بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

Minggu, 29 Oktober 2023

ADAB BERTAMU DAN ADAB MENERIMA TAMU

Tematik (175)
---------------------
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
 
ADAB BERTAMU DAN ADAB MENERIMA TAMU

ADAB BERTAMU

1. DUDUK DI TEMPAT YANG DIA DI SURUH UNTUK DUDUK

Hendaklah dia duduk di tempat yang dia di suruh untuk duduk oleh tuan rumah. Jadi dia tidak membangkang, tidak menolak.

2. RIDHA TERHADAP APA YANG DISAJIKAN OLEH TUAN RUMAH

Hendaknya dia ridha, lapang dada, menerima apa adanya jika tuan rumah menerima dia dan menyajikan apa yang ada yang dia sajikan untuk para tamu itu. Dan ini juga menunjukkan bahwa ketika kita menerima tamu, kita pun tidak dibebankan oleh agama ini untuk berbuat yang berlebihan atau membebani diri kita dengan suatu yang kita tidak mampu. Tapi kita menyambut tamu itu dengan apa adanya, jangan berlebihan dan jangan pelit. Apa yang memang ada, kita sajikan sebagai bentuk pemuliaan dan penghormatan kepada mereka. Dan tamu harus ridha terhadap apa yang disajikan oleh tuan tuan rumah.

3. MINTA IZIN KEPADA TUAN RUMAH

Tamu tidak bangun dari tempat duduknya atau meninggalkan rumah tanpa seizin dari tuan rumah itu. Makanya tamu kalau datang dan dia ingin pulang, harus pamit. Dan dia tidak pulang kecuali dengan seizin dari tuan rumah.

4. MENDOAKAN TUAN RUMAH

Hendaknya tamu mendoakan tuan rumahnya. Mengucapkan جزاك اللهُ خيرًا “Jazakallahu Khairan (Semoga Allah memberikan balasan yang melimpah)” dan ada kalimat-kalimat yang sering diucapkan dan ini adalah bagian dari ucapan-ucapan ketika ketika kita mendoakan tuan rumah. Mengucapkan اكرمكم الله “Akramakumullah (Semoga Allah memuliakan anda wahai tuan rumah) dan yang lainnya dari ucapan-ucapan yang sudah biasa diucapkan di dalam kita mendoakan tuan rumah.

5. MEMINTA IZIN UNTUK MASUK

(menit ke-12:47)

Diantara adab-adab yang disebutkan oleh para ulama dalam hal bertamu yaitu ketika tamu itu datang, hendaknya dia meminta izin untuk masuk, jangan langsung menerobos masuk ke rumah seseorang. Tapi hendaknya dia mengetuk pintu misalnya, mengucapkan salam, atau mungkin di zaman sekarang ini dia memberitahukan sebelumnya dengan WhatsApp atau dengan menelpon tuan rumah.

Jadi intinya bahwa dia minta izin kepada tuan rumah, terutama ketika masuk rumah tersebut. Diantara (manfaat) disyariatkannya Isti‘dzan (meminta izin) ketika masuk rumah, ini adalah dalam rangka menutup aurat. Karena ketika seseorang masuk rumah, apalagi orang lain atau bukan mahramnya, kalau tanpa memberitahukan atau tanpa mengetuk pintu atau tanpa mengucapkan salam kepada tuan rumah, dikhawatirkan mungkin ada wanita-wanita dalam rumah itu yang masih dalam keadaan terbuka auratnya. Sehingga dikhawatirkan orang kalau tidak izin ketika masuk rumah seseorang, dia tiba-tiba melihat aurat wanita yang bukan mahramnya.

Maka ini adab-adab yang mulia yang telah diajarkan oleh Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam bertamu. Maka disebutkan:

إِنَّمَا جُعِلَ الِاسْتِئْذَانُ مِنْ أَجْلِ البَصَرِ

“Bahwa kita disyariatkan minta izin ketika masuk rumah seorang karena pandangan mata dari melihat yang diharamkan.” (HR. Bukhari)

ADAB SEBAGAI TUAN RUMAH

1. TIDAK MEMBEBANI DIRI

Tidak seyogyanya seorang membebani dirinya untuk tamunya. Bahkan kadang-kadang mungkin sampai berhutang kepada orang lain hanya karena tamu. Ini tidak seyogyanya dilakukan. Dan memuliakan tamu itu sebagaimana dikatakan para ulama, itu juga sesuai dengan ‘urf yang ada. ‘Urf yaitu seperti ibarat suatu kebiasaan, suatu budaya yang ada di suatu masyarakat. Selama budaya itu tidak bertentangan dengan tuntunan Islam, maka kita seadaanya dalam menerima tamu itu dengan tidak membebani.

Kalau dulu sebelum ada air mineral kemasan, pada umumnya tuan rumah selalu membuat minuman teh atau kopi atau sirup misalnya. Tapi yang menjadi ‘urf sekarang di kebanyakan masyarakat kita pada umumnya -ketika tamu datang itu- kebanyakan di tiap-tiap rumah sudah air mineral gelas. Sehingga itu bagian dari yang disajikan kepada tamu kalau tamu itu datang mungkin hanya sebentar. Lain dengan tamu yang datang dan menginap di tempat kita.

Bagi tamu yang menginap, maka kita harus menghormati mereka. Namun tetap ada batasan bahwa tamu dihitung sebagai tamu dan kita diberikan ganjaran oleh Allah Ta’ala dengan pahala menghormati tamu adalah selama tiga hari. Adapun hari yang berikutnya (hari ke-4, 5 dan seterusnya), itu sudah merupakan sedekah. Artinya pahala dari apa yang kita belanjakan untuk tamu itu sudah menjadi pahala sedekah kepada orang yang tinggal di rumah kita.

Jadi selama tiga hari itu dia dilayani sebagai tamu. Adapun selebihnya dari itu kalau dia menginap di tempat kita, maka nilainya menjadi pahala sedekah bagi tuan rumah. Dan ini juga tentu semampu tuan rumah. Tidak harus dia mengeluarkan duit yang besar kalau dia memang tidak punya. Apa adanya, makan seadanya, tuan rumah biasa makan seperti apa, maka hendaknya tamu juga harus ikut apa yang dimakan oleh tuan rumah. Jangan dia menuntut yang berlebihan. Apalagi sudah lebih dari tiga.

Dan tidak sopan jika tamu sampai menuntut tuan rumah, itu adalah satu akhlak yang kurang baik. Sudah bertemu, menuntut kepada tuan rumah untuk membeli ini, menyiapkan itu dan seterusnya. Karena orang yang bertamu itu bukan dia datang di hotel. Tapi dia datang di rumah seseorang. Lain dengan orang yang datang tinggal di hotel. Kalau di hotel tinggal dia menelpon resepsionisnya, dia minta apa diberikan, tapi bayar. Ini tentu lain dengan tamu.

Maka di sini kita ketika bertamu, kita pun harus tahu adab-adab didalam bertamu. Apalagi kalau kita tinggal di rumah seseorang lebih dari tiga hari.