Sudah selayaknya seorang muslim mencintai orang yang mengamalkan dan mendakwahkan sunnah, bukannya mencintai orang yang mengamalkan dan mendakwahkan bid'ah, apalagi ia sebagai tokoh dari ahlul bid'ah.
(1). Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhu berkata :
"Demi Allah, aku yakin saat ini tidak ada seorangpun yang lebih diharapkan kematiannya di atas muka bumi ini oleh syaithan melebihi kematianku". Seseorang bertanya : "Mengapa ?" Ibnu Abbas berkata : "Demi Allah, bermacam-macam bid'ah telah bermunculan dari arah timur dan barat. Lalu bid'ah tersebut dibawa oleh seseorang sampai di hadapanku. Di saat bid'ah itu sampai di hadapanku, aku bergegas membungkamnya dengan Sunnah. Maka Sunnah memadamkannya" (Lihat al-Lalika'i di dalam I'tiqad Ahlus Sunnah 1/55 no. 12)
(2). Fudhail bin ’Iyadh rahimahullah berkata :
من أحب صاحب بدعة أحبط الله عمله وأخرج نور الإسلام من قلبه
"Barangsiapa yang mencintai ahlul bid’ah, maka Allah akan menggugurkan amalannya dan akan mengeluarkan cahaya Islam dari hatinya" (Al-Ibanah al-Kubra II/459 no. 440)
(3). Imam al-Auza'i rahimahullah berkata :
إذا ظهرت البدع فلم ينكرها أهل العلم صارت سنة
“Apabila muncul suatu bid'ah namun orang yang memiliki ilmu tidak mengingkarinya niscaya perbuatan tersebut akan dianggap sunnah" (Lihat Syarafu Ashhabil Hadits hal 17)
(4). Imam Malik rahimahullah berkata :
من ابتدع في الإسلام بدعة يراها حسنة ، فقد زعم أن محمدا صلى الله عليه وسلم خان الرسالة ، لأن الله يقول :{اليوم أكملت لكم دينكم}، فما لم يكن يومئذ دينا فلا يكون اليوم دينا
"Barangsiapa yang melakukan bid’ah di dalam Islam yang dianggapnya baik (hasanah), maka sungguh dia telah menganggap (Nabi) Muhammad telah mengkhianati risalah, karena Allah Ta’ala berfirman : "Pada hari ini Aku telah menyempurnakan agama kalian untuk kalian" (QS. Al-Maidah [5]: 3).
Maka perkara apa saja yang pada masa itu (saat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam hidup) tidak dianggap (sebagai bagian dari) agama, maka pada hari ini pun tidak (boleh) dianggap sebagai (bagian dari) agama" (Lihat al-I’tisham 1/49 oleh Imam asy-Syathibi 1/49)
(5). Imam Ahmad rahimahullah ditanya :
أيؤجر الرجل على بُغض من خالف حديث رسول الله ﷺ ؟
"Apakah seseorang mendapatkan pahala atas kebenciannya terhadap siapa saja yang menyelisihi hadits Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam?". Maka beliau menjawab : إي والله "Ya, demi Allah" (I’laamul Muwaqqi’iin IV/166)
الرَّجُلُ يَصُومُ وَيُصَلِّي وَيَعْتَكِفُ أَحَبُّ إلَيْك أَوْ يَتَكَلَّمُ فِي أَهْلِ الْبِدَعِ؟ فَقَالَ: إذَا صامَ وَصَلَّى وَاعْتَكَفَ فَإِنَّمَا هُوَ لِنَفْسِهِ وَإِذَا تَكَلَّمَ فِي أَهْلِ الْبِدَعِ فَإِنَّمَا هُوَ لِلْمُسْلِمِينَ هَذَا أَفْضَلُ
“Apakah orang yang berpuasa, sholat dan i’tikaf lebih baik ataukah yang berbicara tentang kejelekan ahlul bid’ah ? Maka beliau berkata : "Apabila ia berpuasa, sholat dan i’tikaf, maka manfaatnya hanyalah untuk dirinya sendiri, namun apabila ia berbicara tentang (kejelekan) ahlul bid’ah, maka manfaatnya untuk kaum muslimin, ini lebih baik" (Majmu’ Al-Fatawa 28/231)
(6). Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata :
"Seandainya Allah tidak memilih orang yang dapat menolak bahaya ahlul bid'ah maka rusaklah agama ini. Dan kerusakannya lebih dahsyat dari pada kerusakan yang ditimbulkan oleh musuh dari kalangan ahli perang, karena mereka jika telah menguasai tidak akan memulai dengan merusak hati serta agama kecuali terakhir. Adapun ahli bid'ah mereka langsung merusak hati" (Lihat Majmu' Al-Fatawa 28/231-232).
ﻓﺴﺎﺩ ﺍﻟﻴﻬﻮﺩ ﻭﺍﻟﻨﺼﺎﺭﻯ ﻇﺎﻫﺮ ﻟﻌﺎﻣﺔ ﺍﻟﻤﺴﻠﻤﻴﻦ، ﺃﻣﺎ ﺃﻫﻞ ﺍﻟﺒﺪﻉ ﻓﺈﻧﻪ ﻻ ﻳﻈﻬﺮ ﻓﺴﺎﺩﻫﻢ ﻟﻜﻞ ﺷﺨﺺ.
"Kerusakan Yahudi dan Nasrani jelas bagi keumuman kaum Muslimin, sedangkan ahlul bid'ah, kerusakan mereka tidak diketahui oleh setiap orang" (Lihat Majmu' Al-Fatawa 28/232)
(7). Syaikh Shalih al-Fauzan hafizhohullah berkata :
لا شك أن البدعة شر من المعصية، وخطر المبتدع أشد على الناس من خطر العاصى
"Tidak diragukan bahwa bid’ah lebih buruk dibandingkan maksiat, dan bahaya ahlul bid’ah lebih besar dibandingkan bahaya orang yang berbuat maksiat" (Al-Ajwibatul Mufidah hal 27)
Wallahu Waliyyut Taufiq Was Sadaad