بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

Minggu, 30 Oktober 2022

Derajat Hadits Adzan Dan Iqamat Untuk Bayi Yang Baru Lahir

Tematik (104)
---------------------
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

Derajat Hadits Adzan Dan Iqamat Untuk Bayi Yang Baru Lahir

Sebagian Ulama menyunnahkannya dengan beberapa, tapi dalam kesempatan ini kami sebutkan dua hadits saja yang sering dijadikan alasan oleh sebagian Ulama yang menyunnahkannya.

Hadits pertama, Husain bin ‘Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhuma menceritakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:

مَنْ وُلِدَ لَهُ, فَأَذَّنَ فِي أُذُنِهِ الْيُمْنَى وَأَقَامَ فِي أُذُنِهِ الْيُسْرَى, لَمْ تَضُرَّهُ أُمُّ الصِّبْيَانِ

"Barangsiapa yang dianugerahi seorang anak, lalu dia mengumandangkan adzan di telinga kanannya dan iqamat di telinga kirinya, maka Ummu Shibyan (jin pengganggu anak kecil) tidak akan membahayakan dirinya".

Hadits di atas diriwayatkan oleh Abu Ya’la 6780, Ibnu Suni dalam ‘Amalul Yaum wal Lailah 623, Ibnu ‘Adi dalam Al Kamil VII:198. Dalam sanadnya terdapat rawi yang bernama Yahya bin Al ‘Allaa Al Bajili. Mengenai Yahya di atas, maka beberapa kritikus hadits telah mencelanya bahkan cukup keras.

Kata Abu Bisyr Ad Daulabi rahimahullah: "Ditinggalkan haditsnya (karena dituduh suka berdusta)".

Kata Al-Baihaqi rahimahullah: "Ditinggalkan haditsnya dan terkadang menyebutnya lemah dan sesekali menyebutnya lemah, tidak boleh dijadikan argumentasi dengannya".

Kata Ahmad bin Hanbal rahimahullah: "Pendusta dari kalangan Rafidhah, suka memalsukan hadits. Dan pernah juga beliau menyebutnya matruk (ditinggalkan haditsnya karena dituduh suka berdusta)".

Kata Ibnul Hajar rahimahullah (pakar hadits Madzhab Syafi’i): "Dituduh sebagai pemalsu hadits, sangat lemah". (Diringkas dari Tahdziibul Kamaal no.urut rawi 8227)

Atas dasar itu para ahli hadits melemahkan, bahkan menyatakan palsunya hadits di atas.

Ulama yang melemahkan hadits diatas adalah Al Bushiri dalam Ittihaaful Hiirah V:329: "Dha'if". Kata As Suyuthi dalam Jaami’us Shaghir 9066: "Dha'if". Kata Al Iraqi dalam Takhrij Ihyaa ‘Ulumud Din II:69: "Dha'if". Kata Al Albani rahimahumullah dalam Irwa’ul Ghalil 1174: "Palsu".

Dengan penjelasan diatas hadits tersebut sama sekali tidak memenuhi persyaratan untuk dijadikan hujjah.

Hadits kedua, Ibnu ‘Abbas radhiallahu ‘anhuma mengisahkan:

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَذَّنَ فِي أُذُنِ الْحَسَنِ بْنِ عَلِيٍ يَوْمَ وُلِدَ, فَأَذَّنَ فِي أُذُنِهِ الْيُمْنَى وَأَقَامَ فِي أُذُنِهِ الْيُسْرَى

"Sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengucapkan adzan di telinga Al Hasan bin ‘Ali radhiallahu ‘anhuma pada hari beliau dilahirkan. Beliau mengumandangkan adzan di telinga kanannya dan iqamat di telinga kirinya".

Hadits tersebut diriwayatkan oleh Baihaqi dalam Syu’abul Iman 8255. Dalam sanadnya terdapat tiga rawi yang bermasalah.

Pertama, محمد بن يونس الكديمي (Muhammad bin Yunus Al-Kadimi). Imam Abu Dawud, Baihaqi dan lainnya menyebutnya sebagai pendusta. (Tahdziibhul Kamaal XVII:66-80).

Kedua, gurunya Muhammad bin Yunus yang bernama الحسن بن عمرو بن سيف (Al-Hasan bin ‘Amruu bin Saif). Kata Imam Bukhari rahimahullah: "Pendusta". (Taarikhul Kabir II:299).

Ketiga, القاسم بن مُطيَّب (Al-Qasim bin Muthayyab). Ibnul Hajar rahimahullah menyebutnya: "Padanya ada kelembekan". Bahkan Al-Haitsami rahimahullah menyebutnya matruk.

Karena itulah Al-Iraqi rahimahullah mendha’ifkannya dalam Takhrij Al-Ihya II:69, bahkan Syaikh Al Albani rahimahullah dalam Ad-Dha’ifah 8121 menilainya palsu.

Ada lagi sebenarnya hadits-hadits lain yang isinya anjuran adzan dan iqamat bagi bayi yang baru dilahirkan, namun semuanya lemah tidak bisa dijadikan hujjah.

Karena itu Syaikh Abdul ‘Azizi At-Tharifi hafizhahullah berkata: "Hadits terkait mengadzani bayi yang baru dilahirkan tidaklah shahih. Maka, tidaklah shahih adanya hadits tentang anjuran adzan di telinga bayi".

Berkata Syaikh Sulaiman Al-Ulwan hafizhahullah: "Hadits-hadits yang diriwayatkan dalam masalah mengadzani bayi yang baru dilahirkan tidak ada yang shahih, tidak ada satupun (hadits shahih) dalam bab ini, dengan demikian adzan di telinga anak yang baru dilahirkan tidaklah disukai dan hukum-hukum syariat, baik hukum wajib, sunnah, haram, makruh, tidak bisa ditegakkan sebagai dalil, kecuali berdasarkan dalil yang shahih dan berita yang terpercaya".