بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

Senin, 30 September 2024

Kekhawatiran Nabi Terhadap Pemimpin Yang Bodoh

One Day One Hadits (320)
------------------------------------------
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

Kekhawatiran Nabi Terhadap Pemimpin Yang Bodoh

عن عوف بن مالك رضي الله عنه قال، قال رسول الله صلى الله عليه وسلم:
أَخَافُ عَلَيْكُمْ سِتًّا : إِمَارَةَ السُّفَهَاءِ وَ سَفْكَ الدَّمِ وَ بَيْعَ الْحُكْمِ وَ قَطِيْعَةَ الرَّحْمِ وَ نَشْوًا يَتَّخِذُوْنَ الْقُرْآنَ مَزَامِيْرَ وَ كَثْرَةَ الشُّرَطِ

Dari Auf bin Malik rodhiAllahu anhu berkata Rasulullah shalallahu alaihi wa salam bersabda:
"Aku khawatir atas kalian enam perkara: imarah sufaha (orang-orang yang bodoh menjadi pemimpin), menumpahkan darah, jual beli hukum, memutuskan silaturahim, anak-anak muda yang menjadikan Alquran sebagai seruling-seruling, dan banyaknya algojo (yang zalim)" (HR. ath Thabrani dalam Al Mu’jamul Kabiir 18/57 no 105)

Pelajaran yang terdapat di dalam hadits: 

1. Yang dimaksud dengan imarah sufaha adalah para pemimpin yang memimpin umat Islam tidak menggunakan sunnah Rasul dan Syariat Islam.
Dari Jabir bin Abdillah (ia berkata): "Sesungguhnya Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- pernah bersabda kepada Ka’ab bin ‘Ujrah: “Ya Ka’ab bin ‘Ujrah! Semoga Allah melindungimu dari pemerintahan yang bodoh!”. Ka’ab bin ‘Ujrah bertanya: “Kenapa demikian ya Rasulullah, dan siapakah pemerintahan yang bodoh itu?”.Beliau menjawab: “Para umarah (penguasa) yang akan datang nanti sesudahku, mereka tidak mengikuti petunjukku dan tidak mengamalkan Sunnahku. Maka barang siapa yang membenarkan kebohongan mereka dan menolong ke zhaliman mereka, maka mereka itu bukan dariku dan aku bukan dari mereka, dan mereka tidak akan dibawa ke telagaku (pada hari kiamat). Akan tetapi barang siapa yang tidak membenarkan kebohongan mereka dan tidak menolong kezhaliman mereka, maka mereka itu dariku dan aku dari mereka, dan mereka akan dibawa ke telagaku (pada hari kiamat)." (HR. Ahmad)

2. Pemimpin itu punya potensi dan peran yang sangat strategis, bagaimana bila pemimpin itu bodoh?.
Tanda tangannya itu bisa menentukn nasib banyak orang.

3. Sedangkan yang lain dikhawatirkan Rasûlullâh shallallah alaihi wa salam yaitu:

a. Menumpahkan darah. Saat ini tidak hanya membunuh yang darahnya tertumpah yang disebutkan disini, tetapi juga bisa meracuni orang atau bahkan dengan cara apapun bisa membunuh secara pelan-pelan misal lewat embargo dan sebagainya.

b. Jual beli hukum, salah satunya adalah suap menyuap dalam sebuah perkara.

c. Memutus silaturahim.
Memutus silaturrahim itu adalah dengan orang yang memiliki hubungan kekerabatan, baik karena hubungan darah ataupun karena perkawinan.

d. Anak-anak muda yang menjadikan al-Qur’an sebagai seruling-seruling. Mereka menyuarakan al-Qur'an dengan dinyanyikan tanpa memperhatikan kaidah tajwid dan makhroj sehingga persis seperti suara nyanyian.

e. Banyaknya algojo yang merupakan lambang kedzaliman. Algojo masa kini adalah orang-orang yang dibayar bertujuan untuk merampas hak orang lain. Pihak ini bisa saja penguasa ataupun juga orang yang memiliki kuasa.

Tema hadist yang berkaitan dengan Al Qur'an:

1. Orang yang bodoh (kurang sempurna akalnya) tidak boleh mentasorufkan harta lebih lagi menjadi pemimpin pemerintahan

وَلا تُؤْتُوا السُّفَهاءَ أَمْوالَكُمُ الَّتِي جَعَلَ اللَّهُ لَكُمْ قِياماً وَارْزُقُوهُمْ فِيها وَاكْسُوهُمْ وَقُولُوا لَهُمْ قَوْلاً مَعْرُوفاً 

Dan janganlah kalian serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaan) kalian yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. Berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik.[An-nisa:5]

2. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengkhawatirkan adanya imarah sufaha, karena mereka tidak mau mengambil petunjuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam peraturan, sehingga hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala dikesampingkan. Akibatnya, rusaklah kehidupan, padahal hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah kehidupan untuk manusia.

وَلَكُمْ فِي الْقِصَاصِ حَيَاةٌ يَاأُوْلِي اْلأَلْبَابِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

“Dan dalam qishas itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa.” (QS. Al Baqarah : 179).

Minggu, 29 September 2024

Tadabbur Al Quran Hal. 397

Tadabbur Al-Quran Hal. 397
----------------------------------------------
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

- Al Qur'an Indonesia Tajwid.

- Al-'Ankabut ayat 8 :

وَوَصَّيْنَا الْاِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حُسْنًا ۗوَاِنْ جَاهَدٰكَ لِتُشْرِكَ بِيْ مَا لَيْسَ لَكَ بِهٖ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا ۗاِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَاُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُوْنَ

Dan Kami wajibkan kepada manusia agar (berbuat) kebaikan kepada kedua orang tuanya. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang engkau tidak mempunyai ilmu tentang itu, maka janganlah engkau patuhi keduanya. Hanya kepada-Ku tempat kembalimu, dan akan Aku beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.

- Tafsir Al Muyassar Al-'Ankabut ayat 8 :

Kami mewasiatkan kepada manusia agar berbakti kepada bapak ibunya, berbuat baik kepada keduanya dengan perkataan dan perbuatan. Bila keduanya berusaha membawamu (wahai manusia) untuk mempersekutukan-Ku dalam beribadah kepada-Ku, maka jangan menaati perintahnya. Segala bentuk maksiat juga dikutkan ke dalam perihal ajakan berbuat syirik kepada Allah, sehingga tidak ada ketaatan bagi makhluk siapa pun dia dalam bermaksiat kepada Khalik. Sebagaimana hal itu diriwayatkan secara shahih dari Rasulullah. Hanya kepada-Ku tempat kembali kalian di hari kiamat, lalu Aku
mengabarkan kepada kalian apa yang dulu kalian perbuat di dunia berupa amal baik atau buruk, dan Aku akan membalas kalian karenanya.

- Asbabun Nuzul Al-'Ankabut ayat 8 :

Muslim, at-Tirmidzi, dan lain-lain meriwayatkan dari Sa'ad bin Abi Waqqash bahwa Ibunya Sa'ad berkata, "Bukankah Allah telah memerintahkan kamu berbakti!? Demi Allah, aku tidak akan makan dan minum hingga aku mati atau kamu kafir." Maka turunlah ayat ini.

- Hadis Sahih Al-'Ankabut ayat 8 :

Darn Abdullah Ra, ia berkata, Saya pernah bertanya kepada Nabi Saw, Amalan apakah yang paling dicintai Allah? Beliau menjawab, Salat tepat pada waktunya. la bertanya lagi, "Kemudiarn apa? Beliau menjawab, Berbakti kepada kedua orang tua'. la bertanya lagi, Kemudian apa lagi? Beliau menjawat, Berjuang di jalan Allah'" (HR Bukhari, Fathul 8ầri. Juz 12, No 5970, 1416 H1996 M: 3).

- Tazkiyyatun Nafs :

Jihad terbagi menjadi empat tingkatan, yaitu: 
Pertama, jihad melawan hawa nafsu, yang terdiri atas empat tingkatan pula, yaitu (a) memerangi nafsu dengan cara mempelajari petunjuk dan agama yang benar, yang tidak ada keberuntungan dan kebahagiaan di dunia maupun di akhirat kecuali dengan ilmu ini; (b) berjihad melawan nafsu dengan amal setelah ilmu. Sebab jika jihad ini hanya dengan ilmu tanpa amal, tidak membahayakan diri sendiri, maka setidak-tidaknya ia tidak memberi manfaat; (c) berjihad melawan nafsu dengan mengajak kepada pendalaman ilmu dan mengajarkannya kepada orang lain yang belum mengetahui.
Jika tidak, dia termasuk orang-orang yang menyembunyikan apa yang diturunkan Allah Swt. sehingga ilmunya itu tidak bermanfaat bagi pemiliknya dan tidak bisa menyelamatkannya dari siksa Allah Swt.; (d) berjihad memerangi nafsu dengan cara bersabar menghadapi kesulitan dakwah di jalan Allah Swt. dan gangguan manusia. Jika empat tingkatan ini telah terwujud dengan sempurna pada diri seseorang, maka dia termasuk Rabbaniyyin sehingga dia mengetahui kebenaran dan mengamalkannya.
Kedua, jihad melawan setan, yang terdiri atas dua tingkatan, yaitu (a) berjihad melawan setan dengan cara menolak apa-apa yang hendak disusupkan kepada seorang hamba, seperti syubhat dan keragu-raguan yang dapat menodai keimanan; (b) berjihad melawan setan dengan menolak keinginan-keinginan yang merusak dan syahwat. Jihad yang pertama menghasilkan keyakinan, sementara jihad yang kedua menghasilkan kesabaran, sebagaimana Allah Swt. berfirman dalam surah As-Sajadah, 32: 24. Allah Swt. mengabarkan bahwa kepemimpinan agama hanya bisa diperoleh dengan kesabaran dan keyakinan. Sabar menolak syahwat dan kehendak yang rusak, sedangkan keyakinan menolak keraguan dan syubhat.
Ketiga, jihad melawan orang-orang kafir. 
Keempat, jihad melawan orang-orang munafik. Kedua jihad ini terdiri atas empat tingkatan, yaitu memerangi mereka dengan hati, lisan, harta, dan jiwa. Jihad memerangi Allah Swt. menghubungkan kesabaran dengan berbagai posisi dalam Islam, iman, keyakinan, takwa, tawakal, syukur, amal saleh, rahmat, dan lain sebagainya. Karena itu, sabar termasuk bagian dari iman, seperti kedudukan kepala dari tubuh. Tidak ada artinya iman bagi seseorang yang tidak memiliki kesabaran, sebagaimana tidak ada artinya tubuh tanpa kepala.
Nabi Saw. memerintahkan orang-orang Ansar untuk bersabar menghadapi hal-hal yang kurang menyenangkan sepeninggal beliau hingga mereka bersua beliau di akhirat. Beliau juga memerintahkan untuk sabar saat berhadapan dengan musuh dan sabar saat ditimpa musibah. Beliau memerintahkan orang yang ditimpa musibah agar melakukan hal yang paling bermanfaat baginya, yaitu sabar dan mencari rida Allah Swt. karena yang demikian itu akan meringankan musibahnya dan melipatgandakan pahalanya. Mengeluh dan gundah hati justru membuat musibah itu terasa semakin berat dan menghilangkan pahala. (Ibnu'l Qayyim Al-Jauziyyah, Madāriju As-Sālikin Manāzilu lyyāka Na budu wa lyyāka Nasta inu, Juz 2, t.t.: 158-163).

- Riyāduş Şālihin :

Dari Abu Sa'id Al-Khudriy Ra. sesungguhnya ada beberapa orang dari kalangan Anshār meminta (pemberian sedekah) kepada Rasulullah Saw., lalu beliau memberi. Kemudian mereka meminta kembali, lalu beliau memberi. Kemudian mereka meminta kembali, lalu beliau memberi lagi hingga habis apa yang ada pada beliau. Kemudian beliau Saw. bersabda, "Apa-apa yang ada padaku dari kebaikan (harta), sekali-kali tidaklah aku akan menyembunyikannya dari kalian semua. Namun, barangsiapa menahan (menjaga diri dari meminta-minta), maka Allah Swt. akan menjaganya dan barangsiapa yang meminta kecukupan, maka Allah Swt. akan mencukupkannya dan barangsiapa yang menyabarkan dirinya, maka Allah Swt. akan memberinya kesabaran. Dan tidak ada
suatu pemberian yang diberikan kepada seseorang yang lebih baik dan lebih luas daripada (diberikan) kesabaran." (HR Al-Bukhāri.-Muslim).
Hadis di atas mengandung beberapa faedah:
(a) Nabi Saw. memiliki akhlak mulia, berupa lapang dada dan dermawan. Orang kaya itu bukan karena banyaknya harta benda, namun kaya hati. Di samping dorongan untuk bersikap Qana ah (kerelaan atas bagiannya yang diterima) dan iffah (penjauhan diri dari hal-hal yang tidak baik atau hina).
(b) Akhlak mulia dan sifat-sifat terpuji akan diperoleh melalui kesabaran.
(Dr. Mustafā Sa'id Al-Khin, Nuzhatul Muttaqina Syarhu Riyādis Şālihina, Juz 1, 1407H/1987 M: 58-59). m

- Medical Hadis :

Dari Asma binti Umais Ra., dia berkata, Rasulullah Saw. bersabda kepadaku, "Dengan apa kamu minum untuk menyembuhkan sakit perutmu? Aku menjawab, Dengan Syubrum." Beliau bersabda, Panas. Aku berkata, "Kemudian aku meminum obat sakit perut dengan menggunakan Sanā. Lantas beliau bersabda, 'Seandainya ada sesuatu yang bisa menyembuhkan mati, maka itu adalah Sanā, dan Sanā adalah obat dari kematian." (HR Ibnu Majah, At-Tirmidzi, dan Ahmad, dan redaksi ini versi Ibnu Mājah). (Hadis Daif, Sahih wa Daif Sunan Ibni Mājah, no. 3461, Sahih wa Daif Sunan At-Tirmiži, no. 2081). (Ibnu'l Qayyim Al-Jauziy-yah, At-Tibbun Nabawi, t.t.: 253).

- Tibbun Nabawi :

Hubungan Sabar dengan Kesehatan

Sabar merupakan bagian dari iman, seperti halnya kepala merupakan bagian dari jasad. Sabar ada tiga macam, yaitu: 
(1) sabar melaksanakan kewajiban dari Allah Swt. sehingga tidak menelantarkannya, 
(2) sabar menjauhi hal-hal yang diharamkan Allah Swt. sehingga tidak mengerjakannya, 
(3) sabar menerima Qada dan Qadar Allah Swt. sehingga tidak marah karenanya.
Siapa yang mampu menyempurnakan tiga tahapan ini, maka sempurnalah sabarnya. Kesenangan di dunia dan kenikmatan akhirat serta keberuntungan, ada pada sabar dan iman. Seseorang tidak sampai kepada iman kecuali dengan menyeberangi jembatan sabar, sebagaimana seseorang tidak bisa sampai ke surga kecuali dengan melewati Sirātul-Mustaqim.
Mayoritas penyakit badan dan hati berasal dari tidak adanya sabar. Hanya sabarlah yang bisa menjaga kesehatan hati dan badan serta jivwa. Allah Swt. beserta orang-orang yang sabar dan mencintai mereka, serta mengulurkan pertolongan kepada mereka. (lbnu'l Qayyim Al-Jauziyyah, Zādul Ma ādi fi Hadyi Khayril 1bādi, Juz 4, t.t.: 332-333).

- Hadis Motivasi QS 29: 8 :

Dari Abdullah bin Umar bahwa Rasulullah dia mengatakan bersabda: "Tidak ada hak seorang muslim yang menpunyai suatu barang yang akan điwasatkannya, dia bermalam selama dua malam, kecuali wasiatnya itu ditulls di sisinya." (HR Bukhari. 2599)

- HADIS NIAGA QS AI-Ankabūt, 29: 8 :

Keutamaaan Berbuat Baik kepada Kedua Orang Tua

Dari Abdullah dia berkata, Aku bertanya kepada Nabi "Amal apakah yang paling utama?" Nabi menjawab: "Salat pada waktunya (dalam riwayat lain disebutkan salat pada awal waktunya)." Aku bertanya lagi, "Kemudian, apa?" Beliau menjawab: "Berbakti kepada kedua orang tua." Aku bertanya lagi, "Kemudian apa?" Beliau menjawab: "Berjihad di jalan Allah." (HR Bukhari, 527: Muslim, 85)

- AMAL NIAGA :

1. Berbaktilah kepada orang tua. Itu adalah kewajiban seorang muslim karena pengorbanan orang tua tidak akan terbalas dengan apa pun.
2. Ridha orang tua adalah kunci sukses dalam berniaga dan kunci keberhasilan dalam kehidupan.
3. Rasulullah pernah mengatakan bahwa betapa ruginya orang yang tidak berbakti kepada kedua orang tuanya. Beliau bersabda: "(Sungguh hina) seorang yang merndapati kedua orang tuanya yang masih hidup atau salah satu dari keduanya ketika mereka telah tua, tetapi justru dia tidak masuk surga." (HR Muslim, 2551)

- Tadabbur Surah Al-Ankabut Ayat 7-14 :

1. Ayat 7-9 masih menjelaskan tentang iman dan amal saleh. Di antaranya, iman dan amal saleh akan menghapus dosa dan balasannya di sisi Allah berlipat ganda. Berbuat baik kepada kedua orang tua adalah amal saleh yang tinggi nilainya. Sedangkan taat pada mereka hanya dibolehkan selama tidak dalam kemusyrikan dan maksiat pada Allah.  Orang-orang yang beriman dan beramal saleh akan  digabungkan Allah di akhirat nanti bersama orang-orang saleh pula.
2. Ayat 10 dan 11 menjelaskan bahwa sebagian manusia ada yang berpura-pura beriman. Ciri-cirinya, mereka tidak siap mendapat ujian di jalan Allah. Namun, bila kaum muslimin meraih kemenangan, mereka mengklaim bersama mereka. Allah Mahatahu siapa yang benar-benar beriman dan siapa yang munafik.
3. Ayat 12 dan 13 menjelaskan orang-orang kafir, sejak kafir Quraisy sampai kiamat nanti selalu berupaya memurtadkan kaum muslimin  dengan cara mengajak kaum muslimin untuk  mengikuti jalan atau sistem hidup mereka dan mengklaim bisa menanggung dosa-dosa yang dilakukan kaum muslimin. Allah menjelaskan semua itu adalah kebohongan belaka. Padahal yang benar ialah orang-orang kafir itu hanya akan memikul dosa mereka, termasuk dosa menyesatkan manusia dari jalan Allah. Mereka akan dimintakan pertanggungjawaban atas apa yang mereka ada-adakan itu pada hari kiamat nanti.
4. Ayat 14 menjelaskan bahwa Allah mengutus Nabi Nuh kepada kaumnya untuk mendakwahkan Tauhid selama 950 tahun. Pada akhirnya, mereka dimusnahkan Allah dengan topan besar disebabkan kekufuran dan kemusyrikan yang mereka lakukan.

Rabu, 25 September 2024

NGERI BANGET DOANYA !

Tematik (218)
---------------------
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
 
NGERI BANGET DOANYA ! 

Ngeri banget doanya, binasa di alam kubur dan akhirat... dan doa orang yang terdzolimi itu biasanya dikabulkan, pelajaran buat kita, hiduplah sesuai kemampuan, jangan jadikan utang itu sebagai kebiasaan, karena bagi sebagian orang, utang itu emang sudah jadi candu.... 

Islam adalah agama yang mulia. Islam telah mengatur seluruh permasalahan di dalam kehidupan bermasyarakat, termasuk di dalamnya adalah permasalahan hutang-piutang. Islam tidak hanya membolehkan seseorang berhutang kepada orang lain, tetapi Islam juga mengatur adab-adab dan aturan-aturan dalam berhutang.

Hukum Berhutang

Hukum asal dari berhutang adalah boleh (jaa-iz). Allah subhaanahu wa ta’aala menyebutkan sebagian adab berhutang di dalam Al-Qur’an. Allah subhaanahu wa ta’aala berfirman:

{ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى فَاكْتُبُوهُ }

“Hai orang-orang yang beriman! Apabila kalian ber-mu’aamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kalian menuliskannya.” (QS Al-Baqarah: 282)

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah berhutang. Di akhir hayat beliau, beliau masih memiliki hutang kepada seorang Yahudi, dan hutang beliau dibayarkan dengan baju besi yang digadaikan kepada orang tersebut.

Diriwayatkan dari ‘Aisyah radhiallaahu’anhaa, bahwasanya dia berkata:

( أَنَّ النَّبِيَّ –صلى الله عليه وسلم– اشْتَرَى طَعَامًا مِنْ يَهُودِيٍّ إِلَى أَجَلٍ فَرَهَنَهُ دِرْعَهُ )

“Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam membeli makanan dari seorang Yahudi dengan tidak tunai, kemudian beliau menggadaikan baju besinya” (HR Al-Bukhari no. 2200)

Kebiasaan Sering Berhutang

Akan tetapi, banyak kaum muslimin yang menganggap remeh hal ini. Mereka merasa nyaman dengan adanya hutang yang “melilit’ dirinya. Bahkan, sebagian dari mereka di dalam hidupnya tidak pernah sedetik pun ingin lepas dari hutang. Sebelum lunas pinjaman yang pertama, maka dia ingin meminjam lagi untuk yang kedua, ketiga dan seterusnya.

Jika hal ini dibiarkan, maka ini akan berlarut-larut dan akan “menular” kepada orang lain di sekitarnya. Terlebih lagi, dengan banyaknya fasilitas untuk berhutang yang disediakan oleh lembaga-lembaga, badan-badan atau perusahaan-perusahaan yang menganut sistem ribawi. Dan parahnya, tidak hanya orang-orang awam yang terlibat dengan hal-hal seperti ini, orang yang sudah lama mengaji, orang berilmu dan orang-orang kaya pun turut berpartisipasi dalam “meramaikannya”. Na’uudzu billaahi min dzaalika.

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam sangat takut berhutang dan sangat takut jika hal tersebut menjadi kebiasaannya. Mengapa demikian?

Diriwayatkan dari ‘Aisyah radhiallaahu ‘anhaa, bahwasanya dia mengabarkan, “Dulu Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam sering berdoa di shalatnya:

( اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَفِتْنَةِ الْمَمَاتِ, اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْمَأْثَمِ وَالْمَغْرَمِ)

“Ya Allah! Sesungguhnya aku berlindung kepadamu dari azab kubur, dari fitnah Al-Masiih Ad-Dajjaal dan dari fitnah kehidupan dan fitnah kematian. Ya Allah! Sesungguhnya aku berlindung kepadamu dari hal-hal yang menyebabkan dosa dan dari berhutang“

Berkatalah seseorang kepada beliau:

( مَا أَكْثَرَ مَا تَسْتَعِيذُ مِنَ الْمَغْرَمِ؟ )

“Betapa sering engkau berlindung dari hutang?”

Beliau pun menjawab:

( إِنَّ الرَّجُلَ إِذَا غَرِمَ, حَدَّثَ فَكَذَبَ وَوَعَدَ فَأَخْلَفَ. )

“Sesungguhnya seseorang yang (biasa) berhutang, jika dia berbicara maka dia berdusta, jika dia berjanji maka dia mengingkarinya” (HR Al-Bukhaari no. 832 dan Muslim no. 1325/589)

Perlu dipahami bahwa berhutang bukanlah suatu perbuatan dosa sebagaimana telah disebutkan. Tetapi, seseorang yang terbiasa berhutang bisa saja mengantarkannya kepada perbuatan-perbuatan yang diharamkan oleh Allah subhaanahu wa ta’aala. Pada hadits di atas disebutkan dua dosa akibat dari kebiasaan berhutang, yaitu: berdusta dan menyelisihi janji. Keduanya adalah dosa besar bukan?

Mungkin kita pernah menemukan orang-orang yang sering berhutang dan dililit oleh hutangnya. Apa yang menjadi kebiasaannya? Bukankan orang tersebut suka berdusta, menipu dan mengingkari janjinya? Allaahumma innaa na’udzu bika min dzaalika.

Memberi Jaminan Ketika Berhutang

Mungkin di antara pembaca ada yang mengatakan, “Bukankan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam sendiri berhutang?”

Ya, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam berhutang karena sangat membutuhkan hal tersebut pada saat itu. Coba kita perhatikan dengan seksama hadiits yang telah disebutkan. Bukankan yang dihutangi oleh Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam adalah makanan? Jika benar-benar memiliki kebutuhan, maka hal tersebut bukanlah sesuatu yang tercela.

Tetapi perlu diingat, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah melakukan hal yang mulia ketika beliau berhutang. Apakah hal yang mulia tersebut? Beliau menggadaikan baju besinya sebagai jaminan. Apabila beliau tidak mampu membayarnya, maka baju besi itulah yang menjadi pembayarannya.

Begitulah seharusnya yang kita lakukan ketika berhutang. Kita harus memiliki jaminan dalam berhutang. Jaminan-jaminan tersebut bisa berupa:

Harta yang dimiliki
Misalkan seseorang ingin membeli motor, dia memiliki uang di simpanannya sebanyak Rp 15 juta. Uang tersebut tidak berani dia keluarkan, karena menjadi simpanan usahanya yang harus di sisakan di simpanan bisnisnya, untuk berjaga-jaga dalam permodalan atau karena hal-hal lain. Kemudian orang tersebut membeli motor dengan kredit seharga Rp 15 juta kepada seseorang dengan batas waktu yang telah ditentukan.Hal seperti ini tidak tercela, karena seandainya dia meninggal, maka dia memiliki jaminan harta yang ada di simpanannya.
Menggadaikan barang (Ar-Rahn)
Hal ini telah dijelaskan sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam.
Mengalihkan hutang kepada piutang yang dimiliki (Al-Hawaalah/Al-Hiwaalah)
Misalkan si A memiliki piutang (orang lain [si B] berhutang kepadanya) sebesar Rp 5 juta, kemudian orang tersebut ingin berhutang kepada si C sebesar Rp 5 juta. Si A mengatakan kepada si C, “Bagaimana menurutmu jika piutangku pada si B menjadi jaminan hutang ini.” Kemudian si C pun menyetujuinya. Maka hal tersebut juga tidak tercela dan pengalihan seperti ini diperbolehkan di dalam Islam. Seandainya si A meninggal, maka hutang tersebut menjadi tanggung jawab si B untuk membayarkannya kepada si C.
Mencari penanggung jawab atas hutang yang dimiliki (Al-Kafaalah)
Misalkan seseorang membutuhkan biaya yang sangat besar secara mendadak, seperti: biaya operasi yang diakibatkan oleh kecelakaan. Orang tersebut tidak memiliki uang atau harta sebagai jaminannya. Pihak rumah sakit meminta orang tersebut mencari seorang penanggung jawab (kafil) atas hutangnya tersebut. Seandainya orang tersebut kabur atau meninggal dunia, maka penanggung jawabnyalah yang membayarkan hutangnya kepada rumah sakit. Hal ini diperbolehkan dengan syarat penanggung jawab tersebut mampu untuk membayarkan hutangnya atau mampu mendatangkan orang yang berhutang tersebut apabila dia kabur.
Keburukan Jika Hutang Tidak Sempat Dilunasi

Jika tidak memiliki jaminan-jaminan yang telah disebutkan di atas, sebaiknya jangan membiasakan diri untuk berhutang. Karena orang yang meninggal sedangkan dia memiliki tanggungan hutang, maka dia akan mendapatkan banyak keburukan. Setidaknya penulis sebutkan tiga keburukan pada tulisan ini.

Keburukan pertama: Tidak dishalati oleh tokoh-tokoh agama dan masyarakat

Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam tidak menshalati jenazah yang memiliki hutang.

( عَنْ سَلَمَةَ بْنِ الأَكْوَعِ –رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ– قَالَ: كُنَّا جُلُوسًا عِنْدَ النَّبِيِّ –صلى الله عليه وسلم– إِذْ أُتِيَ بِجَنَازَةٍ، فَقَالُوا: صَلِّ عَلَيْهَا ، فَقَالَ : (( هَلْ عَلَيْهِ دَيْنٌ ؟ )), قَالُوا: لاَ، قَالَ: (( فَهَلْ تَرَكَ شَيْئًا ؟ )), قَالُوا: لاَ، فَصَلَّى عَلَيْهِ، ثُمَّ أُتِيَ بِجَنَازَةٍ أُخْرَى، فَقَالُوا: يَا رَسُولَ اللهِ، صَلِّ عَلَيْهَا، قَالَ: (( هَلْ عَلَيْهِ دَيْنٌ ؟ )) قِيلَ : نَعَمْ ، قَالَ: (( فَهَلْ تَرَكَ شَيْئًا؟ )) قَالُوا : ثَلاَثَةَ دَنَانِيرَ، فَصَلَّى عَلَيْهَا، ثُمَّ أُتِيَ بِالثَّالِثَةِ، فَقَالُوا: صَلِّ عَلَيْهَا، قَالَ: (( هَلْ تَرَك شَيْئًا؟ )) قَالُوا : لاَ، قَالَ: (( فَهَلْ عَلَيْهِ دَيْنٌ ؟ )) قَالُوا: ثَلاَثَةُ دَنَانِيرَ ، قَالَ: (( صَلُّوا عَلَى صَاحِبِكُمْ ))، قَالَ أَبُو قَتَادَةَ: صَلِّ عَلَيْهِ يَا رَسُولَ اللهِ، وَعَلَيَّ دَيْنُهُ، فَصَلَّى عَلَيْهِ.)

Diriwayatkan dari Salamah bin Al-Akwa’ radhiallaahu ‘anhu, dia berkata, “Dulu kami duduk-duduk di sisi Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, kemudian didatangkanlah seorang jenazah. Orang-orang yang membawa jenazah itu pun berkata, ‘Shalatilah dia!’ Beliau pun bertanya, ‘Apakah dia punya hutang?’ Mereka pun menjawab, ‘Tidak.’ Beliau pun bertanya, ‘Apakah dia meninggalkan harta peninggalan?’ Mereka pun menjawab, ‘Tidak.’ Kemudian beliau pun menshalatinya. Kemudian didatangkan lagi jenazah yang lain. Orang-orang yang membawanya pun berkata, ‘Shalatilah dia!’ Beliau pun bertanya, ‘Apakah dia punya hutang?’ Mereka pun menjawab, ‘Ya.’ Beliau pun bertanya, ‘Apakah dia meninggalkan harta peninggalan?’ Mereka pun menjawab, ‘Ada tiga dinar.’ Kemudian beliau pun menshalatinya. Kemudian didatangkanlah jenazah yang ketiga. Orang-orang yang membawanya pun berkata, ‘Shalatilah dia!’ Beliau pun bertanya, ‘Apakah dia meninggalkan harta peninggalan?’ Mereka pun menjawab, ‘Tidak.’Beliau pun bertanya, ‘Apakah dia punya hutang?’ Mereka pun menjawab, ‘Ada tiga dinar.’ Beliau pun berkata, ‘Shalatlah kalian kepada sahabat kalian! Kemudian Abu Qatadah pun berkata, ‘Shalatilah dia! Ya Rasulullah! Hutangnya menjadi tanggung jawabku.’ Kemudian beliau pun menshalatinya.” (HR Al-Bukhaari no. 2289)

Hadits di atas jelas sekali menunjukkan bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam tidak mau menshalati orang yang punya hutang. Hal ini sebagai bentuk pengajaran beliau bahwa membiasakan diri untuk berhutang sedangkan dia tidak memiliki jaminan adalah sesuatu yang buruk. Oleh karena itu, sudah selayaknya orang-orang terpandang, tokoh masyarakat dan agama melakukan hal seperti ini ketika ada orang yang meninggal dan dia memiliki tanggungan hutang.

Keburukan kedua: Dosa-dosanya tidak akan diampuni sampai diselesaikan permasalahannya dengan orang yang menghutanginya

Diriwayatkan dari Abu Qatadah radhiallaahu ‘anhu dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bahwasanya seseorang bertanya kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam:

( أَرَأَيْتَ إِنْ قُتِلْتُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ أَتُكَفَّرُ عَنِّى خَطَايَاىَ ؟)

“Bagaimana menurutmu jika aku terbunuh di jalan Allah, apakah dosa-dosaku akan diampuni?”

Beliau pun menjawab:

( نَعَمْ وَأَنْتَ صَابِرٌ مُحْتَسِبٌ مُقْبِلٌ غَيْرُ مُدْبِرٍ إِلاَّ الدَّيْنَ فَإِنَّ جِبْرِيلَ عَلَيْهِ السَّلاَمُ قَالَ لِى ذَلِكَ )

“Ya, dengan syarat engkau sabar, mengharapkan ganjarannya, maju berperang dan tidak melarikan diri, kecuali hutang. Sesungguhnya Jibril ‘alaihissalam baru memberitahuku hal tersebut” (HR Muslim no. 4880/1885)

Hadits di atas menjelaskan bahwa ibadah apapun, bahkan yang paling afdhal sekalipun yang merupakan hak Allah tidak bisa menggugurkan kewajiban untuk memenuhi hak orang lain.

Keburukan ketiga: Ditahan untuk tidak masuk surga, meskipun dia memiliki banyak amalan sampai diselesaikan permasalahannya dengan orang yang menghutanginya

Diriwayatkan dari Tsauban, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

( مَنْ مَاتَ وَهُوَ بَرِىءٌ مِنْ ثَلاَثٍ: الْكِبْرِ, وَالْغُلُولِ, وَالدَّيْنِ دَخَلَ الْجَنَّةَ )

“Barang siapa yang mati sedangkan dia berlepas diri dari tiga hal, yaitu: kesombongan, ghuluul (mencuri harta rampasan perang sebelum dibagikan) dan hutang, maka dia akan masuk surga. (HR At-Tirmidzi no. 1572, Ibnu Majah no. 2412 dan yang lainnya. Syaikh Al-Albani mengatakan, “Shahih” di Shahih Sunan Ibni Majah)

Nasehat Seputar Hutang

Oleh karena, sebelum mengakhiri tulisan ini, ada beberapa hal yang ingin penulis nasihatkan untuk diri penulis dan pembaca sekalian:

Janganlah membiasakan diri untuk berhutang. Terutama berhutang yang tidak memiliki jaminan.
Fasilitas untuk berkecimpung di dalam riba sangatlah banyak sekali di zaman ini. Oleh karena itu, janganlah kita biarkan diri kita berkecimpung di dalamnya! Diriwayatkan dari ‘Abdullah bin Mas’ud, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:( لَعَنَ اللَّهُ آكِلَ الرِّبَا ، وَمُوكِلَهُ ، وَشَاهِدَهُ ، وَكَاتِبَهُ.)“Allah melaknat pemakan riba, yang memberi makan, saksi dan juru tulisnya” (HR Ahmad no. 3725. Syaikh Syu’aib mengatakan, “Shahih li ghairih.”)
Apabila ingin berhutang, maka niatkanlah dengan hati yang jujur untuk segera melunasi hutang tersebut pada waktu yang telah dijanjikan. Insya Allah, Allah akan membantu pelunasannya. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:( مَنْ أَخَذَ أَمْوَالَ النَّاسِ يُرِيدُ أَدَاءَهَا أَدَّى اللَّهُ عَنْهُ ، وَمَنْ أَخَذَ يُرِيدُ إِتْلاَفَهَا أَتْلَفَهُ اللَّهُ.)“Barang siapa meminjam harta manusia dan dia ingin membayarnya, maka Allah akan membayarkannya. Barang siapa yang meminjamnya dan dia tidak ingin membayarnya, maka Allah akan menghilangkan harta tersebut darinya.” (HR Al-Bukhaari no. 2387)
Apabila telah sampai batas waktu yang telah ditentukan, maka segeralah membayar hutang tersebut dan jangan menunda-nundanya, terkecuali pada saat itu kita tidak memiliki harta untuk membayarnya. Orang yang memiliki harta untuk membayar hutangnya, tetapi dia sengaja memperlambat pembayarannya, maka dianggap sebagai suatu kezoliman/dosa. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam  مَطْلُ الْغَنِيِّ ظُلْمٌ )“Memperlambat pembayaran hutang untuk orang yang mampu membayarnya adalah kezaliman.” (HR Al-Bukhaari no. 2288 dan Muslim no. 4002/1564)
Jika benar-benar tidak mampu membayar hutang pada waktu yang telah ditentukan, maka bersegeralah meminta maaf kepada orang yang menghutangi dan minta tenggang waktu untuk membayarnya.
Demikian tulisan yang singkat ini. Mudahan bermanfaat untuk kita semua dan mohon perkenannya untuk menyampaikan kepada yang lain.

Selasa, 24 September 2024

Tadabbur Al Quran Hal. 396

Tadabbur Al-Quran Hal. 396
----------------------------------------------
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

- Al Qur'an Indonesia Tajwid.
- Al-Qasas ayat 85 :

اِنَّ الَّذِيْ فَرَضَ عَلَيْكَ الْقُرْاٰنَ لَرَاۤدُّكَ اِلٰى مَعَادٍ ۗقُلْ رَّبِّيْٓ اَعْلَمُ مَنْ جَاۤءَ بِالْهُدٰى وَمَنْ هُوَ فِيْ ضَلٰلٍ مُّبِيْنٍ

Sesungguhnya (Allah) yang mewajibkan engkau (Muhammad) untuk (melaksanakan hukum-hukum) Al-Qur'an, benar-benar akan mengembalikanmu ke tempat kembali [617]. Katakanlah (Muhammad), “Tuhanku mengetahui orang yang membawa petunjuk dan orang yang berada dalam kesesatan yang nyata.”

- [617] Kota Makkah. Ini adalah suatu janji dari Allah bahwa Nabi Muhammad akan kembali ke Makkah sebagai orang yang menang dan ini sudah terjadi pada tahun ke delapan hijrah ketika beliau menaklukkan kota Makkah. Ini merupakan suatu mukjizat bagi beliau.

- Asbabun Nuzul Al-Qasas ayat 85 :

Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari adh-Dhahhak bahwa ketika Nabi saw. keluar dari Mekah dan tiba di al-Juhfah, beliau merasa rindu kepada Mekah. Maka Allah menurunkan ayat ini.

- Tafsir Al Muyassar Al-Qasas ayat 85 :

Sesungguhnya Allah yang menurunkan Al Qur'an kepadamu (wahai Rasul) dan mewajibkan atasmu untuk menyampaikannya dan berpegang teguh dengannya pasti akan mengembalikanmu ke tempat di mana kamu keluar darinya, yaitu Makkah. Katakanlah (wahai Rasul) kepada orang-orang musyrikin itu: Rabb-ku lebih mengetahui siapa yang datang membawa petunjuk dan siapa yang melenceng jauh dari kebenaran.

- Riyāduş şālihin :

Dari Abdullah bin Amr Ra., dia berkata, "Kami pernah mengadakan suatu perjalanan bersama Rasulullah Saw., lalu di suatu tempat pemberhentian kami berhenti. Sebagian kami ada yang memperbaiki tempat tidur, sebagian lagi berlatih memanah, sebagian lagi memberi makan hewan, dan sebagainya. Tiba-tiba terdengar utusan Rasulullah Saw. menyeru, memanggil kami untuk salat berjamaah, lalu kami berkumpul di dekat beliau. Beliau Saw. bersabda, Para Nabi sebelum aku diutus untuk menuntun umatnya kepada kebaikan yang telah diajarkan Allah Swt. bagi mereka dan mengingatkan bahaya
yang mengancam mereka. Umatku yang sempurna dan selamat ialah angkatan yang pertama, angkatan sesudah itu akan ditimpa berbagai cobaan berupa hal-hal yang tidak disenanginya, seperti timbulnya fitnah. Dimana sebagian mereka menghina sebagian yang lain sehingga timbullah bencana. Orang-orang mukmin berkata, Inilah kiranya yang membinasakanku, Setelah hilang bencana tersebut, timbul pula bencana yang lain. Dan orang mukmin berkata, Ini.! Ini..!" Siapa yang ingin bebas dari neraka dan ingin masuk ke surga, hendaklah dia menemui kematiannya dalam keimanan kepada Allah Swt. dan hari akhirat..." (HR Muslim). (Dr. Mustafā Said Al-Khin, Nuzhatul Muttaqina Syarhu Riyādis Şālihina, Juz 1, 1407 H/1987 M: 551-552).

- Medical Hadiš :

Dari 'Asim bin Umar bin Qatādah, dia berkata, "Jabir bin Abdullah pernah datang pada keluarga kami. Kebetulan, ketika itu ada seseorang yang menderita sakit bengkak bernanah atau luka. Lalu Jabir berkata, 'Kamu sakit apa?' la menjawab, 'Bengkak, saya sakit sekali. Jabir berkata, 'Hai pelayan, panggil tukang bekam kemari!' Orang yang sakit itu bertanya, Ya Abdullah, apa yang akan kamu perintahkan pada tukang bekam itu? Jabir menjawab, Saya akan menyuruhnya untuk membekam bengkakmu. Orang sakit itu berkata, Demi Allah Swt. dihinggapi lalat atau tersentuh kainnya saja aku merasa sakit sekali. Apalagi jika dibekam." Ketika Jabir mengetahui bahwa orang yang sakit tersebut enggan untuk dibekam, maka ia pun berkata, 'Sesungguhnya saya pernah mendengar Rasulullah bersabda, Di antara penyembuhan yang ampuh adalah berbekam, minum madu, atau sudutan dengan panas api (A-Kay). (HR AI-Bukhāri-Muslim)
(Aż-Zahabi, At-tibbun Nabawi, 1410 H/1990 M:151).

- Tibbun Nabawi :

Khasiat 'Asal (madu)

Manfaat Asal (madu) sudah banyak dijelaskan di bagian terdahulu dan sering disinggung. Yang perlu ditegaskan adalah bahwa madu sangat baik untuk memelihara kesehatan. Yang paling baik ialah yang warnanya putih dan bening, yang manisnya lebih alami. Yang diambil dari hutan dan pepohonan lebih baik daripada yang diambil dari gua. Yang pasti, hal ini tergantung dari tempat peternakan lebah. (lbnu'l Qayyim Al-Jauziyyah, Zãdul Ma 'ādi fi Hadyi Khayril lbādi, Juz 4, t.t.: 340-341),.

- Hadis Motivasi QS 28: 85 :

Dari Abu Sa'id Al-Khudri. Ditanyakan kepada Rasulullah . "Siapakah manusia yang paling utama?" Rasulullah bersabda: "Seorang mukmin yang berjihad di jalan Allah dengan jiwa dan hartanya ... (HR Bukhari. 2634) dia berkata.

- HADIS NIAGA QS AI-Ankabüt, 29: 2 :

Ujian dalam Berniaga

Dari Mush'ab bin Sa'ad, dari bapaknya, dia berkata, Aku berkata, "Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling berat ujiannya?" Beliau menjawab: "Para nabi, kemudian orang-orang yang semisalnya, kemudian orang yang semisalnya. Seseorang akan diuji sesuai kadar (kekuatan) agamanya. Jika agamanya kuat, ujiannya akan bertambah berat. Jika agamanya lemah, akan diuji sesuai kadar kekuatan agamanya." (HR Tirmizi, 2398)

- AMAL NIAGA :

1. Sesuai dengan kadar keimanannya. Ujian yang paling berat adalah ujian yang diberikan kepada para nabi karena keimanan mereka yang luar biasa.
2. Setiap muslim pasti diuji oleh Allah. Kerugian dan masalah adalah bentuk ujan dari Allah kepada para niagawan muslim.
3. Bentuk ujian bukan hanya berupa hal-hal yang tidak disukai. Hal-hal yang disukai termasuk ujan pula, seperti kebahagiaan dan kesuksesan.

- Tadabbur Surah Al-Qashash Ayat 85-88 :

Ayat 85-88 dari surah Al-Qasas ini menjelaskan beberapa hal terkait Rasul Saw. 
1. Allah  yang mewajibkan Nabi Muhammad Saw. untuk menerapkan hukum-hukum Al-Qur’an.  Sebab itu, Allah meminta pertanggungjawaban Rasul saw. di akhirat atas kewajiban tersebut. 
2. Rasul  saw. menerima Al-Qur’an itu bukan atas keinginannya sendiri, melainkan murni rahmat dari Allah. Sebab itu, Nabi Muhammad Saw. dilarang menjadi penolong kaum kafir dan kekufuran. 
3. Allah mewajibkan Rasul Saw. untuk terus-menerus berdakwah kendati rintangannya sangat berat dan jangan sekali-kali terlibat dalam perbuatan syirik. Semua yang ada pasti hancur kecuali Allah dan hukum itu hanya milik-Nya dan kepada-Nya manusia dikembalikan.

Tadabbur Surah Al-Ankabut Ayat 1-6 :

1. Ayat 2-6 dari surah Al-’Ankabūt ini menjelaskan bahwa Allah akan menguji setiap mukmin, seperti halnya orang-orang mukmin sebelumnya. Ujian itulah yang akan menentukan kualitas imannya; benar atau dusta belaka. Apakah orang-orang kafir dan musyrik itu mengira bahwa mereka sanggup mengalahkan Allah atau menghidnar dari azab Allah? Sunggung perkiraan yang amat lemah dan jelek sekali.
2. Orang-orang yang berharap berjumpa dengan Allah di surga nanti, hendaklah beriman, beramal saleh dan mencurahkan semua potensi diri dan hartanya di jalan Allah untuk kebaikan diri sendiri. Sungguh Allah tidak butuh pada apa dan siapa pun. 

Senin, 23 September 2024

Hukum Menggunakan Fasilitas Negara Untuk Keperluan Pribadi

One Day One Hadits (319)
------------------------------------------
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

Hukum Menggunakan Fasilitas Negara Untuk Keperluan Pribadi

عَنْ عبدالله بن بُرَيْدَة عن أبيه، عن النبي صل الله عليه قال :
مَنِ اسْتَعْمَلْنَاهُ عَلَى عَمَلٍ فَرَزَقْنَاهُ رِزْقًا فَمَا أَخَذَ بَعْدَ ذَلِكَ فَهُوَ غُلُولٌ

Dari ‘Abdullah bin Buraidah, dari bapaknya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,“Siapa saja yang dipekerjakan dalam suatu amalan lantas ia mendapatkan gaji dari pekerjaan tersebut kemudian ia mendapatkan tambahan lain dari pekerjaan itu, maka itu adalah ghulul (hadiah khianat).” (HR. Abu Daud no. 2943. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)

Pelajaran yang terdapat di dalam hadist :

1. Dalam sebuah tatanan masyarakat terdapat fakta adanya pejabat, aparatur sipil negara dan warga biasa. Terkadang pejabat dan aparatur sipil negara atau ASN mendapatkan fasilitas mobil dinas untuk keperluan kerja mereka. Namun tidak jarang kita jumpai adanya oknum yang memakai fasilitas negara seperti mobil dan yang lainnya untuk keperluan pribadinya.

2. Hadis ini dengan tegas melarang siapa pun—baik kepala negara (Khalifah), wali (gubernur), amil (pejabat setingkat bupati/walikota), qâdhî (para hakim), termasuk para  pegawai—untuk mengambil kelebihan (fasilitas) dalam bentuk apa pun dari yang telah ditetapkan atas mereka. Apabila hal itu dilanggar dan mereka mengambil (fasilitas) lebih dari fasilitas  yang menjadi hak mereka (sebagai pegawai) maka perbuatannya itu dimasukkan ke dalam perbuatan curang; termasuk ghulûl (hasil kecurangan yang diharamkan) dan pada Hari Kiamat ia akan memikulnya sebagai azab.

3. Kewajiban setiap orang yang melihat adanya pegawai yang memanfaatkan peralatan milik negara atau mobil dinas untuk kepentingan pribadinya adalah menasihati pegawai tersebut dan menjelaskan kepadanya bahwa perbuatan tersebut adalah perbuatan haram.

4. Jika Allah memberikan hidayah kepadanya maka itulah yang diharapkan. Jika yang terjadi adalah kemungkinan yang jelek maka hendaknya tindakan pegawai tersebut dilaporkan kepada pihak-pihak yang bisa memberikan teguran dan peringatan.

5. Melaporkan ulah pegawai tersebut adalah bagian dari tolong-menolong dalam kebaikan dan takwa.

عَنْ أَنَسٍ – رضى الله عنه – قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – « انْصُرْ أَخَاكَ ظَالِمًا أَوْ مَظْلُومًا » . فَقَالَ رَجُلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَنْصُرُهُ إِذَا كَانَ مَظْلُومًا ، أَفَرَأَيْتَ إِذَا كَانَ ظَالِمًا كَيْفَ أَنْصُرُهُ قَالَ « تَحْجُزُهُ أَوْ تَمْنَعُهُ مِنَ الظُّلْمِ ، فَإِنَّ ذَلِكَ نَصْرُهُ

Dari Anas radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ”Tolonglah saudaramu, baik dia berbuat zholim atau dizholimi.” Ada seseorang yang bertanya, “Wahai Rasulullah, menolong orang yang dizholimi itu bisa kami lakukan. Lalu, bagaimana cara menolong orang yang berbuat zhalim?” Jawaban Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Cegahlah dia dari melakukan tindakan kezholiman. Itulah bentuk pertolongan terhadap orang yang zhalim.” (HR. Bukhari no. 6952)

Tema hadist yang berkaitan dengan al quran :

- Jika ada seorang pegawai yang memanfaatkan barang-barang tersebut untuk kepentingan pribadi maka itu adalah kejahatan terhadap masyarakat. Benda atau peralatan itu, yang diperuntukkan bagi masyarakat dan merupakan milik  negara, terlarang untuk dimanfaatkan oleh siapa pun, untuk keperluan pribadinya.
Secara umum, al-Quran menyindirnya:

وَلاَ تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ

Janganlah sebagian kalian memakan harta sebagian yang lain di antara kalian dengan jalan yang batil. (QS al-Baqarah [2]: 188).

وَمَنْ يَغْلُلْ يَأْتِ بِمَا غَلَّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ثُمَّ تُوَفَّى كُلُّ نَفْسٍ مَا كَسَبَتْ وَهُمْ لاَ يُظْلَمُونَ

Siapa saja yang berbuat curang, pada Hari Kiamat ia akan datang membawa hasil kecurangannya. Kemudian setiap orang menerima balasan setimpal atas segala yang telah dilakukannya dan mereka tidak diperlakukan secara zalim. (QS Ali Imran [3]: 161).

Kamis, 19 September 2024

Tadabbur Al Quran Hal. 395

Tadabbur Al-Quran Hal. 395
----------------------------------------------
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

- Al Qur'an Indonesia Tajwid.

- Al-Qasas ayat 80 :

وَقَالَ الَّذِيْنَ اُوْتُوا الْعِلْمَ وَيْلَكُمْ ثَوَابُ اللّٰهِ خَيْرٌ لِّمَنْ اٰمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا ۚوَلَا يُلَقّٰىهَآ اِلَّا الصّٰبِرُوْنَ

Tetapi orang-orang yang dianugerahi ilmu berkata, “Celakalah kamu! Ketahuilah, pahala Allah lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, dan (pahala yang besar) itu hanya diperoleh oleh orang-orang yang sabar.”

- Tafsir Al Muyassar Al-Qasas ayat 80 :

Orang-orang yang diberi ilmu tentang Allah dan syariatNya dan mengetahui hakikat perkara yang sebenarnya berkata kepada orang-orang yang berkata: Seandainya kami diberi apa yang telah diberikan kepada Qarun. Mereka berkata: Celakalah kalian, bertakwalah kalian kepada Allah dan taatilah Dia. Pahala Allah bagi siapa yang beriman kepada-Nya dan kepada utusan-utusan-Nnya serta melakukan amal-amal shalih adalah lebih baik daripada apa yang diberikan kepada Qarun. Namun nasihat ini tidak akan diterima, diresapi dan diamalkan kecuali oleh orang yang berjihad melawan dirinya, sabar dalam ketaatan kepada Rabb-nya dan menjauhi kemaksiatan kepada-Nya.

- Riyadus Salihin Al-Qasas ayat 80 :

Dari Abu Sa'id A-Khudriy Ra sesungguhnya ada beberapa orang dan kalangan Ansar meminta (pemberian sedekan) kepada Rasuullah Saw lalu beliau memberi, Kemudian mereka meminta kumbal, lalu belia memberi Kemudian mereka meminta kembali, lalu beliau memberi lagi hingga habis apa yang ada pada beliau Kemudian beliau Saw. bersabda, Ada-apa yang ada padaku dari kebaikan (harta), sekali-kali tidaklah aku akan menyembunyikannya dari kalian semua. Namun barangsiapa menahan (menjaga diri dari meminta-minta). maka Allah Siwt akan menjaganya dan barangsiapa yang meminta kecukupan, maka Alah Swt akan mencukupkannya dan barangsiapa yang menyabarkan dirinya, maka Alah Swt akan memberinya kesabaran. Dan tidak ada suatu pemberian yang diberikan kepada seseorang yang lebih baik dan lebih luas daripada
(diberikan) kesabaran (HR Bukhari dan Muslim) (An Nawsw, Riyadus Sāihin, No. Hadis 26, 2010 M: 24-25)

- Riyāduş Şälihin :

Dari Abu Said Al-Khudriy Ra., sesungguhnya ada beberapa orang dari kalangan Anshār meminta (pemberian sedekah) kepada Rasulullah Saw., lalu beliau memberi. Kemudian mereka meminta kembali, lalu beliau memberi. Kemudian mereka meminta kembali, lalu beliau memberi lagi hingga habis apa yang ada pada beliau. Kemudian beliau Saw. bersabda, "Apa-apa yang ada padaku dari kebaikan (hata), sekali-kali tidaklah aku akan menyembunyikannya dari kalian semua. Namun, barangsiapa menahan (menjaga diri dari meminta-minta), maka Allah Swt. akan menjaganya dan barangsiapa yang meminta kecukupan, maka Allah Swt. akan mencukupkannya dan barangsiapa yang menyabarkan dirinya, maka Allah Swt. akan memberinya kesabaran. Dan tidak ada Suatu pemberian yang diberikan kepada seseorang yang lebih baik dan lebih luas daripada (diberikan) kesabaran." (HR Al-Bukhāri.-Muslim).
Hadiš di atas mengandung beberapa faedah:
(a) Nabi Saw. memiliki akhlak mulia, berupa lapang dada dan dermawan. Orang kaya itu bukan karena banyaknya harta benda, namun kaya hati. Di samping dorongan untuk bersikap Qana 'ah (kerelaan atas bagiannya yang diterima) dan iffah (penjauhan diri dari hal-hal yang tidak baik atau hina).
(b) Akhlak mulia dan sifat-sifat terpuji akan diperoleh melalui kesabaran.
(Dr. Mustafā Sa'id Al-Khin, Nuzhatul Muttaqina Syarhu Riyādis Şālihina, Juz 1, 1407 H/1987 M: 58-59).m

- Medical Hadiš :

Dari Asma binti Umais Ra., dia berkata, Rasulullah Saw. bersabda kepadaku, "Dengan apa kamu minum untuk menyembuhkan sakit perutmu? Aku menjawab, Dengan Syubrum. Beliau bersabda, Panas. Aku berkata, "Kemudian aku meminum obat sakit perut dengan menggunakan Sanā, Lantas beliau bersabda, Seandainya ada sesuatu yang bisa menyembuhkan mati, maka itu adalah Sanā, dan Sanā adalah obat dari kematian." (HR Ibnu Majah, At-Tirmidzi, dan Ahmad, dan redaksi ini versi Ibnu Mājah). (Hadis Daif. Sahih wa paif Sunan lbni Mājah, no. 3461, Sahih wa pa'if Sunan At-Tirmiži, no. 2081). ((bnu'l Qayyim Al-Jauziyyah, At-Tibbun Nabawi, t.t.: 253).

- Tibbun Nabawi :

Hubungan Sabar dengan Kesehatan

Sabar merupakan bagian dari iman, seperti halnya kepala merupakan bagian dari jasad. Sabar ada tiga macam, yaitu: (1) sabar melaksanakan kewajiban dari Allah Swt. sehingga tidak menelantarkannya, (2) sabar menjauhi hal-hal yang diharamkan Allah Swt. sehingga tidak mengerjakannya, (3) sabar menerima Qada dan Qadar Allah Swt. sehingga tidak marah karenanya. Siapa yang mampu menyempurnakan tiga tahapan ini, maka sempurnalah sabarnya. Kesenangan di dunia dan kenikmatan akhirat serta keberuntungan, ada pada sabar dan iman. Seseorang tidak sampai kepada iman kecuali dengan menyeberangi jembatan sabar, sebagaimana seseorang tidak bisa sampai ke surga kecuali dengan melewati Sirātul-Mustaqim. Mayoritas penyakit badan dan hati berasal dari tidak adanya sabar. Hanya sabarlah yang bisa menjaga kesehatan hati dan badan serta jiwa. Allah Swt. beserta orang-orang yang sabar dan mencintai mereka, serta mengulurkan pertolongan kepada mereka.
(lbnu'l Qayyim Al-Jauziyyah, Zãdu'l Ma ādi fi Hadyi Khayril lbadi, Juz 4, t.t.: 332-333).

- Hadis Motivasi QS 28: 83 :

Dari Samurah bahwa Rasulullah bersabda: "Pada malom (lsra dan Mikraj), aku ditemui oleh dua malaikat yang mengajakku mendaki sebuah pohon. Lalu. keduanya memasukkarn aku ke sebuch negeri (kampung) yang terbaik dan paling utama yang aku belum pernah melihat yang lebih baik darinya. Kedua malaikat itu berkata: 'Adapun negeri ini adalah kampungnya syuhada (orang-orong yang mati syahid)'." (HR Bukhari. 2638)

- HADIS NIAGA QS AI-Qasaş, 28: 82 :

Mensyukuri yang Sudah Didapat, meskipun Sedikit Dari Nu'man bin Basyir , dia berkata bahwa Nabi bersabda: "Barang siapa yang tidak mampu mensyukuri yang sedikit, dia tidak akan mampu mensyukuri sesuatu yang banyak. Barang siapa yang tidak bisa berterima kasih kepada manusia, dia tidak akan bersyukur kepada Allah. Membicarakan nikmat Allah adalah bentuk syukur, sedangkan meninggalkannya adalah bentuk kufur Berjamaah adalah rahmat, sedangkan berpecah belah adalah azab." (HR Ahmad, 18544)

- AMAL NIAGA :

1. Seorang niagawan tidak boleh mengeluh dengan modal yang kecil sehingga membuatnya malas untuk menjalankan perniagaannya.
2. Keberhasilan seorang niagawan tidak dilihat dari seberapa besar kepemilikannya, tetapi dilihat seberapa pandai dia menggerakkan modal yang ada sampai mendapatkan laba; tanpa melihat besar atau kecilnya modal tersebut.
3. Lakukanlah transparansi keuangan sebagai bentuk rasa syukur. Jangan mengada-ada, tetapi juga jangan meniadakan hasil yang telah didapat.

- Tadabbur Surah Al-Qashash Ayat 78-84 :

1. Ayat 78-84 meneruskan kisah Qarun sebelumnya dan akibat buruk kebanggaannya pada harta, di dunia maupun di akhirat. Qarun tidak mau mengeluarkan sebagian hartanya di jalan Allah khususnya zakat dan infak karena ia meyakini semua harta yang ia miliki itu adalah hasil kehebatan dan kepintarannya. Padahal, betapa banyak manusia sebelum-nya yang lebih kaya dan lebih kuat darinya yang Allah hancurkan karena kufur nikmat seperti yang dilakukannya.
2. Qarun bukan hanya tidak mau menunaikan kewajiabn hartanya yang Allah tetapkan, bahkan memamerkan hartanya di tengah-tengah masyarakat. Orang-orang yang silau dengan harta dan di hatinya tertanam kecintaan pada dunia tergoda dan berangan-angan ingin kaya pula seperti Qarun. Namun, orang-orang yang memahami hakikat  harta dan kehidupan akhirat melihat cara pandang materialisme itu sangat berbahaya, karena surga Allah di akhirat jauh lebih baik bagi kaum mukmin yang beramal saleh. Untuk meraihnya perlu kesabaran. Maka, Allah tenggelamkan Qarun ke dalam bumi saat memamerkan harta dan kekayaannya. Saat itu, orang-orang yang silau dengan harta baru menyadari kaya ala Qarun itu memancing murka Allah. Allah yang menentukan siapa di antara hamba-Nya yang diberi-Nya kekayaan.
3. Sesungguhnya surga itu Allah ciptakan untuk orang yang tidak sombong dan merusak di atas bumi, yakni orang-orang yang bertakwa. Kebaikan akan Allah balas dengan yang jauh lebih baik, sedangkan keburukan dibalas dengan balasan yang setimpal di akhirat kelak.

Rabu, 18 September 2024

60 tahun batas udzur dari Allah

Tematik (217)
---------------------
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
 
60 tahun batas udzur dari Allah

Ibarat kapal yang sedang menyusuri samudera, seorang manusia tidak selamanya akan berhadapan dengan kehidupan yang tenang. Terkadang dia akan diberi kenikmatan, terkadang diberi cobaan, bahkan terkadang terjatuh ke dalam maksiat. Orang yang beriman akan menyikapi perjalanan hidupnya tersebut dengan sebaik-baik sikap. Dia akan bersyukur ketika diberi nikmat, akan bersabar ketika diberi cobaan, dan akan bertaubat ketika terjatuh ke dalam maksiat.

Di sisi lain, ada orang yang pada berbagai keadaan tersebut tidak bisa bersikap seperti itu, bahkan tidak bisa mengambil sedikit pun pelajaran dari itu semua. Ketika Allah memberinya kesempitan, dia berkeluh kesah, dan menyalahkan takdir. Ketika Allah memberinya kenikmatan melebihi orang pada umumnya, dia masih merasa kurang, masih tamak dengan yang belum dia miliki. Keadaan sempit, keadaan lapang, tak ada yang bisa membuatnya kembali kepada Allah.

Namun Allah betul-betul Maha Baik dan Maha Pemurah, yang selalu memberi maaf dan udzur kepada para hamba-Nya. Allah masih memberi kesempatan kedua, ketiga, dan seterusnya agar bisa kembali kepada Allah.

Hanya saja tidak selamanya Allah akan memberi udzur, setelah usia seseorang mencapai angka 60 tahun, maka tidak ada argumen lagi baginya untuk tidak beriman atau enggan beramal. Selama bertahun-tahun dia telah mengetahui ayat-ayat Allah, sering mendengarkan hadits-hadits Nabi, sering diberi peringatan dalam hidupnya, maka tidak ada lagi alasan baginya ketika bertemu dengan Allah kelak.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَعْذَرَ اللَّهُ إِلَى امْرِئٍ أَخَّرَ أَجَلَهُ حَتَّى بَلَّغَهُ سِتِّينَ سَنَةً

“Allah memberi udzur kepada seseorang yang Dia akhirkan ajalnya, hingga sampai usia 60 tahun.” (HR. Bukhari, no. 6419)

Maknanya, Allah masih memberikan udzur kepada seseorang di bawah 60 tahun jika ia masih tertipu dengan dunia, tamak dengan harta. Tetapi ketika ia mencapai 60 tahun maka Allah tidak memberikannya udzur lagi. Al-Hafidz Ibnu Hajar mengatakan,

وَالْمَعْنَى أَنَّهُ لَمْ يَبْقَ لَهُ اعْتِذَارٌ كَأَنْ يَقُولَ لَوْ مُدَّ لِي فِي الْأَجَلِ لَفَعَلْتُ مَا أُمِرْتُ بِهِ ….

Makna hadis di atas adalah bahwa udzur dan alasan sudah tidak ada lagi, seperti mengatakan, “Andai usiaku dipanjangkan, aku akan melakukan apa yang diperintahkan kepadaku.” (Fathul Bari, 11/240)

Ketika seseorang terus menerus terjatuh dalam kubangan maksiat, lama kelamaan hati itu akan menghitam. Shalat sering ditinggalkan, aurat terus diumbar, syariat Islam banyak diluputkan, saudara muslim selalu menjadi incaran ghibah, bahkan jimat dan penglaris juga menghiasi dirinya demi mendapatkan dunia. Dia tidak sadar, setiap hari, setiap detik, noktah-noktah hitam akan dititikkan pada hatinya. Itulah Ar-Raan yang disebutkan Allah di dalam Al-Quran,

كَلَّا بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ

“Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka.” (QS. Al-Muthaffifin: 14)

Waspadalah jika dia terus hidup dalam kebiasaan buruk tersebut, bahkan hingga mencapai 60 tahun. Hendaknya dia benar-benar berhati-hati akan keadaan hatinya, dikhawatirkan hati itu terlanjur tertutup karena noktah hitam yang tidak henti-hentinya dititikkan, sedangkan Allah sudah tidak memberikan udzur yang banyak lagi kepadanya. Maka saat itulah kebenaran dan hidayah akan sulit untuk merasuk ke dalam hatinya.

Sabtu, 07 September 2024

Tentang Shalat Istikharah

One Day One Hadits (317)
------------------------------------------
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

Tentang Shalat Istikharah

 عن جابر رضي الله عَنْهُمَا قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُعَلِّمُنَا الِاسْتِخَارَةَ فِي الْأُمُورِ كُلِّهَا كَمَا يُعَلِّمُنَا السُّورَةَ مِنْ الْقُرْآنِ يَقُولُ إِذَا هَمَّ أَحَدُكُمْ بِالْأَمْرِ فَلْيَرْكَعْ رَكْعَتَيْنِ مِنْ غَيْرِ الْفَرِيضَةِ ثُمَّ لِيَقُلْ اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْتَخِيرُكَ بِعِلْمِكَ وَأَسْتَقْدِرُكَ بِقُدْرَتِكَ وَأَسْأَلُكَ مِنْ فَضْلِكَ الْعَظِيمِ فَإِنَّكَ تَقْدِرُ وَلَا أَقْدِرُ وَتَعْلَمُ وَلَا أَعْلَمُ وَأَنْتَ عَلَّامُ الْغُيُوبِ اللَّهُمَّ إِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا الْأَمْرَ خَيْرٌ لِي فِي دِينِي وَمَعَاشِي وَعَاقِبَةِ أَمْرِي أَوْ قَالَ عَاجِلِ أَمْرِي وَآجِلِهِ فَاقْدُرْهُ لِي وَيَسِّرْهُ لِي ثُمَّ بَارِكْ لِي فِيهِ وَإِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا الْأَمْرَ شَرٌّ لِي فِي دِينِي وَمَعَاشِي وَعَاقِبَةِ أَمْرِي أَوْ قَالَ فِي عَاجِلِ أَمْرِي وَآجِلِهِ فَاصْرِفْهُ عَنِّي وَاصْرِفْنِي عَنْهُ وَاقْدُرْ لِي الْخَيْرَ حَيْثُ كَانَ ثُمَّ أَرْضِنِي قَالَ وَيُسَمِّي حَاجَتَهُ

 Dari Jabir Bin Abdullah radhiyallahu ‘anhuma berkata:
“Dahulu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengajari kami Istikharah dalam memutuskan segala sesuatu, (sebagaimana mengajari kami) surat dalam Alquran, beliau bersabda :
Apabila salah seorang diantara kalian hendak melakukan sesuatu (yang membingungkan), maka lakukanlah shalat (sunnah) dua roka’at -selain sholat wajib-, kemudian bacalah :
Ya Allah, sesungguhnya aku memohon pilihan yang tepat kepada-Mu dengan ilmu-Mu dan aku memohon kekuatan kepada-Mu (untuk memutuskan urusanku dan mengatasinya) dengan Kemahakuasaan-Mu. Aku memohon kepada-Mu kebaikan dari karunia-Mu yang agung, sesungguhnya Engkau Maha Kuasa, sedang aku tidak kuasa, Engkau Maha Mengetahui, sedang aku tidak mengetahui dan hanya Engkau-lah Yang Maha Mengetahui hal yang ghaib. Ya Allah, apabila (menurut pengetahuan-Mu) Engkau mengetahui bahwa urusan ini (hendaknya disebutkan urusannya) lebih baik bagiku dalam urusan agamaku, penghidupanku, dan akibatnya bagi akheratku atau -Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: …..duniaku dan akhiratku-, maka takdirkanlah untukku, mudahkanlah jalannya, kemudian berilah berkah untukku. Akan tetapi apabila (menurut pengetahuan-Mu) Engkau mengetahui urusan ini berdampak buruk bagiku dalam urusan agamaku, penghidupanku, dan akibatnya bagi akheratku, atau -Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:….duniaku atau akhiratku-, maka jauhkan urusan tersebut dariku, dan jauhkan aku darinya, takdirkan kebaikan untukku dimana saja kebaikan itu berada, kemudian jadikanlah aku ridho dengan takdir tersebut.”
Ia (Jabir atau perowi selainnya) berkata:
Dan orang tersebut menyebutkan urusannya.”
(HR. Al-Bukhari no.1162,6382 dan 7390)

Pelajaran yang terdapat di dalam hadist :

1. Istikharah adalah bentuk istif’al dari khair atau khiyarah, sedangkan maksud beristikharah kepada Allah adalah meminta suatu pilihan kepada-Nya yaitu : meminta pilihan yang terbaik dari dua perkara untuk orang yang membutuhkan salah satu dari kedua perkara tersebut.

2. Istikharah adalah sebuah ibadah yang disyari’atkan bagi orang yang hendak melakukan sesuatu atau meninggalkannya, namun ia masih bingung dalam menentukan diantara dua pilihan sikap tersebut.

3. Sebagaimana dalam hadits di atas, istikharah bisa dilakukan dengan melakukan shalat sunnah Istikharah dua raka’at, dan berdoa Itikharah setelahnya.

4. Ulama menjelaskan bahwa istikharah dengan sholat dan do'a  inilah yang paling baik (afdhol), akan tetapi jika terdapat halangan (haid, dll), atau dalam masalah yang perlu disegerakan, kemudian seseorang beristikharah tanpa shalat, maka yang seperti ini tidak mengapa.

5. Tidak seperti persangkaan sebagian orang bahwa jawaban shalat istikharah dikirim Allah dalam bentuk mimpi, sesungguhnya hasil istikharah adalah kemantapan hati. Yaitu, hati kita lebih condong ke pilihan mana yang terasa lebih baik untuk kita. Hati kita mantap memilih apa, itulah hasil istikharah kita.

6. Salat  istikhoroh ini dapat membantu dalam meringankan rasa keragu-raguan yang ada dalam diri seseorang dan meminta petunjuk kepada Allah SWT dan dipercaya dapat memberi tahu, baik itu hal yang baik ataupun buruk kepada seseorang yang dengan tulus melaksanakan shalat Istikharah.

Tema hadist yang berkaitan dengan al quran :

1. Manusia, makhluk yang lemah dan sangat butuh pertolongan Allah dalam setiap urusannya. Setinggi apapun ilmu yang dimiliki, diperlukan campur tangan Allah dalam menentukan pilihan.
Seorang muslim sangat yakin dan tidak ada keraguan sedikitpun bahwa yang mengatur segala urusan adalah Allah Ta’ala. Dialah yang menakdirkan dan menentukan segala sesuatu sesuai yang Dia kehendaki pada hamba-Nya. Allah Ta’ala berfirman:

وَرَبُّكَ يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ وَيَخْتَارُ مَا كَانَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ سُبْحَانَ اللَّهِ وَتَعَالَى عَمَّا يُشْرِكُونَ, وَرَبُّكَ يَعْلَمُ مَا تُكِنُّ صُدُورُهُمْ وَمَا يُعْلِنُونَ, وَهُوَ اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلا هُوَ لَهُ الْحَمْدُ فِي الأولَى وَالآخِرَةِ وَلَهُ الْحُكْمُ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ 

"Dan Rabbmu menciptakan apa yang Dia kehendaki dan memilihnya. Sekali-kali tidak ada pilihan bagi mereka. Maha suci Allah dan Maha Tinggi dari apa yang mereka persekutukan (dengan Dia). Dan Tuhanmu mengetahui apa yang disembunyikan (dalam) dada mereka dan apa yang mereka nyatakan. Dan Dialah Allah, tidak ada Rabb (yang berhak disembah) melainkan Dia, bagi-Nyalah segala puji di dunia dan di akhirat, dan bagi-Nyalah segala penentuan dan hanya kepada-Nyalah kamu dikembalikan." (QS. al-Qashash: 68-70).

2. Allah SWT memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya agar senantiasa memohon pertolongan kepada-Nya agar diberikan petunjuk untuk memperoleh kebaikan bagi kehidupannya dan terhindar dari keburukan.
Cara yang terbaik dalam memohon pertolongan kepada Allah SWT adalah melalui shalat, sebagaimana hal ini difirmankan Allah SWT di dalam al-Qur’an yang berbunyi:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلاةِ إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ , وَلا تَقُولُوا لِمَنْ يُقْتَلُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَمْوَاتٌ بَلْ أَحْيَاءٌ وَلَكِنْ لَا تَشْعُرُونَ 

"Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar." (QS al-Baqarah: 153).

Senin, 02 September 2024

Tadabbur Al Quran Hal. 393

Tadabbur Al-Quran Hal. 393
----------------------------------------------
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

- Al Qur'an Indonesia Tajwid.

- Al-Qasas ayat 61 :

اَفَمَنْ وَّعَدْنٰهُ وَعْدًا حَسَنًا فَهُوَ لَاقِيْهِ كَمَنْ مَّتَّعْنٰهُ مَتَاعَ الْحَيٰوةِ الدُّنْيَا ثُمَّ هُوَ يَوْمَ الْقِيٰمَةِ مِنَ الْمُحْضَرِيْنَ

Maka apakah sama orang yang Kami janjikan kepadanya suatu janji yang baik (surga) lalu dia memperolehnya, dengan orang yang Kami berikan kepadanya kesenangan hidup duniawi [613] ; kemudian pada hari Kiamat dia termasuk orang-orang yang diseret (ke dalam neraka)?

- [613] Orang yang diberi kenikmatan hidup duniawi tetapi tidak dipergunakan untuk mencari kebahagiaan hidup di akhirat, karena itu di akhirat ia diseret ke dalam neraka.

- Asbabun Nuzul Al-Qasas ayat 61 :

Ibnu Jarir meriwayatkan dari Mujahid tentang firman-Nya,'"Maka apakah sama orang yang Kami janjikan kepadanya suatu janji yang baik (surga),"'ia berkata, "Ayat ini turun tentang Nabi saw. dan Abu Jahal bin Hisyam."
Ia meriwayatkan dari lain darinya bahwa ia turun tentang Hamzah dan Abu Jahal.

- Tafsir Al Muyassar Al-Qasas ayat 61 :

Apakah orang yang Kami janjikan kepadanya dengan surga atas ketaatannya, lalu dia mendapatkan dan merengkuh janji tersebut, sama dengan orang yang Kami berikan kenikmatan dunia lalu dia pun menikmatinya, dia lebih mementingkan kesenangan dunia di atas akhirat, kemudian di hari kiamat dia termasuk orang-orang yang
dihadirkan untuk dihisab dan mendapatkan balasan?
Kedua kubu tersebut tidaklah sama. Maka hendaknya orang yang berakal memilih untuk dirinya apa yang lebih
patut untuk dipilih, yaitu menaati Allah dan mencari ridha-Nya.

- Riyāduş şālihin :

Dari Jabir Ra., dia berkata, "Seorang laki-laki Arab gunung mendatangi Rasulullah Saw. seraya berkata, Wahai Rasulullah, apakah sesuatu yang mewajibkan (sesuatu yang lain?)' Beliau menjawab, Orang yang meninggal dalam keadaan tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun, maka ia wajib masuk surga, dan orang yang meninggal dalam keadaan menyekutukan Allah dengan
sesuatu, maka ia wajib masuk neraka." (HR Muslim).
Hadis di atas memberikan faedah bah-
wa para ulama telah sepakat bahwa orang yang maksiat tidak akan kekal di neraka selama ia mati dalam keadaan iman, begitu pula orang kafir. (Dr. Muştafā Said Al-KhiNuzhatul Muttaqina Syarhu Riyādis Sālihina
Juz 1, 1407 H/1987 M: 377).

- Hadis Nabawi :

Dari Ubadah Ra., dari Nabi Saw., beliau
bersabda, "Barangsiapa bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah Yang Maha Esa dengan tidak menyekutukan-Nya dan bahwa Muhammad adalah hamba-Nya
dan utusan-Nya, serta (bersaksi) bahwa Isa adalah hamba Allah, utusan-Nya, dan firman-Nya yang Allah berikan kepada Maryam dan ruh dari-Nya, dan surga bahwa para ulama telah sepakat bahwa orang yang maksiat tidak akan kekal di neraka selama ia mati dalam keadaan iman, begitu pula orang kafir. (Dr. Muştafā Sa'id A-Khir Nuzhatul Muttaqina Syarhu Riyādis Sālihina Juz 1, 1407 H/1987 M: 377).

- Hadis Nabawi :

Dari Ubadah Ra., dari Nabi Saw., beliau
bersabda, "Barangsiapa bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah Yang Maha Esa dengan tidak menyekutukan-Nya dan bahwa Muhammad adalah hamba-Nya
dan utusan-Nya, serta (bersaksi) bahwa Isa adalah hamba Allah, utusan-Nya, dan firman-Nya yang Allah berikan kepada Maryam dan ruh dari-Nya, dan surga adalah hag (benar adanya), dan neraka adalah hag, maka Allah akan memasukkan orang itu ke dalam surga bagaimanapun keadaan amalnya." (HR AI Bukhāri, Sahihu
Bukhari, Juz 2, No. Hadis 3435: 487).

- Hadis Qudsi :

Abdullah bin Amru bin A-Ash Ra. berkata, Rasulullah Saw. bersabda, "Sesungguhnya Allah akan menyelamatkan seorang laki-laki dari umatku di hadapan manusia pada
hari kiamat, lalu dia membuka buku catatan besar di hadapannya, setiap buku catatan besar lebarnya seperti sepanjang mata memandang, kemudian Dia berfirman, Apakah kamu mengingkari sesuatu dari ini?
Apakah para penulisku yang menjaga (amal manusia) menzalimimu? Dia menjawab, Tidak wahai Rabbku.' Allah Swt. bertanya, Apakah kamu mempunyai alasan dalih (bagi amal burukmu)? Dia menjawab, Tidak,
wahai Rabbku. Allah Swt. berfirman, Tidak demikian, sesungguhnya kamu mempunyai kebaikan di sisi Kami, karena itu tidak ada kezaliman atasmu pada hari ini.' Lalu keluarlah kartu amal kebaikan, yang di dalamnya
tercatat bahwa, 'Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Allah Swt. dan Aku bersaksi bahwa Muhammad Saw. adalah hamba-Nya dan Rasul-Nya.
Lalu Allah Swt. berfirman, Hadirkan amal timbanganmu! Dia berkata, Wahai Rabbku, apa (artinya) satu kartu amal ini (bila) dibandingkan buku catatan besar ini? Allah Swt. berfirman, 'Sesungguhnya kamu tidak
akan dizalimi. Nabi Saw. melanjutkan diletakkanlah buku catatan besar pada sisi, sedangkan kartu diletakkan pada sisi lainnya, maka buku catatan besar itu ringan (timbangannya) sedangkan kartu itu berat maka tidak ada sesuatu pun yang lebih berat dibandingkan nama Allah Swt. (HAt-Tirmiži, Sunan At-Tirmiżi, Juz 5, No. Hadis 2639: 24). Dişahihkan oleh Syaikh Al-AIbäry
dalam Sahih wa Daif Sunan At-Tirmiži no 2639.

- Hadis Motivasi QS 28: 60 :

Dari lbnu Abbas dia berkata.
"Semoga Allah melaknat polan. Mereka sengaja pergi pada nusim haji yang mulia lalu menghilangkan hiasannya. Hiasan haji adalah talbiah." (HR Ahmad, 27845)

- HADIS NIAGA QS AI-Qasas, 28: 60 :

Pasangan Hidup yang Saling Mendukung

Dari Abdullah bin Amr bahwasanya Rasulullah bersabda: "Dunia merupakan perhiasan dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah perempuan yang salehah." (HR Muslim, 1467)

- AMAL NIAGA :

1. Manfaatkanlah keuntungan dari perniagaan yang Anda jalani. Hal itu
merupakan karunia dan kesenangan dunia yang dihalalkan. Namun, jangan
lupa untuk mengeluarkan sedekah dari keuntungan yang Anda peroleh.
2. Jangan menjadikan keuntungan materi sebagai tujuan utama. Niatkanlah semata untuk menjadi manusia yang berguna. Balasan Allah akan jauh lebih menguntungkan daripada kenikmatan dunia.
3. Cita-cita tertinggi seorang niagawan tentu ingin perniagaannya untung
sehingga bisa memberikan limpahan materi berupa perhiasan (kesenangan)
duniawi. Perlu diketahui bahwa sebaik-baik perhiasan di dunia adalah
pasangan yang salehah yang dapat mendukung suami dalam perniagaannya.

- Tadabbur Surah Al-Qashash Ayat 60-70 :

Ayat 60-67 menjelaskan beberap hal:

1. Apa saja bentuk harta yang diperoleh, tidak lebih dari kenikmatan hidup dunia dan hiasannya. Pahala yang ada di sisi Allah jauh lebih baik dan kekal. Mengapa kita tidak paham juga?

2. Sangat jauh perbedaan antara orang-orang mukmin yang dijanjikan Allah surga dengan kaum  kafir dan musyrik yang  Allah berikan kenikmatan hidup dunia saja. 

3. Di akhirat nanti, Allah akan bertanya kepada kaum kafir dan musyrik itu: Mana tuhan-tuhan yang kalian sembah di dunia? Tiba-tiba para setan dan teman-teman mereka dari kalangan manusia berkata: Ya Allah. Mereka itu adalah korban penyesatan kami. Mereka sesat sebagaimana kami sesat. Hari ini kami berlepas diri dari mereka. Sebenarnya mereka tidaklah menyembah kami. Saat itu neraka sudah berada di hadapan mata mereka. Mereka menyesal sekali dan mengharapkan sekiranya dahulu mereka di dunia mendapat hidayah. Adapun orang-orang yang beriman pada  Allah, Rasul saw. dan Al-Qur’an dan mereka  beramal saleh yang banyak, maka mereka tenang-tenang saja karena yakin akan sukses masuk surga dan selamat dari api neraka.


Ayat 68-70 menjelaskan Allah menciptakan dan menetapkan apa saja Ia kehendaki. Manusia tidak punya kemampuan menentukan yang hak atau yang batil. Allah bersih dari tuhan-tuhan yang mereka jadikan sekutu dengan-Nya. Allah Maha Mengetahui semua rahasia hati manusia dan apa saja yang mereka nampakkan.  Dialah Allah. Tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Allah. Bagi-Nya segala puja dan puji di dunia dan akhirat. Bagi-Nya jua segala keputusan  dan kepada-Nya manusia dikembalikan.