بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

Selasa, 09 Januari 2024

UNTUKMU YANG TELAH BERUMUR 40 TAHUN

Tematik (183)
---------------------
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

UNTUKMU YANG TELAH BERUMUR 40 TAHUN

SERTA DO’A BAGI ORANG YANG SUDAH BERUMUR 40 TAHUN ATAU LEBIH

Allah Ta’ala berfirman :

{وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ إِحْسَانًا حَمَلَتْهُ أُمُّهُ كُرْهًا وَوَضَعَتْهُ كُرْهًا وَحَمْلُهُ وَفِصَالُهُ ثَلَاثُونَ شَهْرًا حَتَّى إِذَا بَلَغَ أَشُدَّهُ وَبَلَغَ أَرْبَعِينَ سَنَةً قَالَ رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَى وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضَاهُ وَأَصْلِحْ لِي فِي ذُرِّيَّتِي إِنِّي تُبْتُ إِلَيْكَ وَإِنِّي مِنَ الْمُسْلِمِينَ} [الأحقاف: 15]

(Artinya) :
“Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada kedua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah 30 bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai 40, dia berdoa :

رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَى وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضَاهُ وَأَصْلِحْ لِي فِي ذُرِّيَّتِي إِنِّي تُبْتُ إِلَيْكَ وَإِنِّي مِنَ الْمُسْلِمِينَ

 (Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal shalih yang Engkau ridhai, berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang muslim (yang berserah diri))”. (QS. Al-Ahqaf : 15).

PENJELASAN DAN FAIDAH AYAT :

(1) Al-Hafizh Ibnu Ka-tsir berkata :

وَهَذَا فِيهِ إِرْشَادٌ لِمَنْ بَلَغَ الْأَرْبَعِينَ أَنْ يُجَدِّدَ التَّوْبَةَ وَالْإِنَابَةَ إِلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ، وَيَعْزِمُ عَلَيْهَا

“Dan didalam ayat ini terdapat petunjuk bagi orang yang telah sampai pada umur 40 tahun agar memperbarui taubatnya dan kembali kepada Allah عَزَّ وَجَلّ serta bersungguh-sungguh akan hal tersebut”. (Tafsir Ibnu Ka-tsir : 7/281).

(2) Al-Imam Asy-Syaukani berkata :

وَفِي هَذِهِ الْآيَةِ دَلِيلٌ عَلَى أَنَّهُ يَنْبَغِي لِمَنْ بَلَغَ عُمْرُهُ أَرْبَعِينَ سَنَةً أَنْ يَسْتَكْثِرَ مِنْ هَذِهِ الدَّعَوَاتِ

“Dan didalam ayat ini terdapat dalil bahwa sepantasnya bagi orang yang umurnya telah mencapai 40 tahun untuk memperbanyak berdo’a dengan do’a tersebut”. (Fat-hu Al-Qadir : 5/22).

(3) Al-Imam Ibnu Rajab Al-Hambali berkata :

هذا من تمام برّ الوالدين، كأنَّ هَذا الوَلَدَ خَافَ أَنْ يكون وَالِدَاهُ قَصَّرا فِي شُكْرِ الرَّبِّ عز وجل، فسأل اللَّه أن يُلْهِمَهُ الشُّكْرَ على ما أنعم به عليه وعليهما؛ ليَقُوم بما وَجَبَ عَلَيْهِما من الشُّكر إن كانا قَصَّرا.

“Dan ini adalah bentuk kesempurnaan berbakti kepada kedua orangtua, karena anak tersebut (yang berdo’a dengan do’a itu) ada kekhawatiran pada dirinya bahwa kedua orangtuanya kurang dalam hal bersyukur kepada Rabb عز وجل, sehingga ia meminta kepada Allah agar diberi kepandaian untuk bersyukur atas nikmat yang telah diberikan kepadanya dan kepada kedua orangtuanya, sehingga bisa mengerjakan apa yang diwajibkan atas kedua orangtuanya dari bersyukur jika sekiranya mereka kurang bersyukur”.
(Tafsir Ibnu Rajab : 2/59).

(4) Syaikh Muhammad bin Ali bin Jamil Al-Mathariy berkata :

في الآية أن على المسلم أن يعتز بكونه من المسلمين، ولا ينتسب لاسم غيره، ولا يتعصب لشيء سواه، ولا يدعو الناس إلى بدع محدثة، وآراء مخترعة، لم يعرفها المسلمون الأولون، بل هو متَّبِعٌ لا مُبتدِعٌ، فهو من جملة المسلمين الذين استسلموا لله بالتوحيد، وانقادوا له بالطاعة، وتبرؤوا من الشرك وأهله

“Dalam ayat ini menunjukkan bahwa bagi seorang muslim agar menjadikan dirinya mulia sebagai seorang muslim yang sejati, dan tidak menyandarkan dirinya kepada nama (kelompok/golongan) yang lain, serta tidak fanatik kepada selainnya (dari berbagai macam kelompok dan golongan yang ada), begitu pula tidak mengajak manusia kepada perbuatan bid’ah yang dibuat-buat (dalam urusan agama) atau (mengikuti) pendapat-pendapat yang menyimpang yang tidak diketahui oleh kaum muslimin generasi awal (yaitu para sahabat), akan tetapi seharusnya dia adalah Ittiba’ (mengikuti Nabi ﷺ) dan tidak menjadi Mubtadi’ (pelaku bid’ah), tetapi seharusnya dengan menjadi bagian dari kaum muslimin yang menyerahkan dirinya kepada Allah dengan bertauhid (yang benar), tunduk patuh kepada-Nya dengan melakukan ketaatan, serta berlepas diri dari perbuatan syirik dan pelaku syirik”.
(Mauqi’ Al-Alukah no. web : 132458).

(5) Dan sebelumnya, kami sudah pernah menuliskan materi yang terkait dengan masalah ini yaitu :

JANGAN TERTIPU DENGAN DOSA-DOSAMU YANG MUNGKIN SAAT INI BELUM TERLIHAT ATAU BELUM TERASA DAMPAK BURUKNYA

BISA JADI AKIBAT ATAU PENGARUH DOSA ITU BARU TERLIHAT ATAU BARU TERASA SETELAH BERUMUR 40 TAHUN

Yaitu penjelasan tentang Sabda Nabi ﷺ :

إِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِعَبْدِهِ الخَيْرَ عَجَّلَ لَهُ العُقُوبَةَ فِي الدُّنْيَا، وَإِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِعَبْدِهِ الشَّرَّ أَمْسَكَ عَنْهُ بِذَنْبِهِ حَتَّى يُوَافِيَ بِهِ يَوْمَ القِيَامَةِ

“Apabila Allah menghendaki kebaikan kepada seorang hamba, maka balasan (dari perbuatan dosanya) akan disegerakan baginya didunia, akan tetapi jika Allah menghendaki keburukan kepada seorang hamba, maka (balasan) dari perbuatan dosanya akan ditunda sampai diberikan secara penuh pada hari kiamat”. (Hadits Shahih).

(HR. At-Tirmidzi no. 2396, Al-Hakim no. 8799, Ibnu Hibban no. 4405 dan yang lainnya).

PENJELASAN DAN FAIDAH HADITS :

1- Sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam : Apabila Allah menghendaki kebaikan kepada seorang hamba*

Penjelasan :

أي: إذا قضَى وقدَّرَ رَحمتَه لِعبدٍ مِن عبادِه

“Yaitu : Jika (Allah) telah menetapkan dan menakdirkan rahmat-Nya kepada seorang hamba dari hamba-hamba-Nya”.

(Syurul Ahadits Min Ad-Durar As-Saniyah no. 75513).

2- Sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam : Maka balasan (dari perbuatan dosanya) akan disegerakan baginya didunia.

Penjelasan :

الإنسانُ لا يَخلو مِن خَطأٍ ومعصيةٍ وتقصيرٍ في الواجبِ، ومَن لَطَف اللهُ به وأرادَ به خيرًا عَجَّلَ له عُقوبةَ ذَنبِه في الدُّنيا؛ لأنَّ عذابَ الدُّنيا أهونُ عليه مِن عذابِ الآخِرَة.
أي: ابتَلاه بما يَسُوءُه، إمَّا في مالِه، أو نفسِه، أو أهلِه؛ وذلك لأنَّ الابتلاءَ يكفِّرُ السَّيِّئاتِ، والمؤمنُ لا يَقْوَى على عذابِ الآخرةِ؛ فذلك مِن عظيمِ رحمةِ الله بعبدِه المؤمنِ؛ فإنَّه يُوافي اللهَ يومَ القِيامةِ وليس عليه ذَنبٌ، قد طهَّرَتْه المصائبُ والبلايَا.

“Karena manusia tidak luput dari kesalahan dan maksiat dan terdapat kekurangan dalam mengerjakan ibadah wajib, maka diantara bentuk kelemah-lembutan Allah dan keinginan (berupa kebaikan) kepada seorang hamba adalah menyegerakan balasan (hukuman) nya didunia atas dosa yang dikerjakannya, karena adzab dunia lebih ringan daripada adzab akhirat.

Maksudnya : Allah akan memberikan cobaan kepadanya dari perbuatan buruknya tersebut, baik pada hartanya, atau dirinya sendiri, atau kepada keluarganya karena dengan cobaan tersebut akan menghapuskan dosa-dosanya (jika ia mampu bersabar -pent), karena seorang mukmin tidak akan kuat dengan siksaan di akhirat, maka itu diantara besarnya rahmat Allah kepada hambanya yang beriman, sampai ketika dihisab pada hari kiamat maka dia tidak lagi memiliki dosa sedikit pun karena telah disucikan dengan berbagai musibah dan bencana (yang menimpanya dengan penuh kesabaran -pent)”.

(Syarah Riyadush Shalihin : 1/258 karangan Syaikh Al-Utsaimin, Syurul Ahadits Min Ad-Durar As-Saniyah no. 75513 oleh Syaikh ‘Alawi As-Saqqaf).

= Syaikh DR. Abdullah Al-Faqih berkata :

فما ينزل بالعبد من مصائب وآلام وأحزان، مما يكفر به من سيئاته، فهي رحمة من الله تعالى به، سواء كانت عقوبة على ذنب، أو كانت ابتلاء لرفع الدرجات.
ولا ينبغي للعبد أن يحسن الظن بنفسه، فيراها نقية من الذنوب، ثم يتوهم أن ما نزل به هو بلاء لم يترتب على ذنب، وليس من فائدة تعود على الإنسان إذا ميز بين العقوبة والابتلاء، فهو مأمور بالصبر في الحالين، مع تكفير سيئاته وكونه ممن أراد الله بهم الخير أيضاً.

“Sehingga apa saja yang menimpa seorang hamba dari berbagai macam musibah, rasa sakit/kepedihan dan kesedihan, maka itu bisa menghapuskan dosa-dosanya dan itu adalah rahmat Allah Ta’ala kepadanya, baik itu disebakan karena balasan dari perbuatan dosanya, atau musibah yang bertujuan untuk mengangkat derajatnya.

Seorang hamba tidak pantas berbaik sangka kepada dirinya sendiri, dengan melihat dirinya bersih dari dosa (atas musibah yang menimpanya), lalu dia mengira bahwa yang menimpanya adalah musibah yang bukan diakibatkan oleh dosa, sehingga tidak ada manfaat jika itu terjadi kepada seseorang sedangkan ia tidak bisa membedakan antara siksaan (didunia) dan sekedar tertimpa musibah, karena kedua kondisi tersebut sama-sama harus dijalani dengan penuh kesabaran sekaligus bisa menjadi penghapus dosa-dosanya, sehingga dia termasuk orang yang dinginkan kebaikan oleh Allah atas mereka”.

(Fatawa Asy-Sabakah Al-Islamiyah no. 19810).

3- Sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam : Akan tetapi jika Allah menghendaki keburukan kepada seorang hamba.

Penjelasan :

الأمور كلها بيد الله عز وجل وبإرادته، لأن الله تعالى يقول عن نفسه )فَعَّالٌ لِمَا يُرِيدُ) (البروج: 16) ، ويقول (إِنَّ اللَّهَ يَفْعَلُ مَا يَشَاءُ) (الحج: من الآية18) ، فكل الأمور بيد الله.

“Maka segala urusan semuanya berada di Tangan dan keinginan Allah عزَّ وجلَّ, karena Allah Ta’ala berfirman tentang diri-Nya sendiri : ((Dia-lah (Allah) yang melakukan apa saja yang dikehendaki-Nya)) (QS. Al-Buruj : 16), dan Firman-Nya : (Sesungguhnya Allah mengerjakan apa yang dikehendaki-Nya) (QS. Al-Hajj : 18), maka semua urusan berada di Tangan Allah”.

(Syarah Riyadush Shalihin : 1/258 karangan Syaikh Al-Utsaimin).

~ Bahkan bisa jadi, Allah memberikan kesenangan dunia kepadanya dalam keadaan ia banyak berbuat dosa dan maksiat sebagaimana yang Nabi ﷺ sabdakan :

إِذَا رَأَيْتَ اللهَ يُعْطِي الْعَبْدَ مِنَ الدُّنْيَا عَلَى مَعَاصِيهِ مَا يُحِبُّ، فَإِنَّمَا هُوَ اسْتِدْرَاجٌ " ثُمَّ تَلَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: {فَلَمَّا نَسُوا مَا ذُكِّرُوا بِهِ فَتَحْنَا عَلَيْهِمْ أَبْوَابَ كُلِّ شَيْءٍ حَتَّى إِذَا فَرِحُوا بِمَا أُوتُوا أَخَذْنَاهُمْ بَغْتَةً فَإِذَا هُمْ مُبْلِسُونَ} [الأنعام: 44]

“Jika engkau melihat bahwa Allah memberikan dunia kepada seorang hamba dengan sesuatu yang ia sukai sedangkan ia suka berbuat maksiat, maka sesungguhnya itu hanyalah merupakan *ISTIDRAJ*. Kemudian Rasulullah ﷺ membacakan Firman Allah : (Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang Telah diberikan kepada mereka, kamipun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka, sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan tiba-tiba, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa. (QS. Al An’am : 44)”. (Hadits Hasan).

(HR. Ahmad no. 17311).

4- Sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam : Maka (balasan) dari perbuatan dosanya akan ditunda sampai diberikan secara penuh pada hari kiamat

Penjelasan :

أي: لم يُعجِّلْ عُقوبتَه على ما ارتكَبه مِن الذَّنبِ، وجمَع له ذنوبَه وسيِّئاتِه دون أن يُجازيَه بشيءٍ منها في الدُّنيا، حتَّى يَلْقاه بها يومَ القيامةِ، فتكونَ عُقوبتُه مِن نارِ جهنَّمَ على قدرِ ما كانتْ عليه مِن سيِّئاتٍ

“Yaitu : Balasan dosa-dosanya tidak disegerakan, sehingga dikumpulkan semua dosa dan keburukannya tanpa ada yang dibalas sedikit pun didunia, sampai ia bertemu dengan Allah dengan membawa semua dosa dan keburukannya tersebut pada hari kiamat, sehingga balasan (yang tepat baginya) adalah neraka Jahannam sesuai dengan kadar banyaknya perbuatan dosanya”. (Syurul Ahadits Min Ad-Durar As-Saniyah no. 75513).

5- Faidah Hadits :

(1) Syaikh DR. Abdullah Al-Faqih berkata :

وللحديث قصة مثبتة في رواية أحمد عن عبد الله بن مغفل رضي الله عنه : أَنَّ رَجُلًا لَقِيَ امْرَأَةً كَانَتْ بَغِيًّا فِي الْجَاهِلِيَّةِ، فَجَعَلَ يُلَاعِبُهَا حَتَّى بَسَطَ يَدَهُ إِلَيْهَا، فَقَالَتِ الْمَرْأَةُ: مَهْ، فَإِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ قَدْ ذَهَبَ بِالشِّرْكِ - وَقَالَ عَفَّانُ مَرَّةً: ذَهَبَ بِالْجَاهِلِيَّةِ - وَجَاءَنَا بِالْإِسْلَامِ. فَوَلَّى الرَّجُلُ، فَأَصَابَ وَجْهَهُ الْحَائِطُ، فَشَجَّهُ، ثُمَّ أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَأَخْبَرَهُ، فَقَالَ: " أَنْتَ عَبْدٌ أَرَادَ اللهُ بِكَ خَيْرًا. إِذَا أَرَادَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ بِعَبْدٍ خَيْرًا عَجَّلَ لَهُ عُقُوبَةَ ذَنْبِهِ، وَإِذَا أَرَادَ بِعَبْدٍ شَرًّا أَمْسَكَ عَلَيْهِ بِذَنْبِهِ حَتَّى يُوَافِى بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ كَأَنَّهُ عَيْرٌ "

“Dan hadits ini memiliki kisah yang terpercaya dalam riwayat (Imam) Ahmad dari Abdullah bin Mughaffal رضي الله عنه bawa ia berkata : Sesungguhnya ada seorang laki-laki yang bertemu dengan seorang wanita yang pernah menjadi wanita pezina pada zaman Jahiliyyah, lalu dia mencumbuinya sampai dia meletakkan (menyentuhkan) tangannya kepada (wanita tersebut). Lalu wanita itu berkata : Tahan, sesungguhnya Allah عَزَّ وَجَلَّ telah menghilangkan kesyirikan. (Dalam riwayat yang lain) ‘Affan (yang meriwayatkan kisah ini) berkata : Telah hilang ke-Jahiliyah-an dan Islam telah datang kepada kami. Lalu laki-laki itu pergi meninggalkannya, lalu wajahnya terkena dinding sehingga menjadi luka. Lalu dia mendatangi Nabi ﷺ dan menceritakannya kepada Beliau, lalu beliau bersabda : Engkau adalah seorang hamba, yang Allah menghendaki kebaikan kepadamu, karena jika Allah عَزَّ وَجَلَّ menghendaki suatu kebaikan kepada seorang hamba, niscaya akan disegerakan siksaannya atas dosanya (didunia). Akan tetapi jika Dia (Allah) menghendaki keburukan, maka Dia (Allah) akan menangguhkan karena dosanya sehingga akan dibalasnya dengan dosa itu pada hari kiamat (sedangkan ia membawa dosa seperti dosa sebesar gunung -pent)”.

(Hadits Shahih).

(HR. Ahmad no. 16806 dan Ibnu Hibban no. 2911).

(2) Syaikh Abdullah Al-Ghunaiman berkata :

هذا الحديث المقصود بالخير والشر فيه: الجزاء، وإلا فأفعال الله جل وعلا كلها خير، ولكن الشر يكون إضافياً، أي: يكون بالنسبة إلى المجزي به شراً عقاباً له، وهو جزاء أعماله، ولكن بالنسبة لله جل وعلا فهو خير وأمن؛ لأن الله لا يفعل إلا خيراً.

“Maksud hadits ini dengan “kebaikan” dan “keburukan” adalah : Balasannya, karena pada asalnya semua perbuatan Allah جل وعلا adalah baik, akan tetapi menjadi buruk karena bersandar kepada sesuatu, yaitu : Menurut yang diberikan balasan tersebut adalah keburukan sebagai balasan baginya, dan itu adalah balasan atas perbuatannya, akan tetapi bagi Allah جل وعلا maka itu adalah kebaikan dan keselamatan, karena Allah tidak mengerjakan sesuatu kecuali kebaikan”.

(Syarah Fathul Majid : 93/8 dengan penomoran Asy-Syamilah).

(3) Bisa jadi Allah tidak menyegerakan hukuman atas suatu dosa didunia, akan tetapi menundanya diakhir-akhir kehidupan seseorang ketika ia sudah tua (berumur 40 tahun lebih) ketika badannya sudah mulai melemah lalu Allah menimpakan baginya musibah dan bencana serta cobaan - kita memohon keselamatan, kesehatan dan kekuatan kepada Allah untuk senantiasa beribadah kepadaNya-, sebagaimana perkataan Al-Imam Muhammad bin Sirin yang dinukil oleh Al-Imam Ibnul Qayyim :

أنّه لمّا ركبه الدَّينُ اغتمّ لذلك، فقال: إنّي لأعرفُ هذا الغمَّ بذنب أصبتُه منذ أربعين سنة

“Bahwa ketika beliau kesulitan membayar hutangnya, beliau lalu berkata : Sesungguhnya aku mengetahui bahwa penyebab dari kesulitan tersebut adalah karena dosa yang pernah aku kerjakan sejak 40 tahun yang lalu”.

(Ad-Da-’ Wa Ad-Dawa-’ : 1/130).

~ Diperhatikan : Beliau masih mengingat dosa yang dikerjakannya padahal sudah berlalu 40 tahun lamanya, bagaimana dengan dosa-dosa yang pernah kita kerjakan ? 

Mungkin bukan lagi mengingatnya, bahkan mungkin sudah kita lupakan ?!