؟*

“Bagaimanakah pendapat anda, jika itu memang benar ada padanya?"

Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam menjawab,

*إِنْ كَانَ فِيْهِ مِا تَقُوْلُ فَقَدِ اْغْتَبْتَهُ, وَ إِنْ لَمْ يَكُنْ فِيْهِ مَا تَقُوْلُ فَقَدْ بَهَتَّهُ*

“Kalau memang sebenarnya begitu berarti engkau telah mengghibahinya, tetapi jika apa yang kau sebutkan tidak benar maka berarti engkau telah berdusta atasnya.”  
[HR. Muslim No. 2579]

Sehingga, ghibah adalah sebagai mana yang telah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa Sallam sebutkan, yakni :  
“Engkau menyebutkan tentang saudaramu hal yang tidak dia sukai.”

Maka jika saudaramu tidak ada di sampingmu ketika engkau menyebutkan hal-hal yang tidak dia sukai. Maka sungguh engkau telah mengghibahinya, menjatuhkan harga dirinya, dan engkau telah berdosa dengan dosa yang besar.

Apabila engkau menyesali perbuatan tersebut dan bertaubat kepada Allah Subhaanahu Wa Ta’ala. Maka sesungguhnya pintu taubat terbuka untukmu. Akan tetapi, ini adalah perbuatan kepada sesama makhluq. Dan di antara syarat di terimanya taubat adalah engkau menyucikan orang yang telah engkau ghibahi. Oleh karena itu, wajib atasmu untuk menyambung hubungan baik dengan saudaramu dan engkau menyampaikan hal tersebut kepadanya, dan engkau meminta maaf kepadanya. Namun, jika hal tersebut justru mengkhawatirkanmu berdampak pada kerusakan yang lebih besar. Maka, cukup engkau mintakan ampunan untuknya kepada Allah Ta’ala dan memuji-muji dia.

Demikian faedah ilmiyah dan mau’izhoh hasanah pada hari ini. Semoga bisa memberikan manfaat untuk kita semua, serta bisa sebagai acuan untuk senantiasa memperbaiki amal kita di atas sunnah Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam dan tidak berbicara agama dengan menggunakan akal dan hawa nafsu melainkan dengan dalil yang shahih sesuai dengan pemahaman para ulama salaf.

 *والله اعلم بالصواب وهو ولي التوفيق والهداية*
 *وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم*
 *سبحانك اللهم وبحمدك اشهد ان لا اله الا انت استغفرك واتوب اليك*

Barakallahu fiikum..........

Rabu, 21 Februari 2024

Tadabbur Al Quran Hal 360

Tadabbur Al-Quran Hal. 360
----------------------------------------------
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

- Al Qur'an Indonesia Tajwid.

- Al-Furqan ayat 10 :

تَبٰرَكَ الَّذِيْٓ اِنْ شَاۤءَ جَعَلَ لَكَ خَيْرًا مِّنْ ذٰلِكَ جَنّٰتٍ تَجْرِيْ مِنْ تَحْتِهَا الْاَنْهٰرُۙ وَيَجْعَلْ لَّكَ قُصُوْرًا

Mahasuci (Allah) yang jika Dia menghendaki, niscaya Dia jadikan bagimu yang lebih baik daripada itu, (yaitu) surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, dan Dia jadikan (pula) istana-istana untukmu [1056].

- [1056] Maksudnya; Jika Allah menghendaki, niscaya dijadikan-Nya untuk Nabi Muhammad syurga-syurga dan istana-istana seperti yang bakan diperoleh beliau di akhirat. Tetapi Allah tidak menghendaki yang demikian agar manusia itu tunduk dan beriman kepada Allah bukanlah dipengaruhi oleh benda, melainkan berdasarkan kepada bukti-bukti dan dalil yang nyata.

- Asbabun Nuzul Al-Furqan ayat 10 :

Ibnu Abi Syaibah dalam al-Mushannaf, Ibnu Jarir, dan Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Khaitsamah bahwa dikatakan kepada Nabi saw., "Kalau kamu mau, Kami akan memberimu kunci dan gudang kekayaan dunia, tanpa mengurangi pahalamu di sisi Kami di akhirat. Tapi kalau kamu mau, Aku akan menggabungkan keduanya untukmu di akhirat." Beliau menjawab, "Kumpulkan saja keduanya untukku di akhirat." Maka turunlah ayat ini.

- Tafsir Al Muyassar Al-Furqan ayat 10 :

Begitu agung berkah Allah dan betapa banyak kebaikan Allah. Jika Dia menghendaki dirimu wahai Rasul untuk mendapatkan kebaikan lebih dari yang mereka angan-angankan untukmu, niscaya Allah akan menjadikan untukmu kebun-kebun yang banyak di dunia yang disela-selanya ada sungai, dan akan menjadikan istana yang sangat besar untuk dirimu.

- Tazkiyyatun Nafs :

Allah Swt. berfirman, { Semua yang ada di bumi itu akan binasa, tetapi wajah Tuhanmu yang memiliki kebesaran dan kemuliaan tetap kekal }. (QS Ar-Rahmān, 55: 26-27). Kefanaan yang disebutkan di dalam ayat ini adalah kebinasaan dan ketiadaan. Allah Swt. mengabarkan bahwa segala sesuatu di muka bumi ini akan tiada dan mati, sementara "Wajah" Allah Swt. tetap. Hal ini seperti firman-Nya, Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. (QS Al-Anbiyā, 21:35).

Menurut Al-Kalby dan Muqātil, ketika ayat ini turun, maka para malaikat berkata, (Semua penghuni bumi akan binasa. Ketika Allah Swt. menurunkan ayat, Dan tetap kekal Wajah Rabbmu..., mereka bertambah yakin tentang adanya kebinasaan itu. Asy-Sya'by berkata, "lika engkau membaca ayat, Semua yang ada di bumi itu akan binasa., janganlah engkau berhenti hingga engkau melanjutkan, Dan, tetap kekal Wajah Rabbmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan.

Ini menunjukkan kedalaman ilmu dan pemahamannya tentang Al-Qur'an. Sebab, yang dimaksud dalam ayat ini adalah pengabaran tentang kebinasaan apa pun yang ada di muka bumi dan ketetapan"Wajah" Allah Swt. Redaksi ayat ini dimaksud hanya untuk memuji-Nya sebagai satu-satunya yang Baqā (kekal). Sementara tidak ada pujian yang layak diberikan jika hanya disebutkan kefanaan makhluk. Pujian diberikan kepada keberadaan-Nya setelah kefanaan makhluk-Nya. Hal ini seperti firman-Nya, ...Tiap-tiap sesuatu pasti binasa kecuali Wajah Allah Swt... (QS Al-Qaşaş, 28: 88).

Sedangkan kefanaan yang dikenal di kalangan sufi berbeda dengan makna di atas. Kefanaan yang mereka isyaratkan lewat ayat ini adalah hilangnya hati, pengasingannya dari alam ini, dan kebergantungannya kepada Zat Yang Mahatinggi dan yang memiliki Bagā (kekekalan), serta yang tidak dijamah kefanaan. Siapa yang membuat dirinya fana dalam kecintaan dan ketaatan kepada-Nya serta menghendaki Wajah-Nya, maka kefanaan ini akan mengantarkannya kepada kedudukan Bagā". Ayat ini memberi isyarat bahwa hamba sangat perlu untuk tidak bergantung kepada siapa pun yang fana dan tidak meninggalkan yang Baqā, yaitu Zat yang memiliki kebesaran dan kemuliaan. Seakan-akan ayat ini berkata, Jika engkau bergantung kepada yang fana, maka kebergantungan ini akan berakhir saat ia fana. Namun jika engkau bergantung kepada yang Bagā' dan tidak fana, maka kebergantunganmu kepadanya tidak akan terputus dan akan terus berlanjut."

Kefanaan yang bisa diterjemahkan di sini adalah puncak dan akhir kebergantungan, yang berarti merupakan pemutusan dari selain Allah Swt. dari segala sisi.

Fana kebalikan dari Bagā. Yang Bagā dapat Baqa' dengan sendirinya tanpa membutuhkan pihak lain yang membuatnya Bagā, karena Bagā-nya merupakan keharusannya. Yang seperti ini adalah Allah Swt. semata, sedangkan selain-Nya menjadi Bagā karena Bagā -nya Allah Swt., yang dirinya tidak memiliki baqā' yang hakiki. (lbnu'l Qayyim Al-Jauziyyah, Madariju As-sālikin Manāzilu lyyāka Nabudu wa lyyākaNasta inu, Juz 1, t.t.: 443-445).

- Riyāduş sālihin :

Dari Abdullah bin Umar Ra., dia berkata, "Rasulullah Saw. pernah memegang pundakku dan bersabda, "Jadilah kamu di dunia ini seakan-akan orang asing atau seorang pengembara." ibnu Umar Ra. juga berkata, "Bila kamu berada di sore hari, maka janganlah kamu menunggu datangnya waktu pagi, dan bila kamu berada di pagi hari, maka janganlah menunggu waktu sore, pergunakanlah waktu sehatmu sebelum sakitmu, dan hidupmu sebelum matimu." (HR Al-Bukhāri). (Dr. Mustafā Sa'id Al-Khin, Nuzhatul Muttaqina Syarhu Riyādis Sālihina, Juz 1, 1407 H/1987 M: 495 )

- Medical Hadiš :

Dari Anas Ra., dia berkata, Rasulullah Saw. bersabda, "Dijadikan kesenanganku dari dunia ada pada wanita dan minyak wangi dan dijadikan penyejuk hatiku ada dalam salat." (HR An-Nasāi). (lbnu'l Qayyim Al-Jauziyyah, At-Tafsirul Qayyimu, t.t.: 260).

- Tibbun Nabawi :

Khasiat Tib (Parfum, wewangian)

Tib merupakan santapan jiwa yang menjadi kendaraan bagi kekuatan sehingga kekuatan itu bisa meningkat sekian kali lipat. Wewangian itu juga berfungsi menjaga kesehatan dan menyingkirkan hal-hal yang mengganggu. Keberadaannya menjadi sebab kekuatan tabiat. Selain itu, juga dapat merangsang nafsu makan dan minum, menimbulkan kesenangan, menjalin pergaulan dengan orang-orang yang dicintai, mendatangkan hal-hal yang disenangi dan menyingkirkan hal-hal yang kurang disenangi jiwa, seperti keberadaan orang-orang yang murung dan susah karena bergaul dengan mereka dapat melemahkan kekuatan, mengimbaskan kemurungan, dan kesusahan. Pergaulan dengan orang-orang yang murung-bagi jiwa itu tak ubahnya sakit demam bagi badan, dan sama dengan bau yang tidak sedap. Karena itu, Allah Swt. berkenan melarang para sahabat untuk bergaul dengan Rasulullah Saw. dengan cara itu. Allah berfirman, Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu memasuki rumah-rumah Nabi kecuali jika kamu diizinkan untuk makan tanpa menunggu waktu masak (makanannya), tetapi jika kamu dipanggil, maka masuklah, dan apabila kamu selesai makan, keluarlah kamu tanpa memperpanjang percakapan.

Sesungguhnya yang demikian itu adalah mengganggu Nabi Saw. sehingga dia (Nabi Saw) malu kepadamu (untuk menyuruhmu keluar), dan Allah Swt. tidak malu (menerangkan) yang benar.. (QS Al-Ahzāb, 33: 53).

Nabi Savw. senantiasa menggunakan wewangian dan sangat tersiksa dengan bau yang tidak sedap. Dengan perkataan lain, wewangian merupakan sesuatu yang paling disukai oleh beliau. (Ibnu'l Qayyim Al Jauziyyah, Zãdul Ma adi fi Hadyi Khayril Tbādi, Juz 4, t.t. 336-337).

- Tadabbur Surah Al-Furqan Ayat 3-11 :

Ayat 3-11 menjelaskan tiga masalah penting, yaitu:

- Perilaku kaum musyrikin dan kafir. 
- Kekuasaan dan Kebenaran Allah. 
- Kebenaran Al-Qur’an dan Rasulullah saw.  

Orang-orang musyrik itu menyembah tuhan-tuhan palsu selain Allah. Padahal tuhan-tuhan tersebut tidak bisa menciptakan apa pun dan mereka sendiri diciptakan, bahkan  tidak bisa menahan mudarat dan tidak pula bisa memberi manfaat pada diri mereka sendiri. Apalagi menguasai kematian dan kebangkitan.  

Orang-orang kafir juga menuduh Al-Qur’an itu kebohongan yang diada-adakan Nabi Muhammad saw. dan mendapat bantuan orang lain.  Dengan ucapan seperti itu, mereka telah melakukan kezaliman dan menyebarkan berita bohong.  Mereka juga mengatakan Al-Qur’an itu adalah cerita dongeng yang ditulis, kemudian dibacakan kepada Muhammad Saw. setiap pagi dan sore. Sebab itu, Allah perintahkan Rasul Saw. menjelaskan kepada mereka bahwa Al-Qur’an itu diturunkan Allah yang mengetahui rahasia langit dan bumi. 

Al-Qur’an itu diturunkan agar manusia mendapat ampunan dan rahmat Allah. Kaum kafir itu juga meragukan kerasulan Muhammad Saw. karena Rasul itu masih makan, pergi ke pasar, tidak ada malaikat yang mendampinginya dalam memberi peringatan, tidak diturunkan harta kekayaan dari langit dan tidak punya kebun yang luas. Sebab itu, mereka menuduhnya mengikuti tukang sihir. Semua tuduhan yang mereka arahkan kepada Rasul Saw.  menyebabkan mereka tersesat sehingga tidak bisa meniti jalan yang benar. 

Allah Mahakuasa menciptakan kebun-kebun yang mengalir di bawahnya sungai-sungai  untuk Muhammad Saw. dan juga istana. Kalaupun Allah wujudkan, mereka tidak meyakini hari kiamat. Allah sediakan neraka bagi mereka yang tidak meyakininya.

Minggu, 18 Februari 2024

HUKUM-HUKUM ARISAN

Tematik (189)
---------------------
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

HUKUM-HUKUM ARISAN

Arisan dalam bahasa Arab disebut jam'iyyah al muwazhzhafiin atau al qardh al ta'aawuni.. 

Arisan hukumnya boleh karena termasuk dalam akad qardh (pinjaman) yang hukumnya boleh. Namun jika melanggar hukum syara' tentang qardh (pinjaman), arisan hukumnya tidak boleh atau haram.

Hukum-hukum Arisan dalam Syariah Islam antara lain sbb,

(1) jumlah uang yang diperoleh pemenang arisan wajib sama dgn akumulasi iuran yang dibayarkan oleh seorang peserta arisan. Selisih kurang atau lebih adalah riba.

(2) jika dalam arisan yg dikumpulkan adalah uang, maka pemenang arisan hanya boleh menerima uang yang sama jenisnya dan yang sama jumlahnya.

(3) jika dalam arisan yg dikumpulkan adalah barang, (misal beras, gula, dll) maka pemenang arisan hanya boleh menerima barang yang sama jenisnya dan yang sama berat/takarannya.

(4)  tidak boleh arisan yg mengumpulkan uang, tapi pemenangnya mendapat barang. Demikian pula sebaliknya, tidak boleh arisan yg  mengumpulkan barang, tapi pemenangnya mendapat uang.

(5) dalam hal pemenang arisan menginginkan mendapat barang dari arisan uang, hukumnya boleh jika memenuhi 2 (dua) syarat;

Pertama, pemenang arisan diberi opsi (pilihan), yaitu boleh mengambil uang dan boleh pula mengambil barang.

Kedua, pemenang arisan yg memilih opsi mengambil barang, harus melakukan akad jual beli yg terpisah dg akad arisan di awal.

(6) biaya operasional atau konsumsi tidak boleh diambil atau dipotong dari uang arisan.

(7) biaya operasional atau konsumsi harus dipisah dari uang arisan.

(8) tidak boleh ada lelang dalam arisan. Karena lelang pasti akan menimbulkan riba, yaitu tambahan dari jumlah arisan yang sudah dibayar oleh pemenang lelang. Wallahu a'lam

Tapi lebih baik di hindari karena arisan itu sama dengan hutang.

Di ambil dari ceramah ustadz Dr. Erwandi Tarmizi Hafidzahullah ta'ala

Nb..Lebih baik jangan main arisan karena membuka pintu hutang..jangan sampai mati meninggalkan hutang buat anak cucu kita.

Demikianlah faedah yang ringkas ini semoga bisa menjadi tuntunan akhlak dan sebagai keteladanan yang bermanfaat bagi kita semua.

Sabtu, 17 Februari 2024

Tadabbur Al Quran Hal. 359

Tadabbur Al-Quran Hal. 359
----------------------------------------------
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

- Al Qur'an Indonesia Tajwid.

- An-Nur ayat 63 :

لَا تَجْعَلُوْا دُعَاۤءَ الرَّسُوْلِ بَيْنَكُمْ كَدُعَاۤءِ بَعْضِكُمْ بَعْضًاۗ قَدْ يَعْلَمُ اللّٰهُ الَّذِيْنَ يَتَسَلَّلُوْنَ مِنْكُمْ لِوَاذًاۚ فَلْيَحْذَرِ الَّذِيْنَ يُخَالِفُوْنَ عَنْ اَمْرِهٖٓ اَنْ تُصِيْبَهُمْ فِتْنَةٌ اَوْ يُصِيْبَهُمْ عَذَابٌ اَلِيْمٌ

Janganlah kamu jadikan panggilan Rasul (Muhammad) di antara kamu seperti panggilan sebagian kamu kepada sebagian (yang lain). Sungguh, Allah mengetahui orang-orang yang keluar (secara) sembunyi-sembunyi di antara kamu dengan berlindung (kepada kawannya), maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul-Nya takut akan mendapat cobaan atau ditimpa azab yang pedih.

- Asbabun Nuzul An-Nur ayat 63 :

Abu Nu'aim meriwayatkan dalam ad-Dalaa'il dari adh-Dhahhak dari Ibnu Abbas bahwa mereka dahulu memanggil, "Hai Muhammad, hai Abul Qasim!" Maka Allah menurunkan ayat ini. Maka mereka memanggil, "Wahai Nabi, Wahai Rasulullah!"

- Tafsir A Muyassar An-Nur ayat 63 :

Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kalian ketika memanggil Rasulullah dengan panggilan: Walhai Muhammad, dan juga jangan: Wahai Muhammad bin Abdullah, sebagaimana panggilan sebagian kalian kepada sebagian yang lain. Namun, mulakanlah Rasulullah dan panggillah: Wahai Nabiyullah, wahai Rasulullah.

Sesungguhnya Allah telah mengetahui orang-orang munafik yang pergi dari majelis Nabi dengan sembunyi-sembunyi dan tanpa izin. Yang satu bergandengan dengan yang lain. Hendaknya orang yang menyelisihi perintah Rasulullah takut akan ditimpa cobaan dan keburukan, atau akan ditimpa musibah berbentuk azab yang sangat pedih dan menyakitkan di akhirat nanti.

- Sirah Nabawi :

Bani Quraizah terikat perjanjian dengan Rasulullah Saw. Di tengah peperangan tersebut, pemimpin Bani An-Nadir yang bernama Huyay bin Akhtab mendatangi Ka'ab bin Asad, pemimpin Bani Quraizah untuk merayunya agar berkhianat melanggar perjanjian.

Ka'ab akhirnya melanggar perjanjian, lalu membantu kaum Quraisy dan kaum musyrikin lainnya. Bani Quraizah mengambil tempat di sebelah selatan Madinah, sedangkan kaum muslimin berada di utara Madinah. Dengan demikian, tidak ada seorang pun yang menghalangi Bani Quraizah dari kaum wanita dan anak-anak kaum muslimin. Bahaya besar sedang mengancam mereka. Kabar mengenai hal itu sampai kepada Rasulullah Saw. Beliau mengutus Maslamah bin Aslam Ra. bersama 200 orang dan Zaid bin Harišah Ra. bersama 300 orang untuk melindungi orang-orang lemah dan kaum muslimin. Kemudian Rasulullah Saw. mengutus Sa'ad bin Mu'aż dan Sa'ad bin Ubadah bersama beberapa orang dari golongan Anşar untuk mengetahui kabar yang sebenarnya terjadi. Ternyata tindakan kaum Yahudi lebih buruk dari gambaran semula. Orang-orang Yahudi secara terang-terangan mencela dan melontarkan permusuhan. Bahkan mereka juga mengejek Rasulullah Saw., "Siapa itu Rasulullah? Tidak ada perjanjian antara kami dengan Muhammad dan tidak ada ikatan apa-apa," Kemudian para utusan itu kembali dan berkata kepada beliau, "Adal dan Qarah." Maksudnya, orang-orang Bani Quraizah itu melakukan pengkhianatan seperti orang-orang Bani Adal dan Qarah terhadap para sahabat beliau pada tragedi Ar-Raji'.

Meskipun para utusan itu berusaha menyembunyikan kenyataan sebenarnya, sebagian kaum muslimin memahami bahwa keadaannya benar-benar gawat dan mereka pun dilanda ketakutan hebat. Sebagaimana firman Allah Swt., Yaitu) ketika mereka datang kepadamu dari atas dan dari bawahmu, dan ketika tidak tetap lagi penglihatan (mu) dan hatimu naik menyesak sampai ke tenggorokan dan kamu menyangka terhadap Allah dengan bermacam-macam persangkaan. Di situlah diuji orang-orang mukmin dan digoncangkan (hatinya) dengan goncangan yang hebat. (QS Al-Ahzāb, 33: 10-11).

Dalam situasi tersebut, kemunafikan orang-orang munafik muncul ke permukaan. Sebagian di antara mereka berkata, "Muhammad menjanjikan kita bahwa kita akan menikmati harta simpanan Kisra (Persia) dan Kaisar (Romawi). Sementara saat ini, tidak ada seorang pun yang dirinya merasa aman, bahkan untuk pergi buang hajat sekalipun." Sementara yang lain berkata, "Wahai penduduk Yasrib, tidak ada tempat bagi kalian, maka kembalilah!" Segolongan orang dari mereka berusaha untuk melarikan diri dengan meminta izin kepada Nabi Muhammad Saw. Orang-orang yang bersiasat itu berkata, ..Sesungguhnya rumah-rumah kami terbuka (tidak ada penjaga).. (Q5 A-Ahzāb, 33:13). Padahal rumah-rumah mereka tidaklah terbuka. Ketika mengetahui pengkhianatan kaum Bani Quraizah Rasulullah Saw. sempat merasa cemas. Beliau menenangkan diri dengan menggelar kain, lalu berbaring dan diam dalam waktu yang lama. Kemudian beliau bangkit, terbersit secercah harapan. Rasulullah Saw. bersabda, "Allahu Akbar! Bergembiralah wahai orang-orang Islam dengan kemenangan dan pertolongan Allah." (Syaikh Şafiyyurrahmān Al-Mubārakfūri, Ar Rahiq Al-Makhtūm: 202),

- Riyāduş Şālihin :

Dari Abdullah bin Amr bin Al-As, dia berkata, Rasulullah Saw. bersabda, "Ada empat perkara, barangsiapa yang empat perkara tersebut ada pada dirinya, maka dia menjadi orang munafik sejati, dan apabila salah satu sifat dari empat perkara tersebut ada pada dirinya, maka pada dirinya terdapat satu sifat dari kemunafikan hingga dia meninggalkannya: jika berbicara, selalu bohong. jika diberi amanat, berkhianat; jika berjanji, selalu ingkar; dan jika berselisih, licik." (HR AI-Bukhari-Muslim).

Hadis di atas memberikan faedah:
(a) Akhlak mulia mempunyai ikatan yang kuat dengan keimanan.
(b) Munafik menghinakan tabiat sehingga mengantarkan pada kerusakan baik kepada pribadi atau kepada masyarakat.
(Dr. Mustafā Sa'id Al-Khin, Nuzhatul Muttaqina Syarhu Riyādis Sālihina, Juz 1, 1407 H/1987 M: 568).

- Nasihat & Pelajaran :

Sikap istigamah Nabi Saw. dan kebersihan nama baiknya pada masa muda lebih mempercepat beliau meraih keberhasilan dalam dakwah Islam, memperbaiki budi pekerti, dan memerangi kemungkaran. Karena jauh sebelum beliau berdakwah, tidak ada seorang pun yang menjelek-jelekkan dan meragukan kepribadian beliau. (Mustafā As-Siba'i, As-Sirah An-Nabawiyyah, Durūs wa lbar: 39).

- Penjelasan Surah An-Nur Ayat 62-64 :

Ayat 62-64 dari surah An-Nur ini menjelaskan sebagian kriteria orang-orang beriman: 

Beriman kepada Allah dan Rasul Muhammad Saw. 

Jika bersama Rasul Saw. dalam suatu urusan atau majelis, maka ia tidak meninggalkan beliau begitu saja sebelum meminta izin. Minta izin kepada Rasul saw. itu bukti keimanan pada Allah dan Rasul-Nya. Rasulullah Saw. berhak mengizinkan siapa yang diinginkannya.  

Panggilan Rasul saw. itu tidak sama dengan panggilan manusia lainnya, karena mengandung hukum dalam Islam. Sebab itu, setiap panggilannya harus didengar dan tidak boleh menghindar. Karena sikap demikian itu menyalahi perintahnya dan akan menyebabkan  turunnya musibah dan azab dari Allah. 

Semua ucapan, perbuatan dan sikap kita akan dicatat Allah dan akan diperlihatkan kepada kita di akhirat kelak. Karena Allah Maha Mengetahui atas segala sesuatu.    


- Penjelasan Surah Al-Furqan Ayat 1-2 :

Ayat 1 dan 2 dari surah Al-Furqan ini menjelaskan bahwa Al-Qur’an (Al-Furqan) itu diturunkan oleh Allah yang Mahaberkah. Sebab itu, Al-Qur’an itu penuh berkah. Membacanya melahirkan keberkahan kepada pembacanya, apalagi memahami dan mengamalkannya, maka hidup akan dipenuhi berkah.  

Al-Qur’an itu diturunkan untuk menjadi peringatan bagi seluruh jin dan manusia, agar mereka memahami konsekuensi hidup yang menyimpang dari Al-Qur’an. Diturunkan Allah yang memiliki langit dan bumi, tidak memiliki anak, tidak ada sekutu bagi-Nya dan menciptakan segala sesuatu dan menentukan ukuran atau kadarnya.

Kamis, 15 Februari 2024

Shafiyyah binti Huyay

Kisah Istri Rasulullah SAW (9)
---------------------
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

Shafiyyah binti Huyay

Nama dan Nasabnya
Nama lengkapnya adalah Shafiyyah binti Huyay bin Akhtab bin Sa’yah bin Amir bin Ubaid bin Kaab bin al-Khazraj bin Habib bin Nadhir bin al-Kham bin Yakhum dari keturunan Harun bin Imran. Ibunya bernama Barrah binti Samaual dari Bani Quraizhah. Shafiyyah dilahirkan sebelas tahun sebelum hijrah, atau dua tahun setelah masa kenabian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam. Ayahnya adalah seorang pemimpin Bani Nadhir.

Sejak kecil dia menyukai ilmu pengetahuan dan rajin mempelajari sejarah dan kepercayaan bangsanya. Dari kitab suci Taurat dia membaca bahwa akan datang seorang nabi dari jazirah Arab yang akan menjadi penutup semua nabi. Pikirannya tercurah pada masalah kenabian tersebut, terutama setelah Muhammad muncul di Mekah Dia sangat heran ketika kaumnya tidak mempercayai berita besar tersebut, padahal sudah jelas tertulis di dalam kitab mereka. Demikian juga ayahnya, Huyay bin Akhtab, yang sangat gigih menyulut permusuhan terhadap kaum muslimin.

Sifat dusta, tipu muslihat, dan pengecut ayahnya sudah tampak di mata Shafiyyah dalam banyak peristiwa. Di antara yang menjadi perhatian Shafiyyah adalah sikap Huyay terhadap kaumnya sendiri, Yahudi Bani Quraizhah. Ketika itu, Huyay berjanji untuk mendukung dan memberikan pertolongan kepada mereka jika mereka melepaskan perjanjian tidak mengkhianati kaum muslimin (Perjanjian Hudaibiyah). Akan tetapi, ketika kaum Yahudi mengkhianati perjanjian tersebut, Huyay melepaskan tanggung jawab dan tidak menghiraukan mereka lagi. Hal lain adalah sikapnya terhadap orang-orang Quraisy Mekah. Huyay pergi ke Mekah untuk menghasut kaum Quraisy agar memerangi kaum muslimin, dan mereka menyuruhnya mengakui bahwa agama mereka (Quraisy) lebih mulia daripada agama Muhammad, dan tuhan mereka lebih baik daripada tuhan Muhammad.

Masa Pernikahannya
Sayyidah Shafiyyah bin Huyay Radhiyallahu ‘anha telah dua kali menikah sebelum dengan Rasulullah. Suami pertamanya bernama Salam bin Musykam, salah seorang pemimpin Bani Quraizhah, namun rumah tangga mereka tidak berlangsung lama. Suami keduanya bernama Kinanah bin Rabi’ bin Abil Hafiq, yang juga salah seorang pemimpin Bani Quraizhah yang diusir Rasulullah dan kemudian menetap di Khaibar.

Penaklukan Khaibar dan Penawanannya
Perang Khandaq telah membuka tabir pengkhianatan kaum Yahudi terhadap perjanjian yang telah mereka sepakati dengan kaum muslimin. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam segera menyadari ancaman yang akan menimpa kaum muslimin dengan berpindahnya kaum Yahudi ke Khaibar kemudian membentuk pertahanan yang kuat untuk persiapan menyerang kaum muslimin.

Setelah perjanjian Hudaibiyah disepakati untuk menghentikan permusuhan selama sepuluh tahun, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam merencanakan penyerangan terhadap kaum Yahudi, tepatnya pada bulan Muharam tahun ketujuh hijriah. Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam memimpin tentara Islam untuk menaklukkan Khaibar, benteng terkuat dan terakhir kaum Yahudi. Perang berlangsung dahsyat hingga beberapa hari lamanya, dan akhirnya kemenangan ada di tangan umat Islam. Benteng-benteng mereka berhasil dihancurkan, harta benda mereka menjadi harta rampasan perang, dan kaum wanitanya pun menjadi tawanan perang. Di antara tawanan perang itu terdapat Shafiyyah, putri pemimpin Yahudi yang ditinggal mati suaminya.

Bilal membawa Shafiyyah dan putri pamannya menghadap Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam. Di sepanjang jalan yang dilaluinya terlihat mayat-mayat tentara kaumnya yang dibunuh. Hati Shafiyyah sangat sedih melihat keadaan itu, apalagi jika mengingat bahwa dirinya menjadi tawanan kaum muslimin. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam memahami kesedihan yang dialaminya, kemudian beliau bersabda kepada Bilal, “Sudah hilangkah rasa kasih sayang dihatimu, wahai Bilal, sehingga engkau tega membawa dua orang wanita ini melewati mayat-mayat suami mereka?” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam memilih Shafiyyah sebagai istri setelah terlebih dahulu menawarkan Islam kepadanya dan kemudian diterimanya.

Seperti telah dikaji di atas, Shafiyyah telah banyak memikirkan Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam sejak dia belum mengetahui kerasulan beliau. Keyakinannya bertambah besar setelah dia mengetahui bahwa Muhammad adalah utusan Allah. Anas Radhiayallahu ‘anhu berkata, “Rasulullah ketika hendak menikahi Shafiyyah binti Huyay bertanya kepadanya, ‘Adakah sesuatu yang engkau ketahui tentang diriku?’ Dia menjawab, ‘Ya Rasulullah, aku sudah mengharapkanmu sejak aku masih musyrik, dan memikirkan seandainya Allah mengabulkan keinginanku itu ketika aku sudah memeluk Islam.” Ungkapan Shafiyyah tersebut menunjukkan rasa percayanya kepada Rasulullah dan rindunya terhadap Islam.

Bukti-bukti yang jelas tentang keimanan Shafiyyah dapat terlihat ketika dia memimpikan sesuatu dalarn tidurnya kemudian dia ceritakan mimpi itu kepada suaminya. Mengetahui takwil dan mimpi itu, suaminya marah dan menampar wajah Shafiyyah sehingga berbekas di wajahnya. Rasulullah melihat bekas di wajah Shafiyyah dan bertanya, “Apa ini?” Dia menjawab, “Ya Rasul, suatu malam aku bermimpi melihat bulan muncul di Yastrib, kemudian jatuh di kamarku. Lalu aku ceritakan mimpi itu kepada suamiku, Kinanah. Dia berkata, ‘Apakah engkau suka menjadi pengikut raja yang datang dari Madinah?’ Kemudian dia menampar wajahku.”

Menjadi Ummul-Mukminin
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menikahi Shafiyyah dan kebebasannya menjadi mahar perkawinan dengannya. Pernikahan beliau dengan Shafiyyah didasari beberapa landasan. Shafiyyah telah memilih Islam serta menikah dengan Rasulullah ketika beliau memberinya pilihan antara memeluk Islam dan menikah dengan beliau atau tetap dengan agamanya dan dibebaskan sepenuhnya. Ternyata Shafiyyah memilih untuk tetap bersama Nabi, Selain itu, Shafiyyah adalah putri pemimpin Yahudi yang sangat membahayakan kaum muslimin, di samping itu, juga karena kecintaannya kepada Islam dan Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam.

Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam menghormati Shafiyyah sebagaimana hormatnya beliau terhadap istri-istri yang lain. Akan tetapi, istri-istri beliau menyambut kedatangan Shafiyyah dengan wajah sinis karena dia adalah orang Yahudi, di samping juga karena kecantikannya yang menawan. Akibat sikap mereka, Rasulullah pernah tidak tidur dengan Zainab binti Jahsy karena kata-kata yang dia lontarkan tentang Shafiyyah. Aisyah bertutur tentang peristiwa tersebut, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam tengah dalam perjalanan. Tiba-tiba unta Shafiyyah sakit, sementara unta Zainab berlebih. Rasulullah berkata kepada Zainab, ‘Unta tunggangan Shafiyyah sakit, maukah engkau memberikan salah satu dari untamu?’ Zainab menjawab, ‘Akankah aku memberi kepada seorang perempuan Yahudi?’ Akhirnya, beliau meninggalkan Zainab pada bulan Dzulhijjah dan Muharam.

Artinya, beliau tidak mendatangi Zainab selama tiga bulan. Zainab berkata, ‘Sehingga aku putus asa dan aku mengalihkan tempat tidurku.” Aisyah mengatakan lagi, “Suatu siang aku melihat bayangan Rasulullah datang. Ketika itu Shafiyyah mendengar obrolan Hafshah dan Aisyah tentang dirinya dan mengungkit-ungkit asal-usul dirinya. Betapa sedih perasannya. Lalu dia mengadu kepada Rasulullah sambil menangis. Rasulullah menghiburnya, ‘Mengapa tidak engkau katakan, bagaimana kalian berdua lebih baik dariku, suamiku Muhammad, ayahku Harun, dan pamanku Musa.” Di dalam hadits riwayat Tirmidzi juga disebutkan, “Ketika Shafiyyah mendengar Hafshah berkata, ‘Perempuan Yahudi!’ dia menangis, kemudian Rasulullah menghampirinya dan berkata, ‘Mengapa engkau menangis?’ Dia menjawab, ‘Hafshah binti Umar mengejekku bahwa aku wanita Yahudiah.’ Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Engkau adalah anak nabi, pamanmu adalah nabi, dan kini engkau berada di bawah perlindungan nabi. Apa lagi yang dia banggakan kepadamu?’ Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam kemudian berkata kepada Hafshah, ‘Bertakwalah engkau kepada Allah, Hafshah!”

Salah satu bukti cinta Shafiyyah kepada Nabi terdapat pada hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Saad dalam Thabaqat-nya tentang istri-istri Nabi yang berkumpul menjelang beliau wafat. Shafiyyah berkata, “Demi Allah, ya Nabi, aku ingin apa yang engkau derita juga menjadi deritaku.” Istri-istri Rasulullah memberikan isyarat satu sama lain. Melihat hal yang demikian, beliau berkata, “Berkumurlah!” Dengan terkejut mereka bertanya, “Dari apa?” Beliau menjawab, “Dari isyarat mata kalian terhadapnya. Demi Allah, dia adalah benar.” Setelah Rasulullah wafat, Shafiyyah merasa sangat terasing di tengah kaum muslimin karena mereka selalu menganggapnya berasal dari Yahudi, tetapi dia tetap komitmen terhadap Islam dan mendukung perjuangan Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam. Ketika terjadi fitnah besar atas kematian Utsman bin Affan, dia berada di barisan Utsman. Selain itu, dia pun banyak meriwayatkan hadits Nabi. Dia wafat pada masa kekhalifahan Mu’awiyah bin Abi Sufyan. Marwan bin Hakam menshalatinya, kemudian menguburkannya di Baqi’. Semoga Allah memberinya tempat yang lapang dan mulia di sisiNya. Amin.

Wafat
Shafiyah wafat tatkala berumur sekitar 50 tahun, ketika masa pemerintahan Mu'awiyah.

Rabu, 14 Februari 2024

Suamimu adalah Surgamu dan Nerakamu…!

One Day One Hadits (295)
------------------------------------------
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

Suamimu adalah Surgamu dan Nerakamu…!

Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda kepada bibinya Hushain bin Mihshon radhiyallahu’anhuma,


أَذَاتُ زَوْجٍ أَنْتِ ؟ قَالَتْ : نَعَمْ قَالَ : فَكَيْفَ أَنْتِ لَهُ ؟ قَالَتْ : مَا آلُوهُ إِلاَّ مَا أَعْجَزُ عَنْهُ قَالَ : انْظُرِي أَيْنَ أَنْتِ مِنْهُ ، فَإِنَّهُ جَنَّتُكِ وَنَارُكِ

“Apakah engkau memiliki suami? Dia berkata: Ya. Beliau bersabda: Bagaimana posisimu baginya? Dia berkata: Aku tidak pernah mengurangi haknya kecuali yang aku tidak mampu untuk menunaikannya. Beliau bersabda: Perhatikan kedudukanmu bagi suamimu, karena sesungguhnya ia adalah surgamu dan nerakamu.” [HR. An-Nasaai dalam As-Sunan Al-Kubro dari Hushain bin Mihshon radhiyallaahu’anhu, Shahihut Targhib: 1933]

Al-Munawi rahimahullah berkata,

“Maknanya: Suamimu adalah sebab yang memasukkanmu ke surga karena keridhoannya kepadamu, dan sebab yang memasukkanmu ke neraka karena kemarahannya kepadamu, maka perbaguslah dalam mempergaulinya dan janganlah menyelisihi perintahnya yang bukan maksiat kepada Allah.” [Faidhul Qodir, 3/78]

Beberapa Pelajaran:

1. Agungnya hak suami atas istri, dan itu sebanding dengan tanggung jawabnya yang besar untuk menafkahi, melindungi dan menjaga istrinya dari api neraka.

2. Durhaka kepada suami termasuk dosa besar.

3. Wajib bagi istri menuruti semua perintah suami selama bukan kemaksiatan kepada Allah ta’ala, walau pun tidak sesuai dengan kemauan istri atau keluarga istri.

4. Saling menjaga, memperhatikan dan memenuhi hak dan kewajiban antara suami istri adalah sebab keharmonisan rumah tangga dan kebahagiaan di akhirat.

5. Pentingnya ilmu agama dalam rumah tangga, dengan ilmu bahtera rumah tangga lebih terarah, dan dengan ilmu riak-riak gelombang yang menerpanya dapat dihadapi dan dilalui dengan baik insya Allah ta’ala.

Selasa, 13 Februari 2024

SYARHUS SUNNAH : BELAJAR AKIDAH, AGAR SELAMAT DARI PEMAHAMAN SESAT

Tematik (188)
---------------------
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

SYARHUS SUNNAH : BELAJAR AKIDAH, AGAR SELAMAT DARI PEMAHAMAN SESAT

Di antara tujuan para ulama menulis kitab Akidah adalah untuk menyelamatkan umat dari pemahaman sesat. Inilah yang dijelaskan juga oleh Imam Al-Muzani ketika mengawali kitab akidah beliau.

Imam Al-Muzani rahimahullah berkata,

عَصَمَنَا اللهُ وَإِيَّاكُمْ بِالتَّقْوَى وَوَفَقَنَا وَإِيَّاكُمْ لِمُوَافَقَةِ الْهُدَى

"Semoga Allah menjaga kami dan kalian dengan takwa dan memberikan taufik kami dan kalian untuk (berjalan) sesuai petunjuk."
 
Ini adalah doa dari Imam Al-Muzani supaya kita dijaga oleh Allah dari maksiat dan kejelekan dengan bertakwa. Kalimat ‘ishmah dalam do'a ini maksudnya adalah agar Allah menyelamatkan kita dari kejelekan. Juga dalam do'a di atas, Imam Al-Muzani mendo'akan supaya kita diberi petunjuk oleh Allah untuk mengamalkan sunnah Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam. Al-huda yang dimaksud dalam do'a ini adalah syari’at Rasul.
 
PENGERTIAN TAKWA 

Takwa secara bahasa berarti menjadikan pelindung.  
Secara istilah syar’i, takwa adalah menjadikan antara diri kita dan azab Allah pelindung dengan menjalan perintah dan menjauhi larangan Allah.

Ibnu Taimiyah rahimahullah memberikan kita penjelasan menarik mengenai pengertian takwa. Beliau rahimahullah berkata, 
 
"Takwa adalah seseorang beramal ketaatan pada Allah atas cahaya (petunjuk) dari Allah karena mengharap rahmat-Nya dan ia meninggalkan maksiat karena cahaya (petunjuk) dari Allah karena takut akan siksa-Nya.”  
[Majmu’ah Al-Fatawa, 10 : 433]
 
HIDAYAH MILIK ALLAH 

Dari Ibnul Musayyib, dari ayahnya, ia berkata, Ketika menjelang Abu Thalib (paman Nabi shallallahu alaihi wa sallam) meninggal dunia, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menemuinya. Ketika itu di sisi Abu Thalib terdapat ‘Abdullah bin Abu Umayyah dan Abu Jahl. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan pada pamannya ketika itu,

أَىْ عَمِّ ، قُلْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ . كَلِمَةً أُحَاجُّ لَكَ بِهَا عِنْدَ اللَّهِ

"Wahai pamanku, katakanlah laa ilaha illalah’ yaitu kalimat yang aku nanti bisa beralasan di hadapan Allah (kelak).

Abu Jahl dan ‘Abdullah bin Abu Umayyah berkata,

يَا أَبَا طَالِبٍ ، تَرْغَبُ عَنْ مِلَّةِ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ

Wahai Abu Thalib, apakah engkau tidak suka pada agamanya Abdul Muthallib? Mereka berdua terus mengucapkan seperti itu, namun kalimat terakhir yang diucapkan Abu Thalib adalah ia berada di atas ajaran Abdul Mutthalib."

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian mengatakan,

لأَسْتَغْفِرَنَّ لَكَ مَا لَمْ أُنْهَ عَنْهُ

"Sungguh aku akan memohonkan ampun bagimu wahai pamanku, selama aku tidak dilarang oleh Allah."

Kemudian turunlah ayat,

مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آَمَنُوا أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوا أُولِي قُرْبَى مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ

"Tidak pantas bagi seorang Nabi dan bagi orang-orang yang beriman, mereka memintakan ampun bagi orang-orang yang musyrik, meskipun mereka memiliki hubungan kekerabatan, setelah jelas bagi mereka, bahwa orang- orang musyrik itu adalah penghuni neraka Jahanam.”  
[QS. At-Taubah : 113]

Allah Ta’ala pun menurunkan ayat,

إِنَّكَ لَا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ

"Sesungguhnya engkau (Muhammad) tidak bisa memberikan hidayah (ilham dan taufik) kepada orang-orang yang engkau cintai.”  
[QS. Al-Qasshash : 56]  
[HR. Bukhari, No. 3884]

Dari pembahasan hadits di atas dapat disimpulkan hidayah itu ada dua (2) macam :

1. Hidayah irsyad wa dalalah, maksudnya adalah hidayah berupa memberi petunjuk pada orang lain.

2. Hidayah taufik, maksudnya adalah hidayah untuk membuat seseorang itu taat pada Allah.

Imam Al-Muzani rahimahullah berkata,

أَمَّا بَعْدُ فَإِنَّكَ أَصْلَحَكَ اللهُ سَأَلْتَنِي أَنْ أُوْضِحَ لَكَ مِنَ السُّنَّةِ أَمْرًا تُصَبِّرَ نَفْسَكَ عَلَى التَّمَسُّكِ بِهِ وَتَدْرَأُ بِهِ عَنْكَ شُبَهَ الْأَقَاوِيْلِ وَزِيْغَ مُحْدَثَاتِ الضَّالِّيْنَ وَقَدْ شَرَحْتُ لَكَ مِنْهَاجًا مُوَضَّحًا مُنِيْرًا لَمْ آلَ نَفسِي وَإِيَّاك فِيهِ نُصْحًا

"Amma Ba’du.....
Semoga Allah memperbaiki keadaanmu, sesungguhnya Anda telah meminta kepadaku untuk menjelaskan As-Sunnah dengan penjelasan yang membuat jiwa Anda bisa bersabar dalam berpegang teguh dengannya, dan dengan penjelasan tersebut bisa menolak ucapan- ucapan yang mengandung syubhat (kerancuan), dan penyimpangan orang-orang yang mengada-ada lagi sesat.  
Aku akan menjelaskan (sebentar lagi) manhaj (metode) yang jelas dan terang benderang dengan sepenuh jiwa, moga sebagai nasihat untukku, juga Anda."
 
Muqaddimah ini maksudnya ada yang meminta kepada beliau untuk menjelaskan akidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah, lantas beliau memenuhinya dengan menuliskan risalah ini. 

BERPEGANG TEGUH DENGAN  SUNNAH ITU  BUTUH KESABARAN DAN BERAT UNTUK  DIJALANKAN

Akidah ini butuh dijelaskan agar selamat dari berbagai pemikiran menyimpang dan dari berbagai bid’ah yang dibuat-buat oleh orang yang sesat. Beliau menjelaskan dengan sejelas-jelasnya manhaj (metode) beragama yang dimaksud. Yang diharapkan, hal ini sebagai nasihat untuk beliau dan juga yang membaca tulisan beliau.

UCAPAN AMMA BA'DU 

Ucapan Amma Ba’du termasuk dalam fashlul khitab yang dimaksudkan dalam ayat yang membicarakan tentang Nabi Daud ‘alaihis salam,

وَشَدَدْنَا مُلْكَهُ وَآتَيْنَاهُ الْحِكْمَةَ وَفَصْلَ الْخِطَابِ

"Dan Kami kuatkan kerajaannya dan Kami berikan kepadanya hikmah dan kebijaksanaan dalam menyelesaikan perselisihan.”  
[QS. Shaad : 20].

Hikmah yang dimaksud di sini adalah Kitabullah dan mengikuti isinya, sebagaimana pendapat Qatadah. As-Sudi menyatakan hikmah yang dimaksud adalah nubuwwah (kenabian).

Abu Musa menyatakan bahwa kalimat Amma Ba’du” pertama kali diucapkan oleh Daud ‘alaihis salam yaitu sebagai fashlul khitab, pemisah pembicaraan.  
Asy-Sya’bi juga menyatakan bahwa yang dimaksud dengan fashlul khitab adalah kalimat Amma Ba’du”. Demikian disebutkan dalam Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, karya Ibnu Katsir rahimahullah.

Ucapan Amma Ba’du sendiri punya tujuan untuk masuk dalam materi yang dimaksud. Hal ini dijelaskan oleh Syaikh Khalid bin Mahmud Al-Juhani dalam penjelasan Syarhus Sunnah.
 
PENGUNAAN ISTILAH SUNNAH  

PERTAMA  
Sunnah bisa maksudnya adalah petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam secara umum dalam segala urusan beliau. 

Menurut ulama hadits, sunnah adalah ucapan, perbuatan, persetujuan, hingga sifat fisik, dan akhlak Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sedangkan menurut ulama Ushul, sunnah adalah ucapan, perbuatan, dan persetujuan yang dinukil dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

KE-DUA 
Sunnah digunakan untuk lawan kata dari bid’ah. 

Orang yang berpegang teguh dengan sunnah disebut ahli sunnah.

Al-Hafizh Abu ‘Amr bin Ash-Shalah rahimahullah pernah ditanya, sebagian orang bertanya tentang Imam Malik bahwa ia menggabungkan sunnah dan hadits. Lalu apa perbedaan antara As-Sunnah dan Al-Hadits?

Ibnu Ash-Shalah rahimahullah menjawab, As-Sunnah di sini adalah lawan kata dari bid’ah.  
Bisa saja seorang menjadi ahli hadits namun ia adalah seorang ahli bid’ah (mubtadi’).   

Imam Malik, semoga Allah meridhai beliau, menggabungkan dua sunnah. Beliau itu paham masalah sunnah (hadits) dan keyakinan beliau adalah berpegang pada kebenaran (bukan berpegang pada bid’ah). Wallahu a’lam.”  
[Fatawa Ibnu Ash-Shalah, 1 : 139-140]

KE-TIGA  
Sunnah berarti dianjurkan, yaitu lawan dari wajib. 
  
Istilah ini digunakan oleh para fuqaha (pakar fikih).

KE-EMPAT  
Istilah As-Sunnah bisa dimaksud juga adalah akidah.  
 
Seperti yang disebut dalam muqaddimah Imam Al-Muzani di sini. Di sini akidah disebut dengan sunnah karena tidak ada ruang bagi akal untuk masuk dalam masalah akidah.
 
SABAR BERPEGANG TEGUH PADA SUNNAH NABI 

Sabar secara bahasa artinya menahan diri. Sabar secara istilah syar’i berarti menahan hati dari murka, menahan lisan dari banyak mengeluh, dan menahan anggota badan dari berbuat yang melampaui batas.

Sabar sendiri ada tiga yaitu sabar dalam ketaatan kepada Allah, sabar dari berbuat maksiat kepada Allah, dan sabar dalam menghadapi ujian (cobaan) dari Allah.

Kenapa kita mesti bersabar ketika menjalankan sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam?  
Hal ini diterangkan dalam hadits-hadits berikut.

Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

يَأْتِى عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ الصَّابِرُ فِيهِمْ عَلَى دِينِهِ كَالْقَابِضِ عَلَى الْجَمْرِ

"Akan datang kepada manusia suatu zaman, orang yang berpegang teguh pada agamanya seperti orang yang menggenggam bara api.”  
[HR. Tirmidzi, No. 2260. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini hasan].

Dari ‘Abdurrahman bin Sannah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

بَدَأَ الإِسْلاَمُ غَرِيباً ثُمَّ يَعُودُ غَرِيباً كَمَا بَدَأَ فَطُوبَى لِلْغُرَبَاءِ قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَنِ الْغُرَبَاءُ قَالَ الَّذِينَ يُصْلِحُونَ إِذَا فَسَدَ النَّاسُ

"Islam itu akan datang dalam keadaan asing dan kembali lagi dalam keadaan asing seperti awalnya. Beruntunglah orang-orang yang asing. Lalu ada yang bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengenai ghuroba’, lalu beliau menjawab, “(Ghuroba atau orang yang terasing adalah) mereka yang memperbaiki manusia ketika rusak.”  
[HR. Ahmad, 4 : 74. Berdasarkan jalur ini, hadits ini dha’if. Namun ada hadits semisal itu riwayat Ahmad, 1 : 184 dari Sa’ad bin Abi Waqqash dengan sanad jayyid]

Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

طُوبَى لِلْغُرَبَاءِ فَقِيلَ مَنِ الْغُرَبَاءُ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ أُنَاسٌ صَالِحُونَ فِى أُنَاسِ سَوْءٍ كَثِيرٍ مَنْ يَعْصِيهِمْ أَكْثَرُ مِمَّنْ يُطِيعُهُمْ

"Beruntunglah orang-orang yang terasing.Lalu siapa orang yang terasing wahai Rasulullah”, tanya sahabat. Jawab beliau, “Orang-orang yang shalih yang berada di tengah banyaknya orang-orang yang jelek, lalu orang yang mendurhakainya lebih banyak daripada yang mentaatinya.”  
[HR. Ahmad, 2 : 177. Hadits ini hasan lighairihi, kata Syaikh Syu’aib Al-Arnauth]

TUGAS MUSLIM, SALING MENASEHATI 

Dari muqaddimah di atas, diajarkan pula untuk saling menasihati.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

حَقُّ اَلْمُسْلِمِ عَلَى اَلْمُسْلِمِ سِتٌّ: إِذَا لَقِيتَهُ فَسَلِّمْ عَلَيْهِ, وَإِذَا دَعَاكَ فَأَجِبْهُ, وَإِذَا اِسْتَنْصَحَكَ فَانْصَحْهُ, وَإِذَا عَطَسَ فَحَمِدَ اَللَّهَ فَسَمِّتْهُوَإِذَا مَرِضَ فَعُدْهُ, وَإِذَا مَاتَ فَاتْبَعْهُ

"Hak muslim kepada muslim yang lain ada enam.” Beliau shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda, ” 
(1) Apabila engkau bertemu, ucapkanlah salam kepadanya;  
(2) Apabila engkau diundang, penuhilah undangannya;  
(3) Apabila engkau dimintai nasihat, berilah nasihat kepadanya; 
(4) Apabila dia bersin lalu dia memuji Allah (mengucapkan alhamdulillah’), doakanlah dia (dengan mengucapkan yarhamukallah’);  
(5) Apabila dia sakit, jenguklah dia; dan   
(6) Apabila dia meninggal dunia, iringilah jenazahnya (sampai ke pemakaman).”   
[HR. Muslim, No. 2162]

Wallahu waliyyut taufiq, semoga Allah Ta'ala  beri petunjuk.

Sabtu, 10 Februari 2024

Tadabbur Al-Quran Hal. 358

Tadabbur Al-Quran Hal. 358
----------------------------------------------
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

- Al Qur'an Indonesia Tajwid.

- An-Nur ayat 61 :

لَيْسَ عَلَى الْاَعْمٰى حَرَجٌ وَّلَا عَلَى الْاَعْرَجِ حَرَجٌ وَّلَا عَلَى الْمَرِيْضِ حَرَجٌ وَّلَا عَلٰٓى اَنْفُسِكُمْ اَنْ تَأْكُلُوْا مِنْۢ بُيُوْتِكُمْ اَوْ بُيُوْتِ اٰبَاۤىِٕكُمْ اَوْ بُيُوْتِ اُمَّهٰتِكُمْ اَوْ بُيُوْتِ اِخْوَانِكُمْ اَوْ بُيُوْتِ اَخَوٰتِكُمْ اَوْ بُيُوْتِ اَعْمَامِكُمْ اَوْ بُيُوْتِ عَمّٰتِكُمْ اَوْ بُيُوْتِ اَخْوَالِكُمْ اَوْ بُيُوْتِ خٰلٰتِكُمْ اَوْ مَا مَلَكْتُمْ مَّفَاتِحَهٗٓ اَوْ صَدِيْقِكُمْۗ  لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ اَنْ تَأْكُلُوْا جَمِيْعًا اَوْ اَشْتَاتًاۗ فَاِذَا دَخَلْتُمْ بُيُوْتًا فَسَلِّمُوْا عَلٰٓى اَنْفُسِكُمْ تَحِيَّةً مِّنْ عِنْدِ اللّٰهِ مُبٰرَكَةً طَيِّبَةً ۗ كَذٰلِكَ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمُ الْاٰيٰتِ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُوْنَ ࣖ

Tidak ada halangan bagi orang buta, tidak (pula) bagi orang pincang, tidak (pula) bagi orang sakit, dan tidak (pula) bagi dirimu, makan (bersama-sama mereka) di rumah kamu atau di rumah bapak-bapakmu, di rumah ibu-ibumu, di rumah saudara-saudaramu yang laki-laki, di rumah saudara-saudaramu yang perempuan, di rumah saudara-saudara bapakmu yang laki-laki, di rumah saudara-saudara bapakmu yang perempuan, di rumah saudara-saudara ibumu yang laki-laki, di rumah saudara-saudara ibumu yang perempuan, (di rumah) yang kamu miliki kuncinya [571] atau (di rumah) kawan-kawanmu. Tidak ada halangan bagi kamu makan bersama-sama mereka atau sendiri-sendiri. Apabila kamu memasuki rumah-rumah hendaklah kamu memberi salam (kepada penghuninya, yang berarti memberi salam) kepada dirimu sendiri, dengan salam yang penuh berkah dan baik dari sisi Allah. Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat(-Nya) bagimu, agar kamu mengerti.

- [571] Rumah yang diserahkan kepadamu untuk mengurusnya.

- Mu'jam An-Nur ayat 61 :

حَرَجٌ

Al-Haraj dan A-Haraj arti asalnya ialah perkumpulan sesuatu. Dari kata tersebut tergambar makna kesempitan. Maka dikatakan untuk kesempitan Harajun dan untuk dosa Harajun juga. Allah Swt. berfirman, { Šumma La Yajidūna fi Anfusihim Harajan... } artinya { ... (sehingga) kemudian tidak ada rasa keberatan dalam hati mereka... } (Q5 An-Nisā, 4: 65), dan firman-Nya, { ..wamā Ja' ala alaikum fid Dini min Harajin..} artinya { ..dən Dia tidak menjadikan kesukaran untukmu dalam agama.. } (0S Al Haj.22: 78). Sebagai gambaran sempitnya dada seperti dalam firman-Nya, { ..Dia jadikan dadanya sempit dan sesak.. } (0S Al-An'am, 6: 125) (Ar-Rägib Al-Asfahāni, Mujam Mufradati Alfäzil Qurāni, 1431 H/2010 M: 87)

- Asbabun Nuzul An-Nur ayat 61 :

Abdurrazzaaq berkata, "Muammar memberi tahu kami dari Ibnu Abi Najih dari Mujahid bahwa dahulu orang menuntun orang buta, orang pincang, dan orang sakit ke rumah ayahnya, rumah saudara lelakinya, rumah saudara wanitanya, atau rumah bibinya. Sementara orang-orang yang sakit kronis enggan melakukan hal itu. mereka berkata,"Mereka membawa kita ke rumah selain rumah mereka sendiri!' Maka tururlah ayat ini sebagai rukhshah bagi mereka." Ibnu Jarir meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa ketika Allah menurunkan ayat, "Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar),.. ." (an-Nisaa': 29) Kaum muslimin berkata, "Allah melarang kita memakan harta benda di antara sesama kita dengan cara yang batin. Karena makanan termasuk harta paling afdhal, berarti seseorang tidak boleh makan di tempat orang lain." Maka orang-orang pun berhenti melakukannya, sehingga turun ayat, "Tidak ada halangan bagi orang buta, tidak (pula) bagi orang pincang, tidak (pula) bagi orang sakit, dan tidak (pula) hagi dirimu,..." sampai firman-Nya, "Tidak ada halangan bagi kamu makan bersama-sama mereka atau sendiri-sendiri."

Adh-Dhahhak meriwayatkan bahwa dahulu sebelum Nabi saw. diutus, orang-orang jahiliah pada waktu makan tidak mau ditemani orang buta, orang sakit, atau orang pincang, sebab orang buta tidak dapat melihat makanan yang bagus, orang yang sakit tidak dapat menyantap makanan seperti orang sehat, dan orang pincang tidak dapat berdesakan untuk mendapat makanan. Maka, turunlah rukhshah tentang makan bersama mereka. Ia meriwayatkan dari Maqsim bahwa dahulu mereka enggan makan bersama orang buta dan orang pincang. Maka turunlah ayat ini.

Ats-Tsa'labi meriwayatkan dalam tafsirnya dari Ibnu Abbas bahwa al-Harits berangkat perang bersama Rasulullah dan dia meninggalkan keluarganya dalam penjagaan Khalid bin Zaid, tapi dia segan makan makanan mereka sebab dia sakit. Maka turunlah firman Allah, "Tidak ada halangan bagi orang buta, tidak (pula) bagi orang pincang, tidak (pula) bagi orang sakit, dan tidak (pula) bagi dirimu,..."

Al-Bazzar meriwayatkan dengan sanad yang shahih dari Aisyah bahwa kaum muslimin sangat ingin pergi berperang bersama Rasulullah. Maka mereka pun menyerahkan kunci rumah-rumah mereka kepada orang-orang yang sakit keras disertai pesan kepada mereka, "Kami izinkan kalian makan apa saja yang kalian inginkan!" Akan tetapi mereka (orang-orang yang sakit itu) berkata, "Kita tidak boleh makan, sebab mereka memberi izin tidak secara sukarela." Maka Allah menurunkan ayat, "Tidak ada halangan bagi orang buta, tidak (pula) bagi orang pincang, tidak (pula) bagi orang sakit, dan tidak (pula) bagi dirimu," hingga firman-Nya, "Tidak ada halangan bagi kamu makan bersama-sama mereka atau sendiri-sendiri."

Ibnu Jarir meriwayatkan dari az-Zuhri bahwa ia ditanya tentang ayat ini. "Mengapa orang buta, orang pincang, dan orang sakit disebut di sini?" Ia menjawab, "Ubaidillah bin Abdullah memberi tahuku bahwa dahulu apabila kaum muslimin pergi berperang, mereka meninggalkan orang-orang sakit keras dan menyerahkan kunci rumah kepada mereka, disertai pesan, 'Kami izinkan kalian makan apa saja yang ada di rumah kami.' Akan tetapi orang-orang sakit itu merasa segan melakukannya. Kata mereka, 'Kita tidak boleh memasuki rumah mereka sewaktu mereka tidak ada.' Maka Allah menurunkan ayat ini sebagai rukhshah bagi mereka." Ia meriwayatkan dari Qatadah bahwa ayat, "Tidak ada halangan bagi kamu makan bersama-sama mereka atau sendiri-sendiri, "turun tentang satu marga bangsa Arab, yang salah seorang dari mereka tidak mau makan seorang diri, dan selalu membawa makanannya setengah harian sampai dia temukan seseorang yang makan bersamanya. Ia meriwayatkan dari 'Ikrimah dan Abu Shaleh, kata mereka, "Apabila orang-orang Anshar menerima tamu, mereka tidak makan hingga si tamu makan bersama mereka. Maka turunlah ayat ini sebagai rukhshah bagi mereka."

- Tafsir lbnu Kasir :

{ Tidak ada halangan bagi orang buta, tidak (pula) bagi orang pincang, tidak (pula) bagi orang sakit, dan tidak (pula) bagi dirimu, makan (bersama-sama mereka) di rumah kamu atau di rumah bapak-bapakmu, di rumah ibu-ibumu, di rumah saudara-saudaramu yang laki-laki, di rumah saudara-saudaramu yang perempuan, di rumah saudara-saudara bapakmu yang laki-laki, di rumah saudara-saudara bapakmu yang perempuan, di rumah saudara-saudara ibu-mu yang laki-laki, di rumah saudara-saudara ibumu yang perempuan, (di rumah) yang kamu miliki kuncinya atau (di rumah) kawan-kawanmu. Tidak ada halangan bagi kamu makan bersama-sama mereka atau sendiri-sendiri. Apabila kamu memasuki rumah-rumah, hendaklah kamu memberi salam (kepada penghuninya, yang berarti memberi salam) kepada dirimu sendiri, dengan salam yang penuh berkah dan baik dari sisi Allah. Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat(-Nya) bagimu, agar kamu mengerti. } (QS An-Nūr, 24: 61).

Sebagian ulama mengatakan bahwa maksudnya adalah mereka hendak keluar untuk makan bersama orang yang buta, karena ia tidak bisa melihat makanan dan yang lainnya dari makanan yang baik-baik, karena seringkali didahului oleh orang lain. Begitu pula orang yang pincang. karena tidak tegak ketika duduknya, ia lemah ketika duduknya, karena yang sakit tidak bisa makan seperti yang lain. Namun mereka (yang mengajak makan) tidak merasa nyaman makan bersama mereka karena dikhawatirkan mengganggu. Lalu turunlah ayat ini sebagai Rukhsah (keringanan) dalam masalah itu.

Adapun firman Allah Swt., { ...di rumah) yang kamu miliki kuncinya...} Az-Zuhri berkata, dari "Urwah, dari Aisyah Ra., ia berkata, "Dulu kaum muslimin menginginkan pergi ke medan perang bersama Rasulullah Saw. lalu mereka melarang pembantu rumah ikut dalam jamuan makan seraya berkata, "Kami telah halalkan bagi kalian makanan yang kami sediakan." Yaitu mereka hanya mengizinkan makan makanan yang tidak bagus untuk diri mereka. Maka turunlah ayat { (di rumah) yang kamu miliki kuncinya}. Ayat ini merupakan Rukhşah (keringanan) dari Allah Swt. mengenai seorang yang makan sendirian dan makan bersama-sama. Makan bersama itu lebih utama dan lebih berkah, sebagaimana riwayat Imam Ahmad, dari Wahsyi bin Harb, dari ayahnya, dari kakeknya, ia berkata, "Ada seseorang yang bertanya kepada Nabi Saw., 'Kami makan tetapi kami tidak kunjung merasa kenyang?" Nabi Saw. bersabda, 'Barangkali kamu makan sendirian, makanlah dengan berkumpul dan sebutlah nama Allah, Allah akan berkahi kalian." Dalam riwayat lbnu Mājah, hadis yano diterima sahabat Umar, dari Rasulullah Saw  beliau bersabda, "Makanlah bersama-samal tidak sendirian karena keberkahan terdapat dalam sebuah kumpulan." (Ibnu Kašir, Tafsirul Qurānil Azimi, Jilid 10, 1421 H/2000 M: 275, 276).

- Riyāduş şālihin :

Dari Abu Hurairah Ra., dia berkata, Rasulullah Saw. bersabda, Jika salah seorang dari kalian diundang. hendaklah ia penuhi undangan tersebut, jika ia sedang berpuasa, hendaklah ia mendoakannya, dan jika ia sedang tidak berpuasa, hendaklah ia memakannya." (HR Muslim).

Hadis di atas memberikan faedah tentang anjuran makan apabila diundang ke walimah urusy. (Dr. Mustafā Sa'id Al-Khin, Nuzhatul Muttaqina Syarhu Riyādis Şālibina, Juz 1, 1407 H/1987 M: 604).

- Hadiš Nabawi :

Dari Anas bin Malik, dia berkata, Abu Talhah berkata kepada Ummu Sulaim, "Aku mendengar suara Rasulullah Saw. telah melemah, dan aku tahu bahwa beliau sedang lapar. Apakah kamu mempunyai sesuatu?" Maka Ummu Sulaim mengeluarkan beberapa bulatan gandum, mengeluarkan tudungnya lalu menutup roti itu, dan meletakkannya di balik pakaianku. la juga memberikan sebagiannya padaku lalu mengutusku untuk menemui Rasulullah Saw. Aku pun membawanya dan mendapati Rasulullah Saw. sedang berada di dalam masjid bersama orang-orang. Aku berdiri di tengah-tengah mereka, maka Rasulullah Saw. bertanya padaku, Apakah kamu diutus oleh Abu Talhah?" Aku menjawab, Ya.' Beliau bertanya lagi, Dengan membawa makanan? Aku menjawab, Ya. Akhirnya Rasulullah Saw. bersabda kepada orang-orang yang saat itu sedang bersamanya, "Beranjaklah." Maka mereka pun segera beranjak pergi (ke tempat Abu Talhah) dan aku segera bergegas ke hadapan mereka hingga aku sampai di tempat Abu Talhah. Lalu Abu Talhah pun berkata, Wahai Ummu Sulaim, sesungguhnya Rasulullah Saw. telah datang bersama orang-orang, sementara kita tidak memiliki persediaan makanan untuk menjamu mereka. Ummu Sulaim berkata, Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui. Akhirnya Abu Talhah pergi hingga bertemu dengan Rasulullah Saw. Maka Abu Talhah menyambut Rasulullah Saw. hingga keduanya masuk. Rasulullah Saw. bersabda, Wahai Ummu Sulaim, keluarkanlah makanan yang kamu miliki." Maka Ummu Sulaim pun mengeluarkan roti itu. Lalu Nabi Saw. menyuruh untuk meremukkan roti, sementara Ummu Sulaim meremas-remas samin untuk lauknya. Kemudian Rasulullah Saw. membacakan sesuatu padanya sekehendak Allah. Sesudah itu beliau bersabda, 'lzinkanlah untuk sepuluh orang.' Lalu ia pun mengizinkan mereka dan mereka pun makan hingga kenyang dan keluar. Beliau bersabda lagi, Izinkan untuk sepuluh orang lagi.' la pun mengizinkan mereka hingga mereka makan sampai kenyang dan keluar. Beliau bersabda lagi, lzinkan untuk sepuluh orang lagi. la pun mengizinkan mereka hingga mereka semua makan sampai kenyang lalu keluar.
Setelah itu, beliau mengizinkan lagi untuk sepuluh orang. Akhirnya mereka semua makan dan kenyang, padahal jumlah mereka ada delapan puluh orang. (HR Bukhari, Sahihu' Bukhāri, Juz 3, No. Hadis, 5381 1422 H: 432).

- Hadis Qudsi :

Dari Abu Hurairah Ra., dia berkata, Nabi Saw. bersabda, "Tidaklah seorang muslim meninggal dunia dan kebaikannya dipersaksikan oleh tiga rumah dari tetangga dekatnya, melainkan Allah Swt. akan berfirman, Aku telah menerima persaksian hamba-hamba-Ku atas apa yang mereka ketahui, dan Aku mengampuni atas apa yang Aku ketahui." (HR Imam Ahmad). (Syaikh Mustafa Al-Adawy, Sahihu'l Ahādisil Qudsiyyati, t.t. :72).

- Penjelasan Surah An-Nur Ayat 59-61 :

Ayat 59-61 meneruskan penjelasan ayat 58 terkait sebagian etika di rumah.

Anak-anak yang sudah dewasa wajib meminta izin terlebih dahulu jika mereka hendak masuk ke kamar orang tua mereka, sebagaimana cara yang dijelaskan pada ayat 58. Ini adalah sistem Allah yang nyata manfaatnya  dan sangat bijaksana. 

Wanita-wanita yang sudah tua dan tidak ada lagi hasrat untuk menikah, dibolehkan membuka sebagian pakaian luar, tanpa berdandan. Namun demikian, menjaga kesucian dengan menutup semua aurat lebih baik bagi mereka. Allah Maha Mendengar isi hati mereka dan Maha Mengetahui tingkah laku mereka.

Di zaman Nabi Saw. ada orang yang tidak mau makan bersama anggota keluarga yang cacat seperti buta, pincang dan sakit, karena takut memakan hak makanan mereka. Mereka khawatir lebih cepat makan dari saudara-saudara yang cacat itu. Setelah turun ayat ini maka diboleh makan bersama mereka untuk merealisaikan makna ukhuwah dan kebersamaan.

Begitu pula di zaman Nabi Saw. banyak yang tidak mau makan sendirian, kecuali jika ditemani, khususnya di rumah ibu, bapak, saudara laki-laki, saudara perempuan, saudara laki-laki dari bapak, saudara perempuan dari bapak, saudara laki-laki dari ibu, saudara perempuan dari ibu, atau rumah yang diamanahkan untuk menjaganya, atau teman akrab. Setelah turun ayat ini dibolehkan makan di rumah-rumah tersebut di atas, baik makan bersama-sama ataupun sendiri-sendiri. 

Sebelum masuk ke dalam rumah sendiri hendaklah memberi salam terlebih dahulu sebagai ucapan penghormatan yang penuh berkah dan kebaikan dari Allah Ta’ala. Salamnya ialah: as-salāmu ‘alainā wa ‘alā ‘ibadillāhis-salihīn. Selamat sejahtera bagi kami dan hamba-hamba Allah yang saleh.

Sistem-sistem Allah tersebut sangat jelas manfaatnya bagi orang-orang yang mau menggunakan akalnya dengan baik.

Senin, 05 Februari 2024

Kebanyakan Orang Masuk Surga dan Neraka

One Day One Hadits (293)
------------------------------------------
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

Kebanyakan Orang Masuk Surga dan Neraka

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ سُئِلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ أَكْثَرِ مَا يُدْخِلُ النَّاسَ الْجَنَّةَ فَقَالَ تَقْوَى اللَّهِ وَحُسْنُ الْخُلُقِ وَسُئِلَ عَنْ أَكْثَرِ مَا يُدْخِلُ النَّاسَ النَّارَ فَقَالَ الْفَمُ وَالْفَرْجُ . 

Dari Abu Hurairah ra. berkata,
“Rasulullah saw. ditanya tentang perkara yang menyebabkan banyak memasukkan seseorang ke dalam surga, beliau menjawab, “Takwa kepada Allah dan berakhlak yang baik.” Beliau ditanya pula mengenai perkara yang banyak memasukkan orang dalam neraka, jawab beliau, “Perkara yang disebabkan karena mulut dan kemaluan.”.
(HR. Tirmidzi no. 2004 dan Ibnu Majah no. 4246. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih).

Pelajaran yang terdapat di dalam hadits:

1. Takwa kepada Allah Ta’ala, pengertian dari kalimat ini adalah menjalankan semua perkara yang diperintahkan oleh Allah dan meninggalkan semua larangan yang dilarang oleh-Nya, inilah yang disebut dengan takwa, karena takwa diambil dari kata wiqoyah, yang berarti bahwa semua manusia meminta perlindungan dari adzab Allah dan tidak ada sesuatupun yang dapat melindungi dari adzab Allah kecuali menjalankan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya.

2. Sedangkan akhlak merupakan tolak ukur kesempurnaan iman seorang hamba sebagaimana telah disabdakan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam : “Orang mukmin yang paling sempurna imannya ialah yang terbaik akhlaknya.”

3. Dan kebanyakan yang menyebabkan manusia masuk ke dalam neraka adalah mulut dan kemaluan. Adapun mulut yakni ucapan lisannya karena sesungguhnya manusia terkadang mengucapkan kalimat tanpa peduli kalau hal tersebut akan menyebabkan ia masuk ke dalam neraka.

4. Karena aktifitas lidah itu tidak melelahkan, maka sering didapatkan orang banyak bicara sesuatu yang membahayakan dirinya, seperti ghibah, namimah, melaknat, mencela, dan mencaci, akan tetapi ia tidak menyadari hal itu, sehingga ia memperoleh dosa yang banyak karena perbuatannya itu.

5. Adapun farj (kemaluan) maksudnya di sini adalah zina, dan lebih keji dari itu adalah liwath (homo seksual). Hal yang demikian itu banyak menjerumuskan manusia terutama para pemuda. Membuat manusia terbuai, sedikit demi sedikit hingga mereka terjerumus pada kemaksiatan dan mereka tidak menyadarinya.

6. Ketika kita mengetahui hal-hal yang banyak menyebabkan seseorang masuk ke dalam syurga yaitu takwa dan berbuat baik, maka kita akan berusaha mendapatkannya, dan juga hal-hal yang menyebabkan seseorang masuk ke dalam neraka yaitu, mulut dan kemaluan, maka kita akan berusaha  untuk menjauhinya, 

Tema hadist yang berkaitan dengan Al-Quran:

1. Allah Swt. menganjurkan mereka agar bersegera mengerjakan kebajikan dan berlomba untuk memperoleh derajat taqarrub

وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالأرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ

Dan bersegeralah kalian kepada ampunan dari Tuhan kalian dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa. (Ali Imran: 133)

2. Tolak ukur ahlaq yang agung, yaitu ahlaq  nabi, sedang ahlaq yang agung yaitu Al-Qur'an

وَإِنَّكَ لَعَلى خُلُقٍ عَظِيمٍ

Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang luhur. (Al-Qalam: 4)

3. Allah akan menutup mulut orang-orang kafir yang mendustakan hari kiamat. Namun awalnya mereka berbicara dahulu sebagai pengakuan mereka bahwa mereka berlepas diri dari syirik.

ثُمَّ لَمْ تَكُنْ فِتْنَتُهُمْ إِلَّا أَنْ قَالُوا وَاللَّهِ رَبِّنَا مَا كُنَّا مُشْرِكِينَ

“Kemudian tiadalah fitnah mereka, kecuali mengatakan: “Demi Allah, Rabb kami, tiadalah kami mempersekutukan Allah.” (QS. Al-An’am: 23)

4-.Memelihara kemaluan itu adakalanya mengekangnya dari perbuatan zina

وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ

dan orang-orang yang menjaga kemaluannya. (Al Mu’minun: 5)

24 JAM di BULAN RAMADHAN

Tematik (187)
---------------------
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

24 JAM di BULAN RAMADHAN

Apa saja aktivitas penting di bulan Ramadhan untuk kita jaga?

1. Bangun tidur dan segera berwudhu, tujuannya agar terlepas dari ikatan setan.

2. Lakukan shalat tahajud walaupun hanya dua rakaat. Lalu menutup dengan shalat witir jika belum melakukan shalat witir ketika shalat tarawih.

3. Setelah shalat, berdoa sesuai dengan hajat yang diinginkan karena sepertiga malam terakhir (waktu sahur) adalah waktu terkabulnya doa.

4. Melakukan persiapan untuk makan sahur lalu menyantapnya. Ingatlah, dalam makan sahur terdapat keberkahan.

5. Waktu makan sahur berakhir ketika azan Shubuh berkumandang (masuknya fajar Shubuh).

6. Sambil menunggu Shubuh, perbanyak istighfar dan sempatkan membaca Al-Qur’an.

7. Bagi yang berada dalam keadaan junub, maka segera mandi wajib. Namun masih dibolehkan masuk waktu Shubuh dalam keadaan junub dan tetap berpuasa. Termasuk juga masih boleh masuk waktu Shubuh belum mandi suci dari haid.

8. Wajib bagi yang berpuasa menahan diri dari makan dan minum serta pembatal puasa lainnya mulai dari terbit fajar Shubuh hingga tenggelamnya matahari.

9. Ketika mendengar azan Shubuh lakukanlah lima amalan berikut.

mengucapkan seperti apa yang diucapkan oleh muazin.
bershalawat pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam setelah mendengar azan: ALLAHUMMA SHOLLI ‘ALA MUHAMMAD atau membaca shalawat ibrahimiyyah seperti yang dibaca saat tasyahud.
minta pada Allah untuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam wasilah dan keutamaan sebagaimana yang disebutkan dalam hadits Jabir bin ‘Abdillah: ALLAHUMMA ROBBA HADZIHID DA’WATIT TAAMMAH WASH SHOLATIL QOO-IMAH, AATI MUHAMMADANIL WASILATA WAL FADHILAH, WAB’ATSHU MAQOOMAM MAHMUUDA ALLADZI WA ‘ADTAH.
lalu membaca: ASYHADU ALLA ILAHA ILLALLAH WAHDAHU LAA SYARIKA LAH WA ANNA MUHAMMADAN ‘ABDUHU WA RASULUH, RADHITU BILLAHI ROBBAA WA BI MUHAMMADIN ROSULAA WA BIL ISLAMI DIINAA, sebagaimana disebutkan dalam hadits Sa’ad bin Abi Waqqash.
memanjatkan doa sesuai yang diinginkan. (Lihat Jalaa’ Al-Afham, hlm. 329-331)

10. Melaksanakan shalat Sunnah Fajar sebanyak dua raka’at.

11. Melaksanakan shalat Shubuh berjamaah di masjid bagi laki-laki dan berusaha mendapatkan takbir pertama bersama imam di masjid. Sedangkan shalat terbaik bagi wanita adalah di rumah, bahkan di dalam kamarnya.

12. Setelah melaksanakan shalat sunnah, menyibukkan diri dengan berdoa dan membaca Al-Qur’an. Ingat bahwa doa antara azan dan iqamah adalah doa yang terkabul.

13. Setelah shalat Shubuh berdiam di masjid untuk berdzikir seperti membaca dzikir pagi-petang, membaca Al-Qur’an dengan tujuan mengkhatamkannya dalam sebulan, atau mendengarkan majelis ilmu hingga matahari meninggi (kira-kira 15 menit setelah matahari terbit). Ketika matahari meninggi tadi, lalu melaksanakan shalat isyraq dua raka’at yang dijanjikan pahalanya haji dan umrah yang sempurna.

14. Sejak fajar menjalankan rukun dan tidak melakukan pembatal-pembatal puasa.

15. Saat puasa, meninggalkan hal-hal yang diharamkan yaitu berdusta, ghibah, namimah (adu domba), memandang wanita yang tidak halal, dan mendengarkan musik.

16. Melakukan shalat Dhuha minimal dua raka’at.

17. Memperbanyak sedekah di bulan Ramadhan.

18. Memperbanyak membaca Al-Quran, bahkan berusaha mengkhatamkannya di bulan Ramadhan.

19. Tetap beraktivitas dan bekerja seperti biasa. Sebaik-baik pekerjaan adalah pekerjaan dengan tangan sendiri.

20. Menjelang Zhuhur menyempatkan untuk tidur siang walau sesaat. Tidur seperti ini disebut qoilulah.

21. Ketika azan Zhuhur, melakukan lima amalan ketika mendengar azan sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya.

22. Melakukan shalat rawatib Zhuhur dan shalat Zhuhur berjamaah (bagi laki-laki) dan bagi wanita lebih baik shalat di rumah. Shalat rawatib berusaha dirutinkan 12 raka’at dalam sehari.

23. Menyiapkan makan berbuka puasa. Suami berusaha membantu pekerjaan istri di rumah.

24. Melaksanakan shalat sunnah qabliyah Ashar dua atau empat rakaat.

25. Dilarang melakukan shalat Sunnah setelah Shalat ‘Ashar.

26. Mempersiapkan makanan buka puasa untuk orang-orang yang akan berbuka di masjid-masjid terdekat. Atau bisa menjadi panitia pengurusan buka puasa di masjid.

27. Bermajelis menjelang berbuka.

28. Sibukkan diri dengan doa ketika menunggu berbuka.

29. Memenuhi adab-adab berbuka dan adab-adab makan saat berbuka:

Menyegerakan berbuka puasa
Berbuka dengan ruthab, tamer atau seteguk air
Sebelum makan berbuka, ucapkanlah ‘bismillah’ agar bertambah berkah
Berdoa ketika berbuka “‘DZAHABAZH ZHOMA-U WABTALLATIL ‘URUUQU WA TSABATAL AJRU INSYA ALLAH (artinya: Rasa haus telah hilang dan urat-urat telah basah, dan pahala telah ditetapkan insya Allah)”
Memanfaatkan waktu berbuka puasa untuk berdoa
Memberi makan pada yang berbuka puasa
Mendoakan orang yang beri makan berbuka
Minum dengan tiga nafas dan membaca ‘BISMILLAH’
Berdoa sesudah makan dengan minimal membaca ‘ALHAMDULILLAH’

30. Menjawab azan yang masih berkumandang, lalu berdoa setelahnya.

31. Menunaikan shalat Maghrib berjamaah di masjid bagi laki-laki, kemudian mengerjakan shalat sunnah rawatib ba’diyah Maghrib.

32. Membaca dzikir petang.

33. Makan hidangan berbuka puasa, bersama dengan keluarga dengan bersyukur kepada Allah atas segala nikmat-Nya.

34. Mempersiapkan shalat Isya dan Tarawih dengan berwudhu, memakai wewangian (bagi pria), dan berjalan ke masjid.

35. Menjawab muadzin, melaksanakan shalat Isya berjamaah di masjid, dan melakukan shalat sunnah rawatib ba’diyah Isya.

36. Melaksanakan shalat tarawih berjama’ah dengan sempurna di masjid, dan inilah salah satu keistimewaan Ramadhan. Banyak hadits yang menerangkan keutamaannya, di antaranya, “Siapa yang melakukan qiyam Ramadhan (shalat tarawih) atas dasar iman dan mengharapkan pahala dari Allah niscaya dosa-dosanya yang lalu akan diampuni.” (HR. Bukhari)

37. Tidak pergi hingga imam selesai agar dituliskan pahala shalat semalam suntuk, berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Apabila seseorang shalat Tarawih bersama imam hingga imam selesai, maka dianggap (dicatat) melakukan shalat semalam suntuk.” (HR. Abu Daud)

38. Membaca doa setelah shalat Witir.

39. Melakukan tadarus Al-Qur’an.

40. Jika tidak ada keperluan mendesak di malam hari, tidur lebih awal agar bisa bangun di sepertiga malam terakhir. Tidak begadang kecuali jika ada kepentingan mendesak.

Catatan Membaca Al-Qur’an
=============

1. Waktu-waktu yang dianjurkan untuk membaca Al-Qur’an pada bulan Ramadhan berbeda-beda untuk setiap orang. Namun secara umum dianjurkan pada waktu-waktu berikut ini: (1) antara azan dan iqamah untuk shalat fardhu, (2) setelah setiap selesai shalat fardhu, (3) menjelang berbuka puasa, (4) waktu sahur, (5) waktu-waktu senggang di sela-sela pekerjaaan atau belajar mengajar, atau ketika menunggu sesuatu, ketika menyetir (bagi yang hafal), bahkan ketika kita berhenti menunggu lampu hijau.

2. Kemampuan dan kekuatan setiap orang berbeda-beda. Ada yang mampu tamat sekali dalam sebulan, dua kali, tiga kali, atau lebih dari itu.

3. Alangkah baiknya apabila selain membanyakkan membaca Al-Qur’an, juga disertai dengan menghafalkan beberapa juz darinya selama bulan Ramadhan.

4. Berikut ini tabel yang dapat membantu program menamatkan Al-Qur’an pada bulan Ramadhan.
 
Semoga bermanfaat, moga menjadikan Ramadhan kita penuh berkah.